Sudah lama Nesya tidak datang ke Dew Cafe. Hal tersebut yang membuat Nesya memutuskan untuk mampir sepulang sekolah. Ia rindu sensasi duduk di meja nomor tiga dengan segelas cokelat dingin dan novel di tangannya.
Kedatangannya pun disambut baik oleh pegawai di sana, beberapa dari mereka bahkan menanyakan kabar Nesya.
"Beneran enggak mau chat Bos Dewa, Kak? Siapa tahu dia langsung otw pas Kakak ngabarin." Salah satu pegawai yang mengantarkan minumannya mengatakan demikian.
Nesya menggeleng tegas. "Enggak apa-apa, saya tunggu di sini aja. Takut ganggu kalau saya chat."
"Baik, Kak. Semangat nunggu sambil minum es cokelatnya kalau gitu."
"Terima kasih."
Keduanya saling melempar senyum sopan untuk menghargai satu sama lain.
Nesya memutuskan untuk memasang earphone di kedua telinganya, lalu mengeluarkan novel yang sudah sejak lama ia beli, tapi belum sempat terbaca. Setidaknya untuk sejenak, ia ingin menikmati suasana damai seperti ini.
"Hai Nesya."
Sapaan terdengar saat Nesya hendak membaca bab keenam dari novel yang ia baca. Cewek itu sontak menoleh ke sumber suara lalu dengan cekatan melepaskan earphone. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas.
"Wah Kak Teo, lama banget kita enggak ketemu." Nesya berdiri dari tempat duduknya lalu menyambut tangan Teo untuk salaman. Mereka memang sempat beberapa kali komunikasi setelah kasus Riko ditutup, tapi ini pertama kali pertemuan keduanya setelah hari itu di danau.
"Kangen nih ceritanya?"
"Lumayan. Soalnya Kakak baik banget karena mau baca ketikan Nesya yang kadang enggak jelas."
Teo melepaskan tangannya dari Nesya, lalu mengacak gemas puncak rambut cewek itu. "Gimana kabarnya?"
"Aman kok, Kak. Nesya baik-baik aja. Kakak juga apa kabar?" tanya Nesya antusias.
"Sedikit enggak enak badan, tapi enggak apa-apa. Kayaknya karena kecapean. Nanti dibawa tidur juga sembuh."
"Semoga cepat sembuh, Kak."
Tak lama setelahnya Dewa terlihat memasuki kafe. Ekspresi wajah yang semula serius, langsung berubah ceria setelah melihat Nesya ada di sana.
"Wah pelanggan setia datang lagi nih."
Sementara Nesya menanggapi ucapan Dewa dengan menyengir lebar.
"Udah ah, gue mau balik. Masih banyak kerjaan yang harus diselesaikan sebelum tidur."
"Kok udah mau pergi aja, Kak?"
"Biasa, Sya. Orang sibuk." Bukan Teo yang mengatakan itu, melainkan Dewa.
"Iya tadi juga udah ngobrol banyak sama Dewa di luar. Sengaja mampir ke sini karena Dewa ngasih tahu lo datang."
Tidak ingin membuat Nesya kebingungan, Dewa langsung klarifikasi. "Dapat kabar dari grup kafe. Mereka kayak kedatangan presiden aja sampai heboh di sana."
Ketika Teo pergi, Salsa muncul. Cewek itu datang-datang langsung memberikan pertanyaan kepada kakaknya. "Yang barusan pergi siapa, Kak?"
"Kebiasaan nih anak, pulang sekolah bukannya salam dan salim sama kakaknya, malah ngasih pertanyaan."
Salsa yang sadar telah melakukan kesalahan langsung memperbaikinya secepat mungkin.
"Gitu dong, kan enak dilihatnya," omel Dewa.
"Jadi dia siapa?"
"Teo, teman sekolah Kakak dulu. Kenapa? Kok kamu kayak penasaran gitu. Biasanya juga cuek sama orang lain. Jangan-jangan udah berpaling dari Arkan ke Teo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Teen Fiction[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...