5. Pasar

1K 84 1
                                    

Ternyata ada pasar di dekat Mansion Naga. Lumayan untuk hiburan kala bosan melanda. Seingatku, Giselle asli tak pernah datang ke mari. Dia tidak suka keramaian, apalagi menjadi pusat perhatian karena rambut dan wajahnya.

Kami berjalan perlahan-lahan. Cukup banyak orang di sini. Padahal hari hampir malam, tapi sepertinya mereka juga ingin mencari angin segar.

"Nona, apa ada yang ingin Anda beli?" tawar Leila.

Biasanya, kalau sedang ada pasar malam, aku suka membeli permen kapas. Mengingat mesin permen kapas ada pada tahun 1897--kurang lebih seribu tahun lagi, jadi sepertinya di sini tidak ada.

"Kira-kira apa yang bisa kubeli, Leila?" Aku bertanya balik.

"Anda sangat jarang ke pasar. Saya agak kesulitan merekomendasikan sesuatu. Selama ini, kebutuhan Anda selalu tercukupi," balas Leila.

Benar juga, Giselle asli selalu merasa semua yang dibutuhkan telah tersedia di Mansion Naga. Makanya ia tak pernah keluar barang selangkah pun dari pintu. Ingin menjadi istri yang baik, tapi malah tidak dihargai. Menyedihkan sekali.

Tubuh ini tidak pernah bersenang-senang. Sekarang aku pemiliknya. Maka akan kulakukan apa pun yang tak pernah Giselle asli lakukan.

Aku menoleh ke belakang dan tersenyum ceria. "Aku ingin membeli makanan, Leila. Kalau ada barang yang menarik, akan kubeli juga. Semuanya!"

"Ah!" Leila tampak ragu.

"Tidak ada alasan! Apa pun itu, kau harus mau membelikannya untukku!" tegasku.

Leila tersenyum simpul. "Ini uang Anda, Nona."

Aku menaikkan jubah yang sempat melorot, lalu kembali berjalan. Rasanya aku ingin melompat-lompat saking senangnya. Hidup di abad ke-9 tidak buruk juga. Aku punya uang dan bisa membeli segalanya.

Mataku tertumbuk pada biskuit yang sangat lucu. "Leila, aku mau ini!" dan gadis itu langsung membelikannya untukku.

Saat berjalan beberapa langkah, aku terpana. Ada penjual kue beras. Warna merah dari kuahnya sangat menggoda. Bahkan ada cumi sundae juga.

"Leila, aku juga mau ini!" kataku dengan penuh harap.

Tak kusangka ada yang menjual makanan Korea di sini. Benar-benar suatu keajaiban. Kalau begini, aku akan  sering-sering ke pasar. Kue beras adalah kesukaanku saat hidup di zaman modern.

Pada akhirnya, aku dan Leila terus mengulik isi pasar dan membeli jika ingin. Melihat hari hampir gelap, kami menyudahi berburu makanan. Tangan Leila jadi penuh. Ia tampak kesulitan.

Aku menawarkan bantuan, tapi Leila menolak dengan tegas. Ia merasa ini bukan apa-apa. Beberapa kantong belanjaan tidak membuat tangannya langsung patah. Ah, masalahnya aku tidak tega.

"Lihatlah ke depan, Nona! Anda bisa tersandung batu," ingat Leila.

"Kau sangat menyebalkan. Aku ingin membantumu, tapi kau malah menolak. Aku jadi patah hati," ujarku sembari berjalan.

"Oi, oi, Nona Muda yang akan membawa kemakmuran tanah Apore dengan rambut merahnya telah menginjakkan kaki di tempat rakyat jelata."

Suara seorang pria tua menghentikan langkahku. Dia mengatakan sesuatu tentang rambut merah, artinya itu aku. Terdengar seperti racauan, tapi aku malah tertarik dan menghampirinya yang tersembunyi di balik pedagang giok.

"Apa Paman ini adalah peramal?" tanyaku antusias.

"Orang-orang memanggilku begitu, Nona."

Perawakannya tinggi besar, jelas terlihat meskipun dia sedang duduk. Di pipi kirinya ada bekas sabetan benda tajam. Rambutnya hitam, panjang, dan bergelombang.

Me And The Bad Husband [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang