Gemas dengan sikap Wendy akupun menyusulnya yang sedang membuat teh, aku memegang lengannya dengan lembut dan membuatnya menatapku.
"aku ingin mendengar lagi apa yang kamu katakan tadi" ucapku menantangnya.
"tidak, tidak perlu dipikirkan" dia tersenyum mengalihkan pandangannya dan kembali fokus menyeduh teh.
"bagaimana jika aku juga menyukaimu?" dengan berani aku mengatakannya dan membuatnya kembali menatapku.
Dia hanya diam menatap wajahku membuat irama jantungku tak beraturan.
"jawab aku, aku membutuhkan jawaban bukan tatapan" ucapku, entah dirasuki oleh apa aku malah berani mendekatkan wajahku.
Aku bisa merasakan nafas Wendy menderu, entah apa yang akan dikatakannya setelah ini.
"jika aku menciummu, apakah kamu akan marah seperti yang kamu lakukan pada Patricia?" tanyanya yang membuatku hampir tertawa.
"jika kamu berani melakukannya akan aku pastikan kamu tidak akan bisa lari dariku" aku semakin berani karena sepertinya rasa sukaku terbalas setelah selama ini hanya bisa menyembunyikannya.
Wendy tersenyum sembari merapikan rambutku yang menutupi wajah, tidak ada kata yang terucap dia kembali mengaduk teh. Aku tidak mengerti dengan sikapnya, dia bahkan tidak menciumku setelah menanyakannya.
Setelah selesai membuat teh, Wendy menawarkan tehnya padaku. Namun aku sudah tidak fokus, pikiranku terlanjur liar. Aku menaruh cangkir teh yang dipegang oleh Wendy di atas meja kemudian mencium bibirnya dengan lembut. Tentu saja Wendy terkejut dengan aksiku, aku sudah tidak peduli dengan apa yang akan dia katakan padaku. Tanpa kata, aku terus menciumnya dan melingkarkan tanganku di pinggangnya.
Setelah cukup lama menciumnya, Wendy kemudian mengambil alih. Tanpa sepatah katapun dia menciumku dengan ganas, mendorongku ke dinding dan satu persatu kancing kemeja yang aku kenakan terbuka. Aku tidak peduli walaupun tanpa hubungan apapun dengannya tapi aku menikmati setiap sentuhannya.
Setelah berhasil membuka bajuku dia menghentikan aksinya, dia melihat wajahku dengan tersenyum malu kemudian menundukkan wajah.
"aaaarrgghh apa yang aku lakukan?" ucapnya seakan menyesali perbuatannya.
"ada apa?" tanyaku sembari mengusap pelan rambutnya.
Dia kembali melihat wajahku, ku rasakan kekhawatiran di wajahnya. Aku hanya bisa tersenyum dan tidak ingin memaksa untuk melanjutkan apa yang baru saja kita lakukan.
Aku kemudian memeluknya erat, aku tahu bahwa hatinya belum sepenuhnya pulih dengan apa yang menimpanya.
"maafkan aku..." ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di bahuku.
"jangan meminta maaf, aku yang merasa tidak enak karena telah menggodamu" ucapku.
"aku menginginkannya tapi entah kenapa tiba-tiba saja aku teringat dengan Patricia yang menciummu" ucap Wendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angels Like You
FanfictionKetika semua harus dipaksa untuk mengerti dengan keadaan