part 17

121 11 1
                                    

"halo jen jen" sapa Steffi, yang saat ini berada di hadapan Jenne.

Saat ini Steffi berada di ruang rawat inap Jenne, Jenne mengambil kelas VVIP. Agar teman temannya bebas dari jam besuk.

"halo steepe ku" "duduk duduk" jawab Jenne

    Steffi's POV

           Ruangan ini, lantai ini menjadi saksi buta atas kejadian kemarin. Pertikaian antara aku-Gonzaga-Irene. Dimana aku memulai semuanya. Dimana aku membuat semua orang mencemaskan ku. Merusak waktu kebersmaan yang telah ada. ah tapi mengapa haus kupikirkan? Itu salah mereka. Aku juga sudah muak memendam semua ini. Biarkan saja. Steffi tidak peduli.

"oy?" panggil Jenne. Jenne membangkitkan aku dari lamunan ku. "apee?" tanyaku, seakan tidak ada apa apa. "katanya mau cerita"
"cerita apa ya?" tanyaku pura pura bego. Biarkan saja lah haha
"ah bego. Tell me, why lu tidak masuk sekolah hari ini ?"
"oooh"jawabku pura pura baru mengerti.

     Lalu aku meceritakan semua yang terjadi. Saat Gonzaga membentakku, saat Andrew menemaniku,saat aku menginap di hotel iru, saat Papa ku tidak memarahi ku, saat Gonzaga menelfonku terus terusan, saat Irene menelfon ku untuk meminta maaf, saat aku bertemu Liam di mall, dan mengapa akhirnya aku ketempat ini. Aku menceritakan semuanya.

  Dan Jenne menanggapi seperti ini,

"wah, bentar lagi gue dapet PJ"
"wah , kemaren ke hotel sama Andrew. Kenapa ga sekalian aja?"
"abang lu, dibutakan oleh cinta"
"ah Irene mah basi"
"Andrew parah ih ninggalin lu"
"WAH JADI LU KESINI SEBAGAI DESTINASI TERAKHIR?"

Aku pun menjawab semua omongannya,

"apaan PJ, mending kalo iya. Paling juga gue yang kebanyakan baper"

"wah Jen, awalnya mau sekalian tapi dia gaenak sama mama nya. Maksud nya sekalian nginep, beda kamar tapi. Dia juga gak bawa seragam"

"sebenernya, cinta itu tidak akan membutakan seseorang,
        kecuali orang itu menutup matanya sendiri.
Mengapa orang itu menutup matanya sendiri? Agar ia hanya mengetahui apa yang terjadi kepada – cinta nya itu. Dan tidak kepada yang lain. Jadi dia buta.
                       contohnya Gonzaga"

"emang Irene basi banget. Dia sudah minta maaf sama gue beribu kali. Dan sama saja hingga sekarang.
                       Ga ada guna kali maaf di mulut doang. Kalau masih tetep dilakuin "

"kan gue bilang. Gue doang yang baper. Paling dia cuman anggap gue teman. Paling itu gebetannya dia nelfon, terus jadi dia ninggalin gue. Tapi gue gabakalan ke atap gedung, kayak lu Jen. Haha"ledek ku.

"yoi. Kalo tadi Andrew gak ninggalin gue, gue juga gabakaln kesini Jen. Ngapain coba refreshing kok ke rumah sakit. Atuh mending ke mall lah. EHE"

Mau bagaimana pun juga, mau seperti apa pun aku menjawab semua pertanyaan Jenne. Meledekki nya. Ia tidak akan marah pada ku. Terbukti sekali sejak kami masih di bangku sekolah dasar.

Aku adalah orang yang ceplas ceplos dalan berbicara. Aku lebih sering berbicara dulu, baru berfikir. Sikap ku, juga seenak diriku. Aku jarang memikirkan orang lain. Aku egois. Dan aku bisa saja meninggalkannya begitu saja. Karena aku tidak peduli.

Dan semua itu, sudah terjadi. Tetapi ? kami masih menjadi sahabat. Mungkin memang ada pertikaian di antara kami, karena perbedaan pendapat. Tetapi mengapa kami harus, terlarut dalam masa masa yang tidak meng enakan itu. Jadi kami memutuskan untuk memperbaikkki hubungan kami. Dan menjadi sepasang sahabat dalam kondisi apapun.

**

         Author's POV

            Hari baru telah tiba, disambut dengan mentari pagi yang sedikit menyengat. Steffi yang sudah siap dengan seragam lengkap, dan jadwal buku pelajaran hari ini , turun kebawah untuk menyantap sarapan yang di buatkan oleh mama nya.

COMPLICATED [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang