Fokus Dewa menonton film action dari layar laptop teralihkan ketika Salsa mendekatinya dan secara tiba-tiba menggerakkan lengan kirinya dengan manja.
"Kenapa?"
"Jangan ke cafe dulu ya, pacar Salsa mau main ke sini sekalian kenalan sama Kakak. Dia sekarang lagi on the way." Salma mengedipkan mata genit, mencoba merayu Dewa. Alih-alih terbujuk, Dewa justru mengedikkan bahu kemudian menyingkirkan tangannya.
"Astaga, Kakak merinding lihat kamu kayak gitu."
Salma mencebik kesal. Bisa-bisanya respon kakaknya seperti itu, di saat ia mati-matian untuk membujuk.
Dewa kontan tersenyum puas. "Tenang aja, film yang Kakak putar juga baru setengah perjalanan. Kakak enggak akan pergi sebelum filmnya selesai, jadi pastikan pacarmu udah datang sebelum itu."
Meski syaratnya sedikit nyeleneh, tapi Salsa mengangguk setuju. Toh jarak rumah Arkan dan rumahnya tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit dengan kecepatan sedang.
Salsa kontan berhamburan memeluk Dewa. "Makasih, Kak. Jadi makin ganteng deh sekarang. Salsa doakan cepat dapat pasangan. Aamiin."
Dewa sontak mencibir. "Kalau ada maunya aja kakaknya dipuji."
Tak setelah adegan itu terjadi, bel rumah terdengar berbunyi beberapa kali.
"Kayaknya itu Arkan," kata Salsa kemudian melepaskan pelukannya dari sang kakak. Senyum cewek itu terlihat merekah. "Salsa buka pintunya dulu, ya, Kak."
Dewa menggeleng takjub melihat kelakuan adiknya. Kebahagiaan yang Salsa pancarkan beberapa hari terakhir mungkin saja tidak lepas dari kehadiran cowok yang saat ini berada di depan pintu rumah. Hal tersebut membuat Dewa cukup antusias ketika Salsa memberitahu bahwa cowok itu akan datang.
"Kak, ini pacar aku."
Dewa otomatis mengalihkan atensinya dari layar laptop ke cowok yang Salsa kenalkan sebagai pacar.
Dewa menahan napasnya sesaat. Kemudian mencoba mengenali wajah itu.
Keduanya saling tatap beberapa detik.
Sebelum akhirnya.
Bug!
Dewa melayangkan kepalan tangan di rahang kiri Arkan tanpa aba-aba.
Salsa menjerit dan membekap mulutnya tidak percaya ketika tubuh Arkan mundur beberapa langkah sampai punggungnya mengenai ujung meja.
Dewa bergerak maju ke arah Arkan, berniat untuk memukul lagi, tapi Salsa dengan cepat menghalangi langkahnya.
"Sadar, Kak! Apa-apaan, sih! Sumpah ini enggak lucu!" ucapnya nyaris teriak.
Arkan masih berada di tempatnya dengan posisi memahami keadaan. Rahangnya berdenyut sakit tidak karuan. Ia mencoba berpikir alasan mengapa tiba-tiba Dewa memukulnya, tapi tidak berhasil. Ingatannya terlalu payah untuk itu.
"Ar, kamu mimisan," ucap Salsa panik. Ia dengan cepat mengambil beberapa lembar tisu dan turut menyeka darah Arkan.
Dewa masih diam di tempatnya. Dadanya naik-turun menandakan masih ada emosi yang belum tuntas dengan baik. Tatapannya tajam ke arah Arkan, seakan-akan jika tatapan bisa menghunus orang, Arkan akan mati saat itu juga.
"Kakak keterlaluan!"
"Dia adalah orang yang menyebabkan kecelakaan empat tahun lalu terjadi."
Jantung Salsa dan Arkan terasa berhenti berdetak beberapa detik.
Salsa berhenti menyeka darah yang mengalir dari lubang hidung Arkan.
Ucapan itu langsung menjawab banyak spekulasi atas alasan Dewa melakukan tindakan impulsif bahkan ketika mereka belum saling mengenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Teen Fiction[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...