Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, tapi ponsel Nesya tidak berhenti berdering sejak tadi. Kemudian dengan kesal Nesya mengambil ponsel di atas nakas. Layar ponselnya tertera nomor tidak dikenal. Hingga membuatnya meletakkan ponsel itu lagi tanpa berniat mengangkatnya.
Namun ponselnya berdering lagi hingga empat kali dari nomor yang sama. Sehingga Nesya terpaksa mengangkatnya.
"Ini dengan Mbak Nesya Amalia, anak dari Ibu Shinta Jehana?"
"Iya. Ada apa ya menelepon saya di jam pagi buta kayak gini?" jawabnya ogah-ogahan tanpa ada niatan membuka mata.
"Ibu Mbak kecelakaan."
Satu kalimat itu berhasil membuat Nesya langsung menegakkan tubuh.
"Bapak jangan bercanda."
Nesya langsung lari ke kamar mamanya berharap sang mama ada di dalam. Sayangnya tidak ada siapa-siapa di sana.
Sampai ia mendapati foto dari lawan bicaranya, jantung Nesya terasa berhenti detik itu juga. Seorang wanita bersimbah tergeletak di jalan.
Ia zoom in foto tersebut, sembari berdoa agar tidak menemukan tanda-tanda bahwa itu mamanya.
"Tas itu persis kayak yang Mama pakai kemarin sebelum berangkat kantor," gumamnya tidak percaya. Air matanya luruh seiring dengan cemas yang merajalela.
Kepanikan mulai mengalahkan akal sehatnya.
"Saat ini beliau lagi dibawa ke ambulance, nanti saya akan share lock rumah sakitnya."
Usai penelepon menutup panggilan, Nesya langsung mencoba menghubungi mamanya. Meski ia menemukan tanda bahwa wanita di foto tersebut memang mamanya, tapi Nesya masih ingin memastikannya.
Sembari menunggu panggilannya dijawab, Nesya juga berlari ke kamar Bibi.
Penampakan acak-acakan Nesya, ekspresi panik, dan wajah yang sudah dibanjiri dengan air mata membuat Bibi seketika ikut khawatir.
"Non kenapa?"
"Mama tadi malam enggak pulang, Bi?"
Bibi menggeleng. "Kan Nyonya sekarang lagi ada di luar kota, Non. Masih Kamis besok pulangnya."
Panggilan yang tidak kunjung dijawab dan pernyataan Bibi membuat Nesya jadi yakin bahwa orang yang menghubunginya tidak berbohong. Mama sepertinya memang kecelakaan.
"Mama kecelakaan, Bi!" kata Nesya sebelum akhirnya berlari ke dalam kamar untuk ganti baju.
Bibi tidak langsung merespon karena berita tersebut terlalu mendadak dan terjadi begitu saja. Barulah sekitar sepuluh detik, Bibi menghampiri Nesya.
Nesya keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapi, seakan-akan sudah siap untuk pergi.
"Non mau kemana?" tanya Bibi.
"Mau ke rumah sakit dimana Mama dibawa."
Bibi mencekal pergelangan tangan kanan Nesya. "Non udah memastikan kalau itu Nyonya? Bukan penipuan?"
Nesya langsung menunjukkan foto yang dikirim oleh orang asing itu dan mengatakan bahwa tas tersebut adalah model yang sama seperti milik mamanya terakhir kali sebelum pergi ke luar kota.
"Tapi tas kayak gini banyak yang punya, Non. Bukannya apa-apa. Bibi khawatir kalau ini penipuan dan mereka mau berbuat jahat sama Non. Kita hubungi kantor teman Mama Non dulu, ya. Kita pastikan dulu."
"Nesya enggak ada waktu lagi, Bi. Nesya harus pergi sekarang. Mama pasti butuh Nesya," katanya kalut.
"Kalau gitu Non pergi sama Den Arkan, ya. Biar Bibi hubungi dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Novela Juvenil[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...