Nesya belum mau membuka mata karena takut dirinya berada di dunia lain, bukan lagi berpijak di bumi. Tadi ketika depan motor beberapa senti hendak menyentuh tubuhnya dan suara klakson terdengar begitu nyaring, dirinya memejamkan mata, lalu merasa tubuhnya melayang terbawa oleh sesuatu dan sekarang mendarat entah di mana.
“Hei, lo baik-baik aja?”
Bahkan saat suara itu terdengar di telinganya, Nesya masih enggan untuk membuka mata. Ia benar-benar takut jika ternyata suara itu bukan suara manusia, melainkan makhluk lain di dunia yang tidak pernah ia jamah sama sekali.
Nesya baru mau membuka mata setelah seseorang menepuk pipinya pelan. Nesya berpikir bahwa itu sudah menjadi pertanda bahwa dirinya masih berwujud manusia sehingga bisa disentuh. Pertama kali setelah membuka mata yang dirinya lihat adalah tatapan mata seseorang. Terlihat begitu cemas. Namun ketika Nesya sadar bahwa dirinya berada di jarak begitu dekat dengan seorang cowok, Nesya langsung mendorongnya. Bahkan Nesya mundur beberapa langkah supaya tidak tergapai.
Cowok itu sempat kebingungan sekaligus kesal karena menolong orang yang tidak tahu terima kasih. Namun saat ia melihat bahu Nesya bergetar dan menatapnya dengan takut, cowok itu langsung berkata, “Tenang. Tenang. Gue bukan penjahat. Gue tadi nolong lo karena nyaris tertabrak motor.”
“Kita pernah kenalan. Gue Dewa, pemilik Dew Cafe yang sering lo datangi," lanjutnya ketika belum menemukan ketenangan di mata Nesya.
Setelah berhasil mengingat tentang cowok itu, Nesya langsung luluh dan kini merasa lebih lega. Ia juga tidak lagi mundur kala Dewa mendekat.
Nesya menunduk. "Maaf, gue udah nganggap lo orang jahat. Gue masih trauma sama tukang ojek yang mau melecehkan gue tadi."
Kemudian tanpa basa-basi, Dewa menarik bahu Nesya dan memeluknya erat.
“Gue kira bakal mati hari ini,” ucapnya lalu menangis keras detik itu juga.
Dewa tidak tahu harus merespon seperti apa. Bahkan ia juga tidak mengerti dengan perasaannya. Ada rasa sakit ketika melihat Nesya terlalu seperti ini. Ada kemarahan juga yang hinggap hingga ia berkeinginan memberi pelajaran kepada pria yang Nesya maksud.
Setelah Nesya mulai tenang, Dewa menguraikan pelukannya. “Luka lo harus diobati.”
Dewa mengamati luka di lutut Nesya yang darahnya memang sudah mengering, tapi berhasil membuatnya meringis pelan.
“Gue antar lo ke klinik terdekat, ya. Lutut lo harus diobati biar enggak infeksi.”
Karena tidak memiliki alasan untuk menolak, Nesya pun mengangguk. Mungkin memang lebih baik dirinya menepi di suatu tempat terlebih dahulu sebelum pulang. Agar orang rumah juga tidak panik melihat kondisinya yang berantakan seperti sekarang.
*
Usai mendapatkan perawatan dan obat-obatan, Nesya langsung meminta Dewa mengantarnya pulang.
“Masih kuat jalan enggak?” tanya Dewa sembari membantu Nesya turun dari ranjang klinik.
“Masih kok.”
Dewa kontan mengangguk, lalu membawa satu tangan Nesya ke bahunya. Mereka berjalan pelan menuju lobi. Dewa menyuruh Nesya duduk di salah satu bangku sembari menunggu dirinya yang masih harus mengambil motor di tempat parkir.
Setelahnya Dewa kembali membantu Nesya untuk naik ke atas motor.
“Pegangan. Gue enggak mau sampai muncul berita jadi tersangka atas jatuhnya anak SMA dari motor.”
Nesya kontan memukul bahu Dewa. “Doanya jelek banget.”
Meski mendapat pukulan, tapi Dewa bahagia karena setelahnya Nesya memeluk pinggangnya. Entah Dewa bermimpi apa kemarin malam, sampai dirinya bisa berinteraksi intens dengan Nesya seperti saat ini. Seorang cewek yang menarik perhatiannya sejak pertama masuk ke dalam Dew Cafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Teen Fiction[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...