09: Ancaman dan Harapan

213 20 0
                                    

Maeve berangkat ke markas utama pasukan pengintai setelah Operasi Stohess dinyatakan selesai.

Apakah berhasil atau gagal, pasukan pengintai sendiri tidak tahu. Mereka tak berhasil mendapatkan informasi apapun karena Annie Leonhart membekukan dirinya ke dalam kristal. Yang terpenting, Eren tidak harus diserahkan ke polisi militer.

Maeve juga baru tahu kalau Levi mengalami cidera yang cukup parah dalam ekspedisi ke-57. Lelaki itu sangat pandai mengendalikan ekspresinya, Maeve tidak pernah melihat dia kesakitan sedikitpun.

"Kenapa kau di sini?"

Itu kalimat pertama Levi ketika melihat Maeve datang.

"Aku mengkhawatirkan kalian," jawab Maeve. "Kotanya sangat... rusak."

"Tidak perlu diperhalus, kota ini hancur."

Maeve merotasikan matanya malas. "Di mana pamanku? Dia baik-baik saja?"

"Erwin baru selesai dipanggil polisi militer tadi siang. Dia baik-baik saja."

Maeve mengangguk. Syukurlah. Selama perjalanan tadi, Maeve sudah memikirkan segala kemungkinan terburuk kalau pasukan pengintai akan dibekukan karena kerusakan Distrik Stohess.

"Kakimu?" Kini Maeve menanyakan keadaan Levi. "Kau bertarung dalam operasi kemarin?"

"Tidak. Aku hanya mengeluarkan Eren dari tubuh titannya," jawab Levi. "Dan jangan pikirkan kakiku, ini masalah kecil."

Maeve mendorong bahu Levi kesal. "Dasar sok kuat!"

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Erwin masuk ke dalam, wajahnya langsung sumringah begitu melihat keberadaan Maeve.

"Paman!" Maeve berlari kecil menghampiri Erwin.

"Jangan berlari! Kau masih cidera," omel Erwin pelan. "Bagaimana keadaanmu? Sayang sekali aku tidak ada di sana ketika kau siuman, padahal beberapa jam sebelumnya aku habis berkunjung."

"Aku sudah jauh lebih baik. Paman sendiri?"

"Ya... banyak laporan yang harus ku tulis terkait Operasi Stohess, tapi aku baik."

"Tenang saja, kau akan dibantu kapten." Maeve melirik Levi jahil.

Levi mendelik. "Aku tidak pernah bilang begitu?"

Erwin tertawa. Ia melangkah menuju meja kerja, kemudian duduk di kursinya. Maeve dan Levi duduk di sofa ujung ruangan.

"Komandan!"

Teriakan prajurit terdengar dari luar. Detik berikutnya, ada prajurit yang masuk ke ruangan. "Situasi darurat! Ada titan di dalam Tembok Rose! Hanya ada kadet angkatan 104 dan sedikit anggota pasukan pengintai di sana!"

"Apa? Itu berarti Tembok Rose telah dihancurkan?" Maeve terkejut.

"Cih, titan itu tak bisa membiarkan kita beristirahat sejenak." Levi berdiri dari duduknya.

"Kau akan berangkat?" Erwin bertanya.

"Sepertinya tidak ada pilihan lain."

Maeve memegangi ujung baju Levi lalu menggeleng pelan. "Kau masih terluka..."

"Di sana masih ada Miche, biarkan dia yang memimpin kadet angkatan 104. Semoga dia bisa mengendalikan situasinya," titah Erwin.

"Temboknya? Apakah ada bagian tembok yang dihancurkan?" Maeve bertanya.

"Kami sudah memeriksa seluruh sisi tembok, tidak ada yang hancur."

Ruangan itu hening. Erwin menutup berkas yang semula ia baca lalu berdiri dari duduknya. "Kita berangkat di malam hari. Semua bersiap sekarang!"

Serene [ Levi x OC ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang