Bagian 06| PERMINTAAN MAAF

173 68 1
                                    

HALOO

Selamat malam

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian dengan voment 🤩

Happy Reading ᝰ.ᐟ

•••

“Maaf, untuk segala hal yang menyakitkan.”

•••

Altair perlahan membuka matanya, pandangannya masih kabur, dan ia merasakan nyeri menyebar di beberapa bagian tubuhnya. Setiap gerakan kecil terasa berat dan menyakitkan.

Setelah beberapa detik, ia mulai menyadari ruangan putih di sekitarnya, suara pelan dari mesin medis yang beroperasi, dan wajah-wajah akrab yang menatapnya dengan cemas di sekeliling tempat tidurnya.

Ezra adalah yang pertama menyadari bahwa Altair sudah sadar. “Bro, akhirnya lo bangun juga!” katanya, nada lega terdengar jelas di suaranya.

Altair mengerjapkan matanya, lalu mencoba tersenyum tipis meski wajahnya tampak menahan sakit. “Maaf gue nggak bisa bawa Djielang menang kali ini,” ucapnya lirih, terdengar kecewa pada dirinya sendiri.

Jevano menggelengkan kepala, menepuk pundak Altair dengan pelan. “Udahlah, yang penting lo selamat. Kita nggak peduli sama hasil pertandingan itu.”

Damian dan Liam mengangguk, menunjukkan dukungan mereka tanpa perlu banyak kata. Altair merasakan sedikit kelegaan di hatinya, teman-temannya tak menyalahkannya, dan keberadaannya di sini adalah yang paling mereka pedulikan.

Tiba-tiba, suara notifikasi terdengar dari ponsel Altair yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur. Ezra mengambilnya dan menyerahkannya pada Altair. Saat membuka pesan itu, ekspresi Altair berubah tegang.

“Kenapa, Al?” tanya Liam yang mulai curiga.

Altair mengerutkan kening, membaca pesan yang terpampang di layar. Pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal, dengan isi yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat:

“Salah satu dari kalian akan diculik. Waspadalah.”

Altair mengangkat tatapannya, bertukar pandang dengan teman-temannya yang kini sama-sama tegang.

“Gue nggak tau siapa yang ngirim ini tapi kayaknya mereka serius,” gumam Altair, suaranya pelan tapi penuh kekhawatiran.

Ezra mengepalkan tangannya, menahan amarah sekaligus rasa cemas yang muncul tiba-tiba. “Siapapun yang main-main sama kita, dia nggak akan dibiarkan gitu aja.”

Jevano, Damian, dan Liam menatap satu sama lain, menyadari bahwa ancaman ini bukan hal yang bisa diabaikan. Mereka perlu lebih waspada lagi, sebab kini, bahaya bisa datang kapan saja, menargetkan siapa saja di antara mereka.

 Keheningan yang penuh kewaspadaan memenuhi ruangan, saat mereka menyadari bahwa pertarungan mereka jauh dari selesai.

Di tengah ketegangan yang menyelimuti ruangan setelah membaca pesan misterius itu, Jevano mencoba mencairkan suasana dengan senyuman kecil.

“Eh, by the way, tadi Raina sama Kenzie sempet kesini, loh,” katanya sambil menatap Altair. “Mereka nungguin lo buat jenguk, tapi sayangnya waktu itu lo masih pules.”

ALTAIR [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang