20: Pengorbanan Awal

194 18 7
                                    

"Hei, Levi! Lihat!"

Maeve yang baru kembali dari Stohess bersama Erwin berlarian menghampiri Levi. Erwin yang mengikuti dari belakang hanya terkekeh. Sementara Levi mengerutkan dahinya bingung.

"Apa?" tanya Levi datar.

Maeve membuka gulungan kertas yang ada di tangannya. "Kali ini wajahku dua kali lipat lebih cantik di dalam lukisan si kakek tua!"

Levi menatap lukisan Maeve dan Erwin yang tergambar di gulungan kertas itu. Erwin tersenyum lebar dengan Maeve yang merangkul tangannya yang tersisa. Orang yang tidak tahu kisah Maeve pasti akan percaya saja ketika melihat lukisan ini dan diberi tahu kalau mereka ayah dan anak kandung.

"Ya, kau terlihat bagus." Levi mengangguk. "Sudah ku duga kakek itu kelelahan ketika melukis kita tempo hari."

"Mungkin kau hanya kurang tampan," sahut Erwin.

"Setidaknya tanganku masih dua."

"Levi!" Maeve melotot. Levi sering sekali meledek tangan Erwin yang hanya tersisa satu.

Erwin tertawa terbahak mendengarnya. "Dasar kurang ajar! Ya sudah, aku mau beristirahat sebelum rapat dengan Hange nanti malam. Bagaimana perkembangan senjata anti-titan buatan Hange?"

"Nanti sore akan ada uji coba tahap ketiga." Levi menjawab. "Aku dan Maeve akan menonton lalu melaporkan hasilnya padamu."

"Baiklah, terima kasih. Tolong jaga Maeve baik-baik."

Erwin berjalan menuju ke ruangannya sambil melambaikan tangan. Sementara Maeve sibuk menempatkan lukisannya dan Erwin ke dalam pigura yang sempat ia beli di Stohess. Gadis itu berencana memajang lukisan ini di sebelah lukisannya dan Levi.

"Maeve." Levi memanggil. "Aku pikir sebaiknya Erwin tidak ikut misi perebutan kembali Tembok Maria."

Maeve menoleh. "Mana mungkin dia mau? Sekarang saja dia sudah sangat bersemangat untuk berangkat. Akan sulit bagi kita untuk menahannya pergi."

"Dia sudah tidak sekuat dulu," kata Levi. Pria yang duduk di sofa itu menyandarkan tubuhnya sepenuhnya pada sandaran sofa sambil merentangkan tangan. "Misi ini sangat berbahaya. Aku tidak mau mengambil risiko kehilangan Erwin di medan perang. Apa jadinya Pasukan Pengintai tanpa Erwin?"

Maeve menyusul untuk duduk di sebelah Levi. "Coba aku bicarakan dengannya nanti. Siapa tahu dia mau menurut."

"Tolong ya, Maeve." Levi menoleh menatap kekasihnya. "Kita tahu betul seberapa penting keberadaan Erwin untuk Pasukan Pengintai."

"Iya... aku paham."

Sejak kehilangan sebelah tangannya, entah mengapa kondisi tubuh Erwin juga perlahan semakin melemah. Beberapa kali Erwin terlihat kelelahan hingga hampir terkena serangan titan di tengah misi mereka. Tubuhnya sudah tak sebugar dulu. Cekungan di bawah matanya juga membuat Erwin terlihat seperti kekurangan tidur, padahal Maeve sering menemukan pamannya ketiduran ketika mengejarkan laporan. Dulu, menemukan Erwin ketiduran di meja kerja itu sangat langka.

"Kemarilah."

Levi menepuk pahanya. Maeve tersenyum kecil lalu melompat ke pangkuan Levi. Ia mengusak kepalanya pada lipatan leher Levi, mencium aroma musk dari sabun mandi yang selalu Levi gunakan. Tangan Levi melingkar erat pada pinggangnya.

"Aku merindukanmu," bisik Maeve.

"Kau bahkan tidak menginap di Stohess."

"Tapi kita sudah tidak bertemu sejak kemarin!" Maeve mendengus. "Kau sibuk dengan uji coba senjata anti-titan bersama Hange. Sedangkan aku membantu paman mengurus berkas misi perebutan Tembok Maria. Astaga, tumpukan berkas itu benar-benar seperti tak pernah berakhir."

Serene [ Levi x OC ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang