• XB 16 •

25 6 0
                                    

Happy reading 🌷

🥖🥖🥖

Alsa menatap sayu langit-langit kamarnya, cahaya remang-remang dari lampu membuat kantung mata yang menghitam itu sedikit tak terlihat. Gadis itu menghela napas berat, hembusan napasnya kali ini benar-benar terlihat lelah.

Alsa menoleh dengan malas ke arah jam dinding yang berada tak jauh dari dirinya berbaring sekarang. Waktu menunjukkan pukul dua dini hari.

Seperti tidak berniat untuk tidur, gadis yang sekarang paha dan lengan di penuhi oleh darah yang mengering itu tetap bergeming di tempatnya berbaring kali ini.

Mata lelahnya berkedip dengan air mata yang kembali menetes. Bagiamana Alsa bisa menjelaskan apa yang ia rasakan kali ini? Begitu banyak bayangan-bayangan hitam yang muncul dipikirannya yang membuat ia begitu ketakutan.

Perkataan dari orang yang telah melahirkannya terus terngiang di otaknya yang begitu lelah malam ini.

-

"Mamah masih muda kak, mamah butuh pendamping. Kamu pikir mamah gak cape kerja terus-terusan buat ngehidupin kalian bertiga?"

"Restuin mamah buat nikah lagi, jangan egois. Mamah minta untuk kali ini."

"Kapan Alsa egois, mah?"  Alsa menatap Maria dengan pancaran kekecewaan.

"Gak bisa nunggu Alsa lulus? setelah Alsa lulus nanti mamah gak perlu cape-cape kerja lagi, biar Alsa yang nyari uang."

"Mamah butuh teman hidup kak. Tolong ngertiin mamah!"

-

Alsa menatap pecahan kaca yang di genggamannya, Alsa benci ketika ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Alsa tau apa yang di lakukannya saat ini bukan hal yang dapat di tiru.

Katakan saja Alsa itu lebay, tetapi sungguh hal yang menurut orang lain lebay dan berlebihan ini lah yang membuat Alsa sedikit lebih tenang dan dapat menenangkan sedikit dan menghilangkan ketakutannya.

"Mamah tau? Alsa masih inget jelas waktu mamah janji sama Alsa."

"Mamah janji, setelah ini mamah gak bakal mau nikah lagi, mamah mau fokus sama anak-anak mamah."

"Kenapa mamah ngelanggar janji yang mamah buat sendiri?"

Wajarkah Alsa kecewa terhadap orang tuanya itu kali ini?

Alsa melemparkan pecahan kaca yang di genggamnya tadi, ia tidak peduli jika suara kaca tersebut beradu dengan lantai kamarnya terdengar.  Tangan kanannya beralih meraih tisu di atas nakas, dengan kasar Alsa mengusap-usap darah yang hampir mengering itu di atas pahanya.

Dia lalu meraih alkohol dan betadine dan mengobati luka sayatan yang ia buat sendiri. Setelah selesai Alsa beranjak dan berjalan ke arah meja belajar, Alsa meraih buku-buku pelajaran yang akan di bawanya besok ke sekolah, dan di masukannya ke dalam tas.

"Tidur juga percuma." gumamnya pelan sambil duduk di atas kursi belajarnya itu.

"Kenapa dulu mamah gak gugurin gue aja ya?"

Xavier's Bakery || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang