10: Pengkhianatan

188 19 0
                                    

Maeve dan Levi membawa Nick kembali ke Distrik Trost. Untuk sementara, pria itu akan dikurung di salah satu ruangan markas pengintai sebelum dipindahkan ke tempat persembunyian yang disiapkan Erwin dan Hange. Setelah memastikan ruangan Nick terkunci, Maeve dan Levi masuk ke ruangan yang berada tepat di depannya untuk berjaga.

"Bagaimana keadaan di sana ya?" Maeve bergumam tidak tenang. Terlebih setelah Hange menemukan kalau ada dua anggota baru lainnya yang berlatar belakang sama dengan Annie Leonhart. Bagaimana jika mereka benar berkhianat?

"Lebih baik kau pikirkan dirimu sendiri."

Maeve terkejut ketika Levi menarik tangannya lalu menggulung lengan kemejanya.

"Kau sudah ganti perban hari ini?" tanya Levi sambil mengangkat tangan Maeve yang diperban.

Maeve menggeleng. "Aku tidak sempat."

Levi berjalan ke lemari di sudut ruangan, membuka kotak obat yang tersimpan di sana. Lelaki itu mengambil peralatan yang dibutuhkan lalu duduk kembali di samping Maeve.

"Kalau kau ingin cepat bertarung, kau harus merawat luka ini," kata Levi. "Jangan hanya merengek kalau aku melarangmu ikut misi."

"Cih, katakan itu pada kakimu yang terkilir!" balas Maeve tak terima.

"Aku masih sanggup bertarung." Levi menatap kedua mata Maeve. "Tapi kau, aku tak akan membiarkanmu bertarung dalam kondisi seperti ini."

Maeve merotasikan matanya malas. "Dasar sok perhatian!"

Mendengar itu, pergerakan tangan Levi yang sedang membuka perban lama Maeve terhenti. Maeve tertegun. Apa candaannya barusan terlalu jahat?

"Capt?"

Kedua mata Levi berkedip pelan sebelum ia melanjutkan kembali melepas perban lama Maeve. Levi lalu mengambil kapas dan alkohol, membersihkan luka Maeve sebelum ditutup dengan perban yang baru.

"Aduh!" Maeve mengaduh pelan ketika lukanya perih terkena alkohol.

"Maaf. Apa aku terlalu kasar?" Levi terlihat panik.

"T-tidak. Lanjutkan saja."

Entah mengapa atmosfer ruangan itu terasa berbeda. Maeve memandangi wajah Levi yang kini tak banyak bicara. Apakah ini hanya perasaan Maeve saja atau tingkah Levi memang terlihat lebih... lembut?

"Aku memikirkan pertanyaanmu waktu itu." Levi berkata memecah hening.

"Pertanyaan apa?" Maeve sendiri tidak ingat.

"Tentang mengapa aku melarangmu memanggilku kapten." Levi menjawab. Dengan telaten ia menutup luka Maeve kembali dengan perban. "Aku masih memikirkannya sampai sekarang."

"Tidak perlu kau jawab. Itu hanya pertanyaan tidak penting, Kapten," ucap Maeve. Ia tak menyangka kalau pertanyaan sepele itu sanggup mengganggu pikiran Levi selama beberapa hari terakhir.

"Tidak, aku juga ingin tahu jawabannya."

Akhirnya perban Maeve selesai diganti. Levi membersihkan sampah bekas perban dan mengembalikan peralatan yang digunakan ke kotak obat. Baru setelah itu, ia duduk kembali di samping Maeve.

"Aku tidak tahu jawabannya, Maeve. Apa karena Erwin menitipkanmu kepadaku? Tapi aku rasa itu tidak ada hubungannya." Levi melanjutkan. "Jadi sampai aku menemukan jawabannya apakah kau mau... menunggu?"

Kedua mata Maeve berkedip perlahan. Kemudian ia tersenyum tipis, mengangguk. "Tentu, aku akan menunggumu."

Ruangan itu kembali hening. Maeve melirik kaki Levi. Masih terlihat semburat keunguan di sana, tapi Levi tidak terlihat kesakitan sama sekali ketika berjalan.

Serene [ Levi x OC ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang