Ini kisahku, Syafa Almira, seorang gadis rumahan yang menjaga marwahnya (rasa malunya) dari lelaki ajnabi, aku hidup di keluarga taat beragama. Ayahku bekerja sebagai kepala sekolah di sebuah SMA favorit di kota. Ayah sangat menyayangiku, ia ingin mencontoh Kakek Imam Syafi'i rahimahullahu yang sangat menjaga putrinya. Ayah melarangku untuk bertemu seorang lelaki ajnabi (bukan mahram), aku tidak pernah keluar rumah walaupun ada acara keluarga sekalipun, jika ada tamu, aku selalu di kamar, walaupun hidupku terlihat membosakan, tapi Ayah dan Ibu selalu menghiburku, Ibu mengajariku membuat semua jenis kueh dan Ayah mengajariku berbagai ilmu umum. Aku adalah putri satu satunya dari ke empat putranya.
Aku tinggal bersama Ayah dan Ibu, aku merasa kesepian, dua orang kakakku sudah berumah tangga sedangkan kakakku yang terakhir berkuliah di kota. Keluargaku berkumpul saat hari lebaran saja.
Pada suatu hari saat Ayahku sedang sakit dan Ibuku sedang pergi ke pasar, terdengar suara bell, aku ragu untuk membukanya, sampai bunyi ke tiga kalinya dengan terpaksa aku segara memakai bandanaku lalu menuju pintu.
Seorang pria tampan bertubuh tinggi, berkulit sawo matang dengan jenggot tipisnya, ia membawa sebuket buah-buahan. Ini adalah kali pertanya aku bertemu laki-laki selain Ayah dan kakak-kakak ku. Aku langsung menunduk.
"Assalamualaikum, Pak Munirnya ada?" Ucapnya sambil menunduk.
"Waalaikumussalam, Ayah sedang istirahat" Jawabku lalu menunduk.
Ia diam sebentar, lalu berkata"Oh, ya sudah tidak apa-apa, insyaallah saya datang di lain waktu saja"
"Saya titip ini saja" Lanjutnya sambil tersenyum tipus lalu meletakkan buah di meja luar yang tak jauh.
"Apakah ada hal yang ingin disampaikan kepada Ayah?" Tanyaku, melihatnya yang tak masih melihatku.
"Tak ada, Terimakasih". Ucapnya sambil menganggukkan kepala pelan. "Tidak, mungkin itu saja, Wassalamualaikum". Pamitnya, melihatku sekilas lalu melangkah pergi, dengan cepat aku bertanya "Dengan siapa?"
Ia pun menghentikan langkahnya, tanpa menengoknya ia menjawab "Irsyad"Aku terdiam menatap punggungnya dari jauh lalu segera kembali ke kamar, merasakan getaran di hatiku. Entah mengapa perasaanku berbeda, rasa yang tak pernah ada sebelumnya, wajah lelaku tadi masih tergambar jelas di memoriku, namun bila matanya tak sempurna ku lihat.
Why? Apakah aku jatuh cinta?
Segera aku mengucap ' Astaghfirullah'
Beberapa saat kemudian Ibuku masuk dan menanyakan buket bunga yang tadi kuletakkan di meja ruang tamu, dengan curahan hati aku ceritakan semua pada Ibu. Aku tahu Ibu selalu mengerti dan memahami perasaanku, Ibu menanggapinya dengan tersenyum."Kau telah jatuh cinta, Kau harus pandai menjaga cintamu, jangan sampai perasaan cinta melalaikanmu dalam mengingat Allah" Ucap Ibu menasehati. Aku hanya menunduk.
"Tenang saja sayang, jika dia jodohmu Kau tak bisa berbuat apa-apa, Kalian pasti akan bertemu, begitupun sebaliknya" Aku menatap Ibuku lalu memeluknya, Ibu membalas pelukanku.
"Ibu akan mencari tahu info tentang nya kepada Ayah, dengan tetap menjaga rahasiamu". Lanjut Ibu tersenyum mengelus pucuk rambu
Selang seminggu setelah itu, Ayah menjodohkanku dengan pria berketurunan Arab dan Sudan yang sedang berinvestasi di indonesia sejak 1 tahun yang lalu.Seakan cintaku runtuh, dengan hati sedih aku menerima perjodohan itu, aku tak punya pilihan lagi selain berbakti pada Ayah, awalnya Ibu ingin menolak perjodohan itu, namun aku menolaknya dengan alasan tidak mau mengecewakan Ayah.
Setelah acara ta'aruf dan nadzar, beberapa hari kemudian di adakanlah acara pernikahanku dan pengusaha asal arab itu, Abdullah majid.
Awal perjalanan pernikahanku, walaupun aku tak mencintainya, aku tetap memberikan wajah kasih dan bahagia kepada suamiku.
Suamiku yang sibuk dengan pekerjaan membuatku merasa kesepian.
Singkat cerita.....
Setelah dua tahun pernikahan aku dikaruniai dua orang putra dan putri yang sangat mirip sekali dengan Ayahnya.Kenyataannya pahit yang harus kuterima dan tak kuduga setelah kelahiran 5 bulan putriku, suamiku pergi begitu saja tanpa jejak. Keluargaku sangat sedih, khususnya Ayahku yang merasa bersalah atas perjodohan ini. Begitupun Ibuku, ia sangat sedih melihatku dan anak-anakku. Walaupun sudah ku tampakkan wajah baik-baik saja, namun tetap mengetahui isi hatiku.
Menjandalah aku, janda beranak dua, aku bersabar atas ujian ini, aku yakin semuanya akan baik-baik saja jika aku bersandar pada Allah, aku hanya menunggu kelanjutan taqdir setelah ini.
Sembilan bulan berlalu, kujalani dengan penuh syukur seperti tak terjafi apapun sebelumnya, kurawat kedua putra putriku dengan kasih sayang walaupun wajahnya mengingatkanku pada suamiku. Awalnya aku ingin bekerja, namun Ayah melarangnya dengan kasih sayang, ia kembali menafkahiku.
Penantianku akan janji-janji Allah bagi orang yang selalu berserah diri kepada-Nya. Kini Allah buktikan dengan datangnya seorang yang tak kuduga, seorang yang dulu pernah singgah di hatiku, seorang yang dulu kuingin teduhkan diriku dalam ikatan suci, seseorang itu kini melamarku di depan Ayahku.
Irsyad, pemuda 26 tahun yang dahulu staf kesiswaan di tempat Ayah menjadi kepala sekolah, yang pernah mengantarkan buket buah. Irsyad, lelaki ajnabi yang pernah kutemui.
"Apa alasan Kau memilih dan menerima kekurangannya?" Tanya Ayah
"Insyaallah, saya ingin menyempurnakan agama saya"Ucapnya mantap
Ayah menawarkan untuk nadzar (melihat calin Istri sebelum pernikahan), namun ia menolak dengan halus"Terimakasih..., bukan maksud sata menyalahi, Insyaallah saya sudah yakin dengan istikharah saya"
jawabannya lalu tersenyum hormat.
Satu minggu dari lamaran itu diadakanlah acara pernikahan, tapi kali ini kuisi dengan cinta, tepatnya cinta pertama. Seperti pernikahanku dahulu hanya mengundang saksi dan orang-orang terdekat saja.
Bagiku tak ada kebahagiaan yang paling berharga setelah iman yaitu memiliki apa yang kita cintai, ku sempurnakan agamaku dengannya.
Ia, Irsyad lelaki yang taat agamanya, peduli dengan sekitar, sederhana hidupnya, yang selalu menjaga pandangannya dari yang diharamkan kini telah sah memimpinku menuju surga-Nya.
Irsyad, suamiku ia menerima segala kekuranganku, menyayangi keluarga termasuk anak-anakku. Suami humoris dan romantis bagiku, menantu idaman para mertua dan teladan baik untuk para Ayah tiri. Sungguh anugrah terbesar dan terindah dalam hidupku, yabg merasakan menjadi perhiasan dunianya.IRSYAD
Al-Mira....Kau lah duniaku
Aku mencintaimu saat pertama kali Kau mengirimkan surat padaku, surat itu berisiHatiku berdebar, sungguh aku tak percaya ini, masih ada perempuan langka yang menjaga kehormatannya di zaman sekarang yang menawarkan dirinya untuk dihalalkan, siapa lelaki yang tak ingin menikahinya?
Hatiku terpikat, namun tekadku yang sudah bulat dari awal untuk melanjutkan S2, karena itu adalah cita-citaku sejak kecil, aku takut jika aku menggapainya, aku akan kehilangan kesempatan emas, menikah dengan bidadari dunia sepertinya.
Istikharah pun ku lakukan, entah mengapa hatiku condong pada melanjutkan S2, namun aku yakin jika ia jodoh terbaik, maka aku dan dia akan dipertemukan dalam ikatan suciKuserahkan semuanya pada Allah, karena Allah lebih mengetahui diriku daripada diriku sendiri. Dua tahun kemudian aku telah menyelesaikan pendidikanku, aku pun kembali ke daerahku, dan membawa niat untuk melamar putri Pak Munir, namun berita dari Ibuku bahwa putri Pak Munir terlah menikah dua tahun yang lalu. Aku merasa sangat merugi telah menyianyiakan kesempatan dua tahub lalu. Cinta yang kutunda telah hilang. Saat itu aku benci diriku, aku merasa sangat bodoh.
Hari-hari keterpurukan, ku rela ambil cuti karena alasan sakit, ku habiskan dengan menyendiri di kamar tanpa diganggu oleh seorang pun kecuali Ibuku. Dunia bagaikan kenyataan menyakitkan sampai akhirnya Ibuku mengabarkan bahwa Al-mira bercerai dengan suaminya dua bulab yang lalu dengan alasan yang Ibu tidak tahu. Disatu sisi aku turut berduka, tapi di sisi lain secercah harapan itu pun datang datang dalam anganku.
Akankah aku menikahi seorang janda?
Bukankah sunnah menikahi seorang perawan?
Tiga malam berturut-turut aku beristikharah meminta jawaban atas kebimbanganku.
Jawaban itu pun datang melalui mimpi dan hati kecilku, ku yakini ini jalan terbaik untukku. Setelah berakhir masa iddahnya aku pun melamarnya.Al-Mira....perempuan yang bagus agamanya, menjaga kehormatannya, taat pada suami dan selalu meluangkan waktu untuk memurajaah Alquran di sela kesibukannya sebagai seorang istri dan ibu dua orang anak.
Al-Mira...jika aku menatap matanya saja aku merasakan semua keindahan dunia, tak ada keindahan dan kebahagiaan yang lebih dari ini.Al-Mira : "Apakah Kau tidak menyesal menikah denganku?"
Irsyad : "Mengapa Kau berbicara seperti itu?"
Al-Mira : "Karena aku sudah tidak suci, apakah Kau tidak ingin mendapat sunnah nabi dengan menikahi seorang perawan?"
Irsyad : "Ya, aku menyesal....menyesal pada diriku sendiri, mengapa aku tidak lebih memperbaiki diri lagi jika aku tahu Kau yang menjadi pendamping menuju surga-Nya"
Terimakasih, semoga bermanfaat
![](https://img.wattpad.com/cover/267159759-288-k158696.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Motivasi Diri
NouvellesCerpen tentang kebahagiaan yag yang sesungguhnya, cinta yang hakiki dan kesetiaan tanpa rasa bosan