10

162 32 1
                                    

Wendy Point of View

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wendy Point of View

Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari, aku tidak dapat tidur dengan tenang setelah mendengar keputusan dari ayahku. Sedari tadi aku mengirimkan pesan ke Irene namun tidak ada balasan, aku hanya berpikir dia sudah tidur.
Namun karena penasaran, aku keluar dari kamar. Suasana sepi di ruang tengah pastinya akan membangunkan orang rumah jika aku membuat suara sedikit saja. Aku berjalan perlahan menuju kamar Irene, syukurlah dia tidak mengunci pintu kamarnya.

Ku buka pintu kamarnya perlahan, ku lihat dia sedang tidur membelakangi pintu. Aku masuk dan mengunci pintu kamar kemudian berbaring di sisinya. Sebenarnya aku bingung harus berkata apa padanya setelah keputusan ayahku, jujur saja aku tidak ingin jauh dari Irene dan kedekatan kami baru saja terjadi.

Aku berbalik ke arahnya, aku rasa dia tertidur cukup pulas sampai tidak menyadari bahwa aku berada di sampingnya. Perlahan aku melingkarkan tanganku di perutnya dan memeluknya dengan hangat, dia terbangun dan tersentak kaget namun tidak berbalik. Ku rasakan dia menggenggam tanganku erat, aku rasa dia tahu bahwa akulah yang memeluknya.

Aku memejamkan mata, menghirup wangi parfum di lehernya dalam-dalam. Aku tidak tahu bagaimana rasanya jika nantinya aku jauh darinya terlebih lagi aku belum tahu ayah akan membawaku ke mana.

"Irene..." ucapku berbisik.

"hmm?" sahutnya manja.

Dia kemudian berbalik, mengusap matanya dan tersenyum padaku. Aku tersenyum sembari menyibakkan rambut yang menutupi wajah cantiknya kemudian mengusap lembut pipinya.

"kamu tidak tidur?" tanyanya dengan suara mengantuk.

"bagaimana aku bisa tidur jika seperti ini? aku tidak bisa tidur karena kamu tidak membalas pesanku sejak tadi" ucapku.

"kamu mengirim pesan?" tanyanya sembari mencari ponselnya.

"sudah, tidak perlu dilihat karena aku sudah di sini" ucapku tersenyum dan memeluknya dengan erat.

Irene menatapku lekat, tersirat kesedihan di wajahnya. Dia tidak mengatakan apa-apa dan langsung menenggelamkan wajahnya di dadaku.

"bagaimana ini?" ucapnya.

"ada apa?" tanyaku.

"bagaimana jika kita tidak bisa bertemu lagi? aku baru saja dekat denganmu setelah sekian lama aku tinggal di sini tapi tuan Son ingin membawamu pergi" ucapnya dan ku dengar isak tangisnya.

"kamu mengetahuinya?" tanyaku lagi.

"aku menguping percakapan kalian, aku dengar tuan Son akan membawamu dan ibumu bersamanya. Bagaimana ini? aku tidak ingin tinggal dengan Patricia" ucapnya lagi.

"maafkan aku, aku sudah berusaha untuk menolak namun ayah bersikeras untuk membawaku. Aku juga tidak ingin jauh darimu, banyak hal yang ingin aku lakukan bersamamu" ucapku yang akhirnya juga tidak bisa menahan airmata.

Aku mengangkat wajahnya, ku usap airmatanya dan mencium keningnya.

"bagaimana jika kita tidak bisa bertemu lagi?" ucapannya membuat hatiku teriris.

"aku akan selalu mengabarimu, setelah semua selesai aku akan kembali dan menemuimu. Kamu mau menungguku?" tanyaku penuh harap.

"aku tidak tahu apakah aku bisa berjanji atau tidak, kita bahkan tidak tahu kapan kita bisa bertemu lagi" ucapnya.

"aku tidak memintamu untuk berjanji, namun jika aku kembali aku harap kamu masih mau bertemu denganku" ucapku.

Irene hanya mengangguk, aku hanya bisa memeluknya meluapkan rasa dan mungkin saja ini terakhir kalinya aku memeluknya. Aku paham bahwa kedekatan kami baru saja terjadi, aku tidak mengharapkan apapun setelah ayahku membuat keputusan. Aku juga tidak ingin mengikatnya dengan harus menungguku kembali karena tentu saja kehidupannya bukan hanya tentang aku, dia mungkin juga akan kembali ke negaranya jika pendidikannya sudah selesai.

"Wen..." ucap Irene.

"hmm?" jawabku.

"jika kamu tidak di sini, maka aku juga akan keluar dari rumah ini. Aku tidak ingin tinggal bersama Patricia, aku akan mencari tempat tinggal baru" ucap Irene.

Aku mengangguk menyetujui, aku juga tidak ingin Patricia melakukan hal yang membuatnya risih dan mengganggunya.

Ku tatap wajahnya dalam-dalam di mana aku tidak akan melihat wajahnya lagi secara langsung kemudian mendaratkan ciuman di bibirnya.

Ku tatap wajahnya dalam-dalam di mana aku tidak akan melihat wajahnya lagi secara langsung kemudian mendaratkan ciuman di bibirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Angels Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang