21: Jika Semuanya Berakhir

183 23 6
                                    

Seluruh anggota regu Levi bersama Hange baru saja kembali setelah mengunjungi Keith Shadies, instruktur pelatihan kadet yang dulu menjabat sebagai komandan Pasukan Pengintai ke-12 sebelum Erwin. Ternyata pria itu yang pertama kali menemukan Grisha Jaeger, ayah Eren, di depan gerbang Shiganshina. Dia juga yang membawa Eren menemui ayahnya setelah Tembok Maria runtuh. Mereka percaya bahwa saat itulah Grisha mewariskan kekuatan titannya kepada Eren.

Mereka juga jadi mengetahui alasan sebenarnya Keith mundur dari jabatannya. Pria itu merasa rendah diri dan tidak istimewa. Sebuah alasan yang cukup konyol menurut Maeve. Padahal ketika ia masih kecil, mungkin usianya sekitar 4 tahun, Maeve ingat orang tuanya pernah beberapa kali membicarakan Keith di depannya dan mereka memuji kinerjanya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Levi bertanya kepada Maeve yang sejak tadi berkuda dalam diam. Mereka hampir sampai di barak militer. Hange memisahkan diri karena ingin mengawasi penggunaan senjata anti-titan. Anggota regu Levi yang belum melihat senjata itu kemarin pun turut ikut karena penasaran dengan perkembangannya.

"Banyak hal," jawab Maeve. "Apa kau pernah berpikir kalau kau istimewa, Levi?"

"Tidak." Levi menggeleng. "Kalau bicara tentang istimewa, menurutku itu lebih cocok diberikan untuk Erwin yang sepertinya memang terlahir untuk memimpin Pasukan Pengintai. Aku bisa jadi seperti sekarang karena tuntutan lingkungan."

Maeve mengangguk. "Ya, kau benar. Aku pun juga tidak merasa diriku istimewa. Aku bisa jadi diriku yang sekarang kebanyakan karena kau dan paman."

Levi dan Maeve turun dari kuda mereka lalu menggiringnya ke dalam kandang. Maeve mengambil sikat untuk menyisir bulu kudanya.

"Kau istimewa."

Maeve terlonjak kaget ketika Levi tiba-tiba sudah berada di depan kandang kudanya.

"Kau mengagetkan aku!" sungut Maeve kesal.

"Maaf." Levi tertawa. "Tapi sungguh, kau istimewa untukku, Maeve."

"Semakin hari kau semakin jago merayuku."

Levi merotasikan matanya malas. "Baiklah, aku tidak akan memujimu lagi."

"Cih, dasar anak kecil! Jadi kapten Pasukan Pengintai itu hanya seorang pria galak yang sering merajuk kalau tidak dituruti maunya?"

Maeve meletakkan sikat yang ia pakai kembali ke tempatnya semula. Setelah itu, ia berjalan menghampiri Levi dan memberikan kecupan sekilas di pipinya.

"Jangan marah," bujuk Maeve sambil terkekeh. "Kau juga istimewa untukku, Levi."

Levi mendecih kesal. "Cuci tanganmu."

Maeve tertawa. Levi dan obsesinya tentang kebersihan selalu lucu untuknya. Gadis itu melangkah keluar dari kandang kuda, mencuci tangannya di keran air yang tersedia di halaman barak militer.

"Beberapa hari lagi kita berangkat ke Shiganshina," kata Maeve saat Levi mengekor di belakangnya.

"Aku tahu."

"Lawan kita sangat tangguh." Maeve berdeham. "Aku ingin kita menang. Bahkan memang sudah seharusnya kita menang, tak ada jalan lain. Tapi sejak kemarin aku takut... aku takut kita kalah dan kehilangan segalanya."

"Kita pasti menang. Dengan tombak petir yang dibuat Hange, kita bisa menghancurkan kulit titan zirah yang sekeras batu itu," jawab Levi. "Lagipula, prajurit seperti kita sudah harus bersiap dengan kemungkinan terburuk, Maeve. Kalaupun kita kalah, siapapun yang selamat di antara kita pasti akan melanjutkan perjuangan kita di masa depan."

Maeve menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh ke Levi. "Kalau aku... jadi bagian yang tidak selamat, apa yang akan kau lakukan?"

"Sudah ku bilang aku benci pembicara-"

Serene [ Levi x OC ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang