Awal mula bertemu~

11 8 0
                                    

[H-6]

Elvano Maxiee Albert, seorang siswa yang waktu masa mpls SMA, melakukan pidato saat upacara berlangsung.

ia terlihat gugup, ketika melihat banyak orang di depannya, karena saat SMP ia mengambil Homeschooling hanya karena ia merasa depresi di depan banyak orang.

Saat ia ingin memulai pidatonya, ia melihat seorang siswi yang memberikan senyum manis dan berbisik memberikan semangat. Saat itu juga, ia langsung percaya diri dan memulai pidatonya.

Ia selama berpidato hanya memandang siswi itu tanpa berpaling ke yang lain. Tapi, saat ia menengok ke barisan guru dengan niatnya ingin membuat sang Ibunda bangga, nyatanya sang Ibunda sibuk dengan ponselnya. Dan saat ia menghadap kembali ke siswi itu, ternyata siswi itu memperhatikan siswa lain yang berada di seberangnya.

Hal itu membuat dirinya kembali ke awal dan sambutan pidato di ganti oleh siswi yang nggak kalah cantik dengan siswi yang memberikannya semangat.

Ia berjalan santai ke arah tenda yang berada di belakang panggung. Yang tak lama setelah itu, datang seorang siswi yang tadi mengantikan pidatonya.

"Makasih" katanya tanpa basa basi. "Untuk?" tanya siswi itu sambil merapihkan ikatan rambutnya.

"Karena udah gantiin gue pidato" ucapnya yang mengangkat kaki kirinya dan menumpuknya di kaki kanannya. "Gak perlu makasih, emang udah tugas gue sebagai, cadangan"

Ia memperhatikan siswi itu dengan seksama, rasanya ia suka, suka dengan penampilan dirinya. Setelah siswi itu merasa dirinya sudah rapih, ia bergegas pergi dari tempat itu.

Akan tetapi saat siswi itu ingin melangkahkan kakinya keluar, "Bentar, kalo boleh tau, nama lo siapa?" tanya secepat kilat, berhasil membuatnya berhenti. "Gue Yorch" dan siswi itu langsung meninggalkan tenda.

Ia langsung bergegas ingin mengejarnya. "Yorch! Gue Elvano" kata itu yang keluar ketika melihat siswi itu belum jauh dari situ. "UDAH TAU!" teriaknya sebagai jawaban simpelnya.

Setelah melaksanakan pembukaan mpls di hari pertama, itu membuatnya nyaman sekali, bertemu dengan calon calon kekasih di masa depannya, dan berkat mereka semua, rasa percaya dirinya jadi membaik dan meningkat.

Saat ia ingin pergi ke ruang Komunitas Internasional, ia tertabrak dengan seorang perempuan berkuncir kuda. Rasanya ingin marah. Tapi, ternyata perempuan itu siswi yang sewaktu pagi memberinya semangat.

"Oh, hai," dengan PD ia menyapa siswi itu. "Awas!, gue mau kejar Ray" dirinya di dorong dengan keras hingga terjatuh. Ia akui, siswi itu sangat kuat, dan memang tadi ia juga melihat seorang siswa yang berjalan cepat sebelum ia tertabrak dengan siswi itu.

"Segitunya, ya" gumamnya sambil terus memperhatikan siswi yang lari mengejar lelaki lain.

Saat ia masuk ke ruang organisasi itu, ia merasa terlalu rajin. Karena hanya dirinya yang datang lebih awal dari yang lain. Ia langsung duduk di paling depan, tepatnya memilih di paling pojok dekat tembok.

Ia baru saja ingin membuka ponselnya, tapi ternyata ada orang lain yang masuk ke ruangan itu.

"Yorch?" Ia sedikit terkejut dengan kedatangan siswi yang tadi pagi ia temui. "Lo ngapain disini?" Tanyanya penasaran.

Yorch memilih duduk rada menjauh dari dirinya, tepat di tiga bangku di depannya. "Menurut lo!?" Jawabnya dengan santai.

Max mencoba mencari topik agar mereka berdua bisa banyak bicara. Sayang, Yorch bukanlah cewek yang cerewet di awal pertemuan mereka.

"Yorch, lo mau ikut ke Canada?" Tanyanya yang menghampiri siswi itu. "Hmm" jawabnya.

Ia berpikir lagi. "Lo di suruh ortu ya, ikut organisasi ini?" Hal itu membuat Yorch menatapnya sinis. "Itu elo, kali" jelas sekali terukir di wajah Max, sang anak pertama yang katanya akan menjadi pengganti tangan sang ayah.

Ia merasa dirinya di rendahkan. "Tau dari mana lo!?" Tanyanya tengil. "Jelas keliatan banget, lo itu, anak Mamih." Skip lah ngobrol sama dia, bikin hati potek.

Karena merasa rada kesal dengan pernyataan tersebut, ia memilih untuk balik ke tempatnya. Baru saja duduk di kursinya, ada seseorang lagi yang datang.

Bukan lain lagi, orang itu adalah Brayden. Siswa incaran para siswi di hari pertama mpls, dan ia adalah saingan berat Max. Jelas mereka kenal, karena mereka satu sekolah saat SMP. Mereka berdua sama-sama Homeschooling.

Kenapa dia bilang Brayden adalah saingannya? Karena ia adalah siswa misterius, yang setiap belajar hanya diam tanpa banyak bicara, tapi saat pembagian raport, ia juara satu umum dan rangking satu di jurusannya. Aneh bukan?.

Max yang belajar tiap malam, mencoba cari perhatian dari tiap guru yang ngajar. Ya, memang dapat perhatian itu, bahkan selalu di ajak untuk mengikuti lomba atau olimpiade, tapi nyatanya. Ia kalah saing dengan hantu dingin yang berada di kelasnya sendiri.

"Elo, Brayden kan?" Basa basi, sok nggak kenal. "Hmm" ya gitu deh.

Brayden duduk di sebelahnya, dan dirinya mendekati Brayden. Jujur, ia benar benar terkejut dengan Brayden di real life. Ganteng, keliatan banget Red Flag nya, wajar kalo jadi incaran cewek cewek di sekolahnya.

Brayden jarang sekali masuk kelas offline semasa SMP, terkadang Max juga memilih kelas online untuk mengetahui cara belajarnya Brayden. Tapi Brayden pendiam.

"Hello Deyden," ucap seorang siswi yang mendatangi mereka berdua, siapa lagi kalo bukan Yorch. "Apa?" suara itu membuatnya merinding, baru kali ini mendengar suaranya secara langsung.

Rada kaya homo yah, tapi mau gimana? Jelas Max sebagai lelaki aja suka sama sikap red flag Brayden, apalagi para wanita jahanam?.

"Tadi lo abis dari mana? Gue nyamperin lo ke kelas, tapi anak anak bilang lo enggak ada dari pagi" kali ini juga, manusia sok cool banyak bicara. First time ketemu, bisa keliatannya kepribadian gandanya.

Brayden langsung menatap siswi itu. "Ngapain, nyariin gue?" Yorch mendekati telinganya dan berbisik. "Biasa, taulah" Brayden membulatkan bibirnya dan menghadap ke arah Max.

"Lo mau ikut?" ucapnya mengajak Max pergi. Max awalnya ragu, tapi kedengarannya seru.

21 Days Theory of Love | ETINAZNATTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang