Sekitar dua hari sejak kejadian Nesya hampir dibunuh, akhirnya polisi mengabari bahwa pelaku berhasil ditemukan. Namun tidak hanya kabar gembira, polisi juga memberikan kabar buruk. Dua penjahat yang resmi menjadi pelaku ditemukan sudah tidak bernyawa di kontrakannya. Adanya busa di sekitar bibir keduanya diyakini bahwa mereka melakukan bunuh diri dengan racun sebelum polisi datang.
Tentu saja hal itu terdengar sangat menyedihkan karena mereka adalah satu-satunya informan untuk tahu alasan dan dalang di balik penyerangan tersebut.
Namun lihatlah keadaan saat ini, kematian mereka membuat pertanyaan besar itu masih menggantung tanpa jawaban.
"Kenapa semuanya jadi kayak gini?" Badan Nesya seketika melemas mendengar semua penjelasan tersebut.
"Shit!" umpat Arkan usai menutup telepon dari polisi. "Bisa-bisanya mereka bunuh diri setelah melakukan tindakan keji itu."
Tak lama setelahnya sebuah pesan WhatsApp masuk di ponsel Nesya.
Ponsel Nesya yang berada di meja membuat Arkan tidak sengaja membaca notifikasi pesan tersebut. Nesya yang juga turut membaca sedikit pesan itu langsung panik dan buru-buru untuk mengambilnya. Sayangnya kegesitan yang dirinya punya tidak lebih cepat dari Arkan.
escenadelcrimenn@gmail.com
Stop at here or you'll die!Nesya kontan merutuk dalam hati dan menyesal karena meletakkan ponsel sembarangan di atas meja.
"Balikin, Ar!" Nesya berusaha mengambil ponselnya dari tangan Arkan, tapi belum berhasil.
"Apa maksudnya? Berhenti dari apa? Kenapa dia sampai mengancam bakal bunuh lo?!" tanya Arkan bertubi-tubi.
"Paling cuma orang iseng."
Arkan mengabaikan kalimat Nesya yang demikian dengan membaca nama pengirim pesan tersebut.
"Bukannya nama pengirim ini sama kayak yang pernah lo ceritakan ke gue di hari pemakaman Riko? Dia orang yang sama kan yang lo curigai sebagai dalang di balik bunuh dirinya Riko?" selidik Arkan. Ia mengalihkan tatapan sepenuhnya kepada Nesya dengan tajam. "Jangan bilang lo masih mengulik kasus Riko?"
"Enggak. Itu pasti cuma prank, jangan dibuat serius."
"Rubbish. Lo udah bohongin gue berkali-kali. Dan kali ini gue enggak mau dibohongin lagi."
Tanpa meminta izin, Arkan mulai mencari nama Teo di riwayat chat Nesya. Ia membukanya dan membaca isi pesan tersebut dengan cermat sembari terus menghalangi Nesya mengambil ponsel dari tangannya.
Pesan terakhir yang Nesya kirimkan kepada Teo berbunyi bahwa cewek itu mendapat petunjuk dari Candra bahwa ada luka memar seperti bekas ikatan tali di pergelangan tangan Riko.
Sadar bila dirinya sudah ketahuan, Nesya langsung berhenti dari upayanya mengambil ponsel.
Ia sudah tidak bisa mengelak lagi sekarang.
Arkan menangkap misinya.
"Gue enggak nyangka lo bakal bohong sebesar ini ke gue, Sya. Lo bilang udah berhenti buat ikut campur, tapi nyatanya lo malah semakin memperdalam pencarian untuk membenarkan hipotesis lo." Arkan meletakkan ponsel Nesya dengan kasar di tempat semula hingga membuat Nesya sempat melonjak kecil. "Jangan-jangan dua penjahat itu ada kaitannya dengan kasus Riko? Dan lo udah tahu tentang itu?"
Nesya hanya menunduk. Ia tidak berani melihat wajah Arkan sama sekali. Sudah sembilan tahun mereka bersahabat, Nesya tentu tahu bahwa tatapan tajam Arkan saat marah itu mematikan. Kilatan amarah di mata dan wajah pemuda itu pasti terlihat sangat menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Teen Fiction[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...