28

1.8K 206 9
                                    

29 Januari
1089 words
.
.
.

Mama Cangse menatap penuh selidik kepada putranya. Alis wanita itu bertaut dan matanya menyipit, bibirnya mengerucut bergumam.

Malam itu langit cerah penuh bintang, sepasang ibu dan anak itupun tidak mau melewatkannya. Sudah menjadi kebiasaan Wei Wuxian sedari kecil, jika bintang bertaburan di langit ia akan mengajak ibunya untuk melihat bintang bersama. Biasanya, sang ayah juga ikut. Tapi tidak kali ini karena kepala keluarga Wei itu sedang asyik bermain catur dengan Lan Wangji.

Niatnya sih main-main mengajak si bungsu Lan bertanding catur sehabis makan malam tadi. Tapi papa Wei ketagihan karena tiga kali kalah berturut-turut oleh Lan Wangji, dan ini entah pertandingan mereka yang ke berapa kali.

Kembali ke mama Cangse.

Ibu satu anak itu memperhatikan wajah putra satu-satunya dengan teliti. Oh, oh lihatlah itu!

Wei Wuxian merona dan kadang senyum-senyum sendiri. Ia terkadang pura-pura meminum coklat panas yang ia pegang untuk menyembunyikan senyumannya. Nyatanya, coklat itu masih utuh tidak berkurang sedikitpun.

Terkadang pula ia menggigit bibirnya sendiri atau memalingkan wajahnya. Ya tentu untuk menyembunyikan senyumannya juga.

Mama Cangse heran jadinya, seperti biasa karena langit cerah, putranya itu mengajak dirinya melihat bintang. Tapi apa ini?

Ia malah sibuk menyaksikan putranya yang tersipu seperti sedang kasmaran.

Jangan-jangan Wei Ying jatuh cinta?

Kepada siapa?

Kepa— oh, tentu saja kepada si tampan yang ia bawa dari Gusu.

"A-Ying?". Panggil mama Cangse, namun tidak ada jawaban. Si cantik masih sibuk senyum-senyum sendiri. Bukannya apa, takutnya si cantik kesurupan.

"A-Ying?". Panggil mama Cangse lagi, dan lagi-lagi Wei Wuxian tidak menjawab.

Mama Cangse kemudian bangkit dan menghampiri kursi Wei Wuxian yang berada di hadapannya, ia mendekatkan bibirnya ke telinga sang anak.

Sementara Wei Wuxian masih asyik dengan pikirannya, ia tidak menyadari keberadaan sang ibu yang tepat berada di sampingnya.

"A-Ying sedang apa?". Mama Cangse dengan nada rendah berbisik di telinga Wei Wuxian.

"Sedang memikirkan sesuatu hehehe". Jawab Wei Wuxian secara tidak sadar sembari tertawa pelan.

"Apa itu?". Tanya mama Cangse lagi seperti tadi.

"Lan Zhan hehehe h— ".

Tunggu dulu. Siapa yang bertanya? Wei Wuxian membeku, dengan gerakan patah-patah ia menolehkan wajahnya ke samping dan terpampang lah senyuman menyeramkan milik sang ibu.

"Hehehe, ada mama". Ujar Wei Wuxian canggung, pelan-pelan ia meletakan cangkir yang berisi coklat panas miliknya.

Mama Cangse mencibir kemudian kembali ke tempat duduknya.

"Ada mama, ada mama. Dari tadi kan mama sama A-Xian di sini".

Wei Wuxian membuang muka sembari mengulum bibirnya, alu ketahuan sedang melamun oleh sang ibu.

"A-Ying jujur sama mama, kau dan Wangji-Wangji itu berhubungan kan?". Tanya mama Cangse dangan nada menyelidik.

"A- Aku...". Wei wuxian terbata, jujur saja sebenarnya ia takut orang tuanya tidak setuju akan hubungannya dengan Lan Wangji karena pria itu miskin, tapikan keluarga mereka tidak materialistis.

"Jujur saja A-Ying, mama tidak akan marah". Ujar mama Cangse dengan lembut. Wei Wuxian mengangkat kepalanya dan menatap sang ibu dengan semburat merah di wajahnya.

Oh, my Lan Zhan!! [WangXian] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang