5² : 5 + 5 | Terlalu Nekat

18 1 0
                                    

"Kayaknya gue hari ini bakal sibuk banget," keluh Nesya ketika sadar bahwa pulang sekolah nanti dirinya harus ke kantor polisi. "Kenapa harus ada kejadian itu, sih? Kan nambah pekerjaan gue aja."

"Ngapain lo pagi-pagi udah menggerutu?" tanya Shilla kemudian meletakkan tas di bangkunya. "Terus tangan lo kenapa memar gitu? Lo habis ngapain?"

Bukan Shilla namanya jika tidak kepo. Rasanya seperti cewek itu akan gatal-gatal jika tidak tahu menahu mengenai Nesya.

Nesya memperhatikan pergelangan tangannya lalu menjawab enteng, "Enggak apa-apa. Biasalah ultrawomen."

"Gue enggak pernah percaya sama kata "enggak apa-apa' dari lo. Pasti terjadi sesuatu, 'kan?" selidik Shilla.

Tak lama setelahnya Candra dan Bagas masuk ke dalam kelas. Seperti biasanya Bagas tidak pernah melewatkan waktu untuk menjahili Shilla sehingga percakapan antara Shilla dan Nesya langsung berhenti. Membuat Nesya otomatis menghela napas lega.

"Ndra, gue mau ngomong sesuatu ke lo." Nesya pun keluar dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Candra.

"Loh Sya, lo mau kemana?" tanya Shilla ketika Nesya mengajak Candra untuk keluar.

"Di sini aja, Miss. Ngapain sih kepo sama urusan orang lain. Enggak baik," kata Bagas sembari menunjukkan senyum jahilnya.

Shilla pun mengurungkan niat untuk membuntuti mereka berdua. Padahal ia sangat yakin bahwa pergelangan tangan Nesya pasti ada hubungannya dengan apa yang akan mereka bicarakan.

"Udah, jangan ganggu gue. Bad mood banget gue hari ini," kesal Shilla lalu mengambil buku tulisnya dari dalam tas dan meletakkan ke meja dengan kasar.

"Emang Miss pernah good mood? Perasaan dari orok emang selalu bad mood deh."

"Lo ngomong lagi buku tulis ini bakalan melayang ke kepala lo!" ancam Shilla.

"Galak bener, Neng. Gue sumpahin lo suka sama gue!"

"Serah!" tukas Shilla kemudian meletakkan kepalanya di atas meja menghadap ke dinding. Seakan-akan memang mengisyaratkan Bagas untuk pergi dari hadapannya.

"Dih, untung sayang, kalau enggak udah gue tendang dari tadi," kata Bagas kesal, tapi juga gemas.

Sementara di depan kelas, Candra dan Nesya tampak serius membicarakan sesuatu.

"Ada yang pengen gue tanyakan ke lo. Tapi enggak di sini tempatnya. Kalau lo enggak keberatan dan ada waktu luang, boleh enggak nanti setelah gue dari kantor polisi kita ketemuan di taman dekat sekolah?"

Candra tampak berpikir sebelum mengiyakan. "Masalah serius?"

"Kurang lebih gitu. Gue enggak tahu sih lo bakal menganggap masalah ini serius atau enggak. Tapi gue beneran butuh jawaban dari pertanyaan yang dari kemarin berisik di kepala gue. Dan gue pikir lo satu-satunya yang bisa jawab itu."

"Garis besarnya tentang apa?" Bukannya Candra tidak mau membantu Nesya, hanya saja ia sedang fokus dengan turnamen basket bulan depan sehingga berusaha untuk latihan intens. Jika ia menyanggupi cewek itu, artinya ia harus merelakan waktu latihannya hari ini.

"Tentang Riko."

Candra terlihat terkejut sebentar sebelum akhirnya memasang muka tenang lagi. "Gimana kalau nanti malem? Abis gue latihan basket."

Setidaknya opsi tersebut bisa membuat Candra menyelesaikan keduanya. Membantu Nesya dan menyelesaikan latihan basketnya.

"Kalau gitu di kafe aja. Sekitar jam 7 malem, gimana?" tawar Nesya.

Something Called HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang