Om Jarno

1 0 0
                                        

Terdengar suara pecahan kaca dari dalam rumah Elyn. Hal yang Elyn takutkan kini terjadi, dimana ibunya terluka akibat seseorang yang dari dulu selalu mengganggu keluarganya. Orang itu tidak akan membiarkan hidup mereka tenang. Hal yang selalu Elyn pikirkan mengenai masa lalu apa yang ibunya  lakukan hingga membuat kekacauan seperti ini?

Sebagai seorang anak yang tinggal dengan seorang ibu dan satu satunya keluarga yang dimiliki pasti akan sangat marah apa bila ibu yang kita sayangi terluka. Seperti itulah yang Elyn rasakan.

“Suara apa?” tanya Dareen pada Elyn yang sudah turun dari mobil

“T-terimakasih kak, kakak bisa pulang.” ucap Elyn bergegas masuk ke dalam rumah

Dareen pun menjalankan mobilnya mencari tempat yang bisa ia jadikan parkiran. Setelah memarkirkan mobilnya ia pun menyusul Elyn kedalam.

“Stopp!!” teriak Elyn kini wajahnya memerah menahan amarah dan tangis yang tercampur aduk melihat sang ibu tergeletak di lantai dengan lebam diwajah serta kakinya.

“Om apa apaan sih? Mau sampai kapan om lakuin ini?!” tanya Elyn dengan nafas memburu

Plakk

”Berani kamu sama saya?! iya?!” orang itu menampar pipi mulus Elyn hingga menimbulkan bekas telapak tangan

Dareen yang baru masuk pun terlihat syok saat pipi gadis itu ditampar dengan keras. Pemuda itu berjalan mendekati Elyn yang memegang pipinya.

“Siapa ini? Kamu habis jual diri? Ternyata ibu dan anak sama saja yah!” bentak orang itu tidak percaya apa yang ia lihat, dia pun berjalan keluar meninggalkan orang orang itu.

Dengan cepat Elyn menghampiri Ibunya, tangan mungil itu memegang pipi sang ibu. “Hiks ibuu....Maafin Elyn! Hiks...Ini semua salah aku hu hu.” tak kuasa menahan tangisnya kini pecah dirinya tidak peduli jika ada Dareen yang masih berada disekitarnya

“IYA! SEMUA INI SALAH KAMU! ANDAI ORANG ITU TIDAK MEMBAWA MU AKU PASTI HIDUP BAHAGIA DENGAN JARNO! Semua ini salah kamu hikss” seperti tersambar petir disiang bolong, dada Elyn terasa begitu ngilu. Kalimat yang tidak pernah ibunya katakan, kalimat yang tidak pernah ia bayangkan membuat hatinya sakit.

Air mata yang tadi deras kini seperti sungai yang kering. Dareen menatap gadis itu iba ia tidak tau akan terlibat dalam masalah keluarga gadis itu. “Tante,” ucap Dareen

Nara menoleh menatap pemuda itu dengan tajam, “Saya temannya Elyn tante, mari saya antar kerumah sakit biar lukanya bisa diobati.”

Elyn tertegun mendengar ajakan Dareen, setahunya Dareen itu orang yang cuek, irit bicara, dan masa bodo.

“Tidak usah! Sebaiknya kamu pulang, ini urusan keluarga saya!” tolak Nara

“Baik, kalau begitu saya pamit pulang,” setelah menyalimi tangan Nara, Dareen pun berjalan menuju pintu. Pemuda itu melirik kearah Elyn yang masih terdiam sebelum meninggalkan tempat itu.

“Bersihkan semua ini!” titah Nara lalu berjalan menuju kamar, ditutupnya pintu itu dengan keras membuat Elyn terlonjak kaget. Sedari tadi Elyn berusaha menahan agar Olyn tidak mengambil alih tubuhnya, dan untung saja usahanya berhasil.

Gadis itu dengan cepat berdiri lalu mengambil alat untuk membersihkan pecahan kaca yang berserakan. Dengan telaten ia menyapu lantai itu hingga tanpa sadar kakinya tergores akibat pecahan kaca itu.

“Aduhh sakit banget,” rintihnya

Setelah bersih ia pun mengambil kotak medis untuk mengobati luka goresan itu. Tak terasa air matanya yang kering kini kembali basah. “Elyn capek hikss...Sampai kapan harus kayak gini?! Apa aku anak diluar nikah?” racau Elyn dengan tersedu sedu. Gadis itu kini membaringkan tubuhnya menatap langit langit kamar yang berwarna putih.

“Ishh! Kenapa gak mau berhenti sih!” kata Elyn mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti. Semakin lama matanya semakin sayu membuat dirinya kehilangan kesadaran, berharap setelah bangun tidur tubuhnya terasa ringan walaupun hanya sedikit.

Disisi lain Dareen masih berada didalam mobilnya yang terparkir di dekat rumah Elyn. Pemuda itu terlihat enggan untuk meninggalkan tempat itu seperti ada yang menyuruhnya untuk tinggal disana.

Lamunan pemuda itu buyar saat ada panggilan masuk dari handphone nya. Dareen melihat siapa yang menelfon dan ternyata nomor itu milik Dara.

Halo kak?” ucap Dara diseberang sana

“Hm?”

Udah dimana?” Dareen berpikir dirinya sudah terlalu lama disini, ia harus segera pulang karena adiknya telah mencarinya.

“Jalan,”

Belum lewatin penjual martabak kan?” perasaan Dareen tidak baik, ternyata apa yang ia pikirkan ternyata salah. Adiknya itu menelfon bukan karena khawatir padanya malahan ada sesuatu yang diinginkan.

“Belum, mau?”

Iyaaaa!! Bel-

Tutt Tutt

Belum sempat selesai bicara Dareen langsung mematikan panggilan itu, membuat Dara menggerutu tak jelas.

“Untung lo kakak gue! Kalau gak habis lo ditangan gue yang mulus ini, kali ini gue maafin karena lo bawa martabak tapi lihat aja nanti. Hahahaha!” katakanlah kalau Dara seperti orang gila karena jujur itu lebih baik.

***

Pagi yang cerah menyambut siswa/siswi SVX yang membuat mereka semangat apa lagi saat melihat para idola mereka kecuali Elyn yang tampak lemas. Pagi ini dia harus menggunakan bus karena motornya yang rusak apa lagi kejadian semalam membuat dirinya tidak mood.

Mau ditaruh dimana wajahnya itu, sungguh ia tak mengira jika Dareen akan melihat kondisi keluarganya. Bahkan teman temannya saja tidak pernah bertemu dengan om Jarno, sungguh diluar perkiraan.

Elyn memasuki SVX dengan bertatih tatih karena kejadian semalam dan mata yang sembab. Hal itu tidak lepas dari pandangan Dareen sang ketua OSIS yang setiap harinya harus berjaga di depan gerbang tak lupa para antek anteknya yang senang tiasa menunggu di parkiran.

“Kenapa?” tanya Dareen saan Elyn berjalan dan hendak melewati dirinya

“Gak kenapa kenapa,” ucapnya lalu berjalan menuju kelas

Dareen menatap gadis itu dengan tajam hingga bahu itu semakin menjauh, apa yang terjadi padanya? Apakah dia habis dipukuli? Kenapa dia berjalan pincang? Banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, tapi setelah dipikir pikir ia tak punya hak untuk bertanya maka biarkan pertanyaan itu memudar seiring waktu.

“ELYNNNN!!” teriak Afi dikoridor

Dengan malas Elyn menoleh kebelakang disana terdapat kelima temannya. “Kaki lo kenapa? Luka?” tanya Devi

“Lah iya! Lo jalannya pincang gitu,” timpal Lia

“Biasa,” ucap Elyn dengan senyum paksa membuat mereka terdiam kecuali Afi yang masih tidak mengetahui kondisi Elyn

“Kelas,” ucap Kaylin secara membantu Elyn berjalan menuju kelas

Mereka berenam pun berjalan bersama, tanpa sepengetahuan mereka ada yang menatap benci kepada mereka. Tatapan yang mengartikan permusuhan, entah apa yang akan terjadi pada keenam gadis cantik itu.

Orang itu seolah olah menunggu waktu yang tepat untuk memberikan pelajaran yang akan lebih parah dan mengenaskan dari korban mereka yang sebelumnya.

Aizaputri Evelyn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang