Tidur nyenyak Nesya terganggu ketika ponselnya berbunyi, menandakan ada telepon yang masuk. Cewek itu mengangkatnya dalam keadaan setengah sadar. Tepat berita diberitahukan, Nesya mengubah posisinya menjadi duduk tanpa aba-aba. Mata yang tadinya lengket seperti dilem saat ini menjadi terang benderang.
Arkan belum pulang, ketika jam menunjukkan pukul dua belas malam.
Terlepas dari kekesalannya kepada Arkan karena tidak mau menjemput, khawatir tetap menghantam kuat perasaannya.
Cewek itu segera mengambil outer rajut dari lemari lalu memakainya. Sebelum menutup pintu kamar, ia sempat mengirim pesan kepada Arkan. Siapa tahu saat di perjalanan, sahabatnya membaca pesan yang ia kirimkan.
Nesya berjalan pelan-pelan ketika melewati kamar Shinta, lalu berlari kencang. Ia berencana pergi bersama Dina untuk mencari Arkan.
Nesya menunggu tepat di depan pagar dengan harap-harap cemas. Saat mobil Dina sudah berada di depannya, ia langsung membuka pintu dan masuk.
"Kakak udah menghubungi dia berkali-kali, tapi enggak ada jawaban. Kakak takut dia kenapa-napa. Apa dia enggak ada ngomong sesuatu sama kamu?"
Nesya menggeleng. "Seharian ini kita enggak komunikasi, Kak."
"Nesya coba hubungi pacarnya Arkan, ya, Kak."
Dina mengangguk setuju.
Nesya menelepon Salsa. Beberapa kali. Sampai panggilan keempat, ada suara yang akhirnya menyahut. Hal yang membuat Nesya sedikit terkejut adalah ada suara isak tangis di seberang sana, yang ia yakini berasal dari Salsa.
Nesya bertanya singkat mengenai apa yang terjadi pada Salsa. Tapi Salsa seperti tidak mau memberitahu apa pun hingga Nesya memutuskan untuk berhenti mengulik.
"Gimana, Sya?"
Dina menoleh kemudian mendapat gelengan kepala dari Nesya. "Katanya Arkan tadi emang ke rumah Salsa, tapi sekarang Salsa enggak tahu dia dimana. Kayaknya mereka habis berantem deh, Kak."
"Kita coba pergi ke tempat ini aja, Kak. Siapa tahu Arkan di sana," ucap Nesya mengarahkan gmaps Dina ke lokasi yang menjadi kemungkinan terbesar keberadaan Arkan saat ini.
*
"Sialan!"
Dewa menonjok tembok kamar Salsa dengan keras sampai buku-buku tangannya berdarah. Dewa kalut karena Salsa sama sekali tidak mau menyahut panggilan ataupun membuka pintu kamarnya.
Kenyataan yang baru saja terungkap sama-sama menyakiti keduanya.
Hati Dewa semakin tersayat ketika mendengar suara isak tangis Salsa yang bersahutan dari dalam. Ia meluruhkan diri, bersandar pada tembok. Sekali lagi, ia mengucapkan sumpah serapah, lalu mengusap wajahnya frustrasi.
Kenapa takdir menjadi serumit ini?
Ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa setelah ini.
Kenapa di antara semua orang, harus Arkan yang menjadi pelabuhan hati adiknya?
Kenapa harus orang yang sudah menyebabkan ia kehilangan pusat hidupnya?
Sedangkan di dalam kamar, Salsa memeluk lututnya sendiri di samping kasur. Skenario apa yang Tuhan gariskan untuk dirinya? Bagaimana mungkin ia harus terjebak antara pilihan kakak atau cinta pertamanya?
Baru saja ia merasakan apa arti cinta.
Baru saja ia tahu bahwa menyukai orang bisa membuat hatinya berbunga-bunga.
Baru saja ia merasakan kehidupan berwarna sesungguhnya karena Arkan.
Kebahagiaannya nyaris sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Hope
Teen Fiction[TEENFICTION] [16+] "Kenapa lo melakukan semua ini?" tanya Nesya penuh emosi. Seseorang itu mencondongkan badan lebih dekat dengan Nesya, lalu tersenyum puas. "Karena gue pengen menghancurkan hidup lo dan berharap lo enggak pernah bahagia." "Sialny...