Keningku berkerut melihat tingkah wanita penjual perhiasan itu. Seenaknya saja menunjuk-nunjuk. Semasa hidup di duniaku pun aku enggan diperlakukan seperti itu. Membuat emosi saja.
Untung aku ingat status sekarang, menantu dari Duke Edmont yang disegani oleh rakyat. Kalau tidak sudah kugigit telunjuk rampingnya yang tidak sopan.
"Ada apa, Nyonya? Apa kita pernah bertemu?" tanyaku pada akhirnya.
Wanita penjual perhiasan berjalan cepat menghampiriku. Matanya kagum. Terlebih saat melihat ke arah wajah dan rambut. Ia berdiri dekat sekali. Sampai hembusan napasnya terasa di wajahku.
"Nyonya?" tegurku lagi.
Ia tergagap lalu mundur perlahan. Wajahnya memerah. Mungkin malu.
"Tidak, Nona. Maafkan tingkah laku saya yang tidak sopan," ujarnya.
"Tidak masalah. Justru saya khawatir pernah bertemu Nyonya dan membuat kesalahan," kataku sambil tersenyum kecil.
"Bagaimana mungkin Nona Giselle yang disayangi rakyat Apore membuat kesalahan?" Matanya membola. "Kami mengenal Nona sebagai pribadi yang baik dan lembut."
"Anda berlebihan, hm, Nyonya ... "
"Audite, panggil saya Audite!" sambungnya cepat.
"Ah, Nyonya Audite. Jangan memuji saya seperti itu." Aku tersenyum lagi.
Giselle asli lembut dan tidak memiliki catatan keburukan di mata rakyat Apore, wilayah yang dikuasai oleh Duke Jarrod Edmont. Pujian Audite tak berlebihan.
Akan tetapi, kini aku yang menguasai tubuh ini. Tak ada lagi yang namanya menerima takdir begitu saja. Diinjak, melawan. Sekalipun Duchess Edmont pelakunya, aku tak akan diam saja.
"Baiklah, Nyonya Audite. Apa saya bisa melihat koleksimu sekarang?" Duchess Edmont berbicara dengan elegan.
Cepat-cepat Audite membungkuk. "Tentu, Duchess. Mohon maaf atas ketidaksopanan saya."
"Tak masalah. Menantuku memang sering menarik perhatian." Duchess Edmont kemudian berjalan menuju sofa. "Silakan duduk, Nyonya Audite."
"Terima kasih, Nyonya."
Aku menghela napas panjang. Pasti Duchess Edmont tak nyaman karena harus berdiri terlalu lama. Audite terlalu sibuk mengagumiku. Aku juga menanggapinya, hingga terlupa dengan keberadaan ibu mertua.
"Giselle, duduklah di sebelahku!" perintah Duchess Edmont.
"Ah, baik!" sahutku cepat dan langsung duduk di sebelahnya.
Audite mulai mempresentasikan koleksi perhiasan yang dibawa. Semua barang baru dan langka. Sesekali ia melirikku. Tatapannya tetap sama. Kagum dan terpesona.
Jujur, aku menyadari bahwa aku memiliki ciri khas yang berbeda dengan gadis-gadis lainnya. Saat berada di keramaian pasti selalu menarik perhatian.
Jika seluruh perempuan di Kekaisaran Utara memiliki rambut lurus hitam legam dan wajah tirus, aku malah dianugerahi rambut ikal kemerahan dengan wajah nyaris bulat.
Dagu dan hidungku mungil, pipi sedikit berisi, dan mata lembut dengan sorot tajam. Tubuhku mungil, sedikit berisi, tak sama seperti perempuan lain yang tinggi semampai.
Namun tetap yang paling mencolok adalah area wajah dan rambut. Tak seorangpun bisa mengalihkan perhatian dari itu. Meskipun tidak nyaman, Giselle asli terkadang senang. Dewa menganugerahi kecantikan berbeda untuknya.
Sekarang, aku yang harus repot-repot mengurus kecantikan ini untuknya. Padahal aku senang bersembunyi dari perhatian. Gara-gara perbedaan penampilan, mau tak mau aku harus rela ditatap orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And The Bad Husband [On Going]
FantasySetelah mati tenggelam, aku terbangun di tubuh seorang wanita lemah lembut bernama Giselle Albern. Wanita yang hidupnya dihabiskan dalam kebodohan karena menuruti apa kata suaminya yang kejam, Dariel Edmont, putra pertama Count Jarrod Edmont. Apakah...