Di bagian belakang rumah sakit yang bisa dikatakan cukup terpelosok, terdapat sebuah ruangan yang tidak besar namun juga bukanlah ruangan kecil. Sepi tapi sangat bersih dan nyaman. Sebuah cafe dengan nuansa abu-abu gelap berpadu putih solid yang terlihat elegan. Dean dibawa ke sana setelah makan siang, dan rupanya Baskara tadi pergi ke cafe itu, bukannya toilet seperti yang Runa katakan.
Dean yang melihat Baskara sudah duduk di sebuah sofa minimalis di dalam cafe itu, hanya mampu tertunduk segan. Ia tak berani melihat sang pria, bahkan tanpa sadar tangannya meremat baju Devan yang digenggamnya.
"Heh, minta maaf lo. Adek gue takut gegara lo gak ikut makan!" Devan yang menyadari perubahan sikap Dean tentu tak tinggal diam. Ia berlagak memarahi rekannya itu yang dibalas tatapan bingung oleh Baskara.
"Hah?"
Ikut kebingungan sekaligus takut, Dean langsung menggeleng cepat supaya Bas tidak menghiraukan Devan. Ia tidak menuntut maaf dari siapa pun, sungguh. Justru Dean yang harus minta maaf pada mereka semua, 'kan?
"E-nggak, bukan gitu. D-Dean yang minta maaf sama abang. M-maafin Dean sudah lancang."
Dean tetap tertunduk sembari masih menggeleng tanda keseriusan ucapannya. Sementara Baskara dan Devan justru tertegun, tak tau harus berbuat apa.
Mana Runa sedang ada pekerjaan, jadilah hanya mereka yang mengurus Dean.
***
"Coba, aaa."
Baskara menyuapkan keripik kentang terkenal yang menjadi favorit banyak orang ke mulut kecil Dean. Setelah tadi ia kelimpungan membujuk anak itu supaya tidak lagi merasa takut padanya, akhirnya Dean mau duduk bersama di sofa dan disuapi berbagai macam camilan lezat yang baru Baskara pesan lewat aplikasi.
"Enak? Mau coba yang warna merah?"
"Yang itu boleh?" Dean menunjuk snack bar coklat yang sejak awal menarik perhatiannya. Memang Dean merasa tidak tahu diri, tapi semalam ketika ia merasakan puding coklat sebagai dessert untuk dinner-nya, Dean pikir ia ketagihan dengan sesuatu yang berbau coklat.
"Boleh! Ayo coba itu," Baskara berseru lantas membuka bungkus camilan yang Dean pilih. Kemudian anak itu benar-benar merasakan kenikmatan coklat legit yang manis dan menggugah seleranya.
Tanpa diduga, sebuah ekspresi baru muncul. Devan yang sejak awal hanya mengawasi tanpa mau ikut campur, menyadari bahwa adiknya terlihat sedikit bersemangat ketika memakan coklat. Senyum teduh terbit di wajah tampannya. Walau pun ia tidak yakin nyawa rekannya itu apakah masih tetap di raga ketika sang kapten mengetahui kalau adik kesayangannya disuguhi banyak camilan instan.
Baskara sih, peduli setan. Ia hanya memikirkan segala cara untuk berbaikan dengan Dean. Dan ia menemukannya.
"Hmm, Dean suka ya.. kalau begitu coba yang ini juga," lagi-lagi Baskara terlampau semangat membuka satu lagi coklat bar dengan toping kacang almond. Pria itu menyodorkannya pada Dean yang diterima baik oleh si anak.
"Uhm, enak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANNO [Hiatus]
Teen FictionIa tak dibiarkan melihat cahaya harapan barang sedetik pun. Ia hidup dalam kegelapan yang seakan tak berujung. Bukan dia yang memilih takdir, tapi takdir yang memilihnya. [BROTHERHOOD! NOT BL]