Selamat membaca.
Rumah di depannya masih sama seperti yang terakhir dia lihat. Asri dan sejuk. Namun, hal itu tak lantas membuat Sekar tenang.
Berjalan perlahan sampai tangannya di tarik Gani yang kelihatan gemas pada sikapnya, Sekar menarik napas panjang begitu memasuki kediaman mertuanya. Tak ada sambutan apapun karena menurut sang suami, penghuni rumah sedang ke bandara untuk mengantar sanak keluarga yang kemarin hadir di resepsi mereka.
Pun dengan keluarganya yang tadi pagi langsung pulang menggunakan kereta api. Inginnya dia mengajak jalan-jalan dulu, tapi tidak bisa mengingat adiknya harus sekolah. Apalagi Riski yang sudah kelas tiga sekolah menengah atas tak mungkin bolak-balik bolos.
"Ke kamarku dulu, ya."
Sekar mengangguk. Memangnya apa yang bisa dia lakukan selain itu?
Tiba di kamar yang terletak di lantai dua, dia dibuat kagum dengan kerapian yang ada. Tidak ada barang yang tercecer, semua terletak pada tempat masing-masing.
Ya, tak diragukan lagi karena suaminya memang suka kebersihan. Bahkan saat pagi jika dia mandi dulu maka Gani akan melipat selimut, menata bantal, dan merapikan sprei. Hal yang tentu menguntungkan untuknya karena tak perlu beberes dipagi hari.
Meletakkan ranselnya di samping lemari yang terdapat di sisi kanan, dia bermaksud membongkarnya sebelum sebuah tangan tiba-tiba melingkari perutnya. "Mas! Aku mau memasukkan baju ke lemari."
Sesuai keinginan sang suami, Sekar membawa beberapa potong baju yang nantinya akan ditinggal di sini. Dengan maksud memudahkan mereka jika akan bermalam karena tak perlu repot membawa-bawa baju.
"Nanti saja. Aku capek, tidur dulu, yuk."
Oh, tentu saja Sekar menolak. Ini masih pukul sepuluh pagi bukan waktu yang pas untuk tidur siang. Selain itu dia juga belum bertemu mertuanya. Bagaimana jika nanti ketika anggota keluarga barunya itu pulang tapi dia masih tidur?
Pasti memalukan!
"Mas tidur dulu, aku mau beberes."
"Ngga mau. Mumpung masih libur, kapan lagi kita bisa tidur siang bersama?"
Sekar mengernyit. Ada satu sifat baru Gani yang didapatinya kala mereka sudah menikah. Suaminya akan menjadi sangat manja jika menginginkan sesuatu, dan jika tak dituruti bisa merengek layaknya anak kecil.
Seperti sekarang, Gani yang sedang meletakkan kepala di bahu Sekar dengan posisi miring memainkan telunjuknya di pipi sang istri. Bibirnya mencebik seolah mengungkapkan kekesalan. Dan jika begini mau tidak mau Sekar menurut.
Tak terbiasa menghadapi rengekan seseorang, apalagi orang itu telah dewasa membuat Sekar risih. Hingga ingin segera menghentikan keanehan suaminya. "Baiklah," ucapnya menyerah. Toh, dia tak terlalu mengantuk jadi kemungkinan dalam waktu setengah jam sudah terbangun.
Asumsi yang salah karena matanya baru terbuka pukul setengah satu, yang artinya dia tidur kurang lebih dua jam setengah. Parahnya, dia tak lagi mendapati Gani di sampingnya.
Ke mana sang suami?
Kenapa tak membangunkannya, malah meninggalkannya sendirian?
Menuju kamar mandi untuk mencuci muka, dia lantas melakukan kewajibannya. Kemudian keluar kamar setelah menyambar bergo yang terletak di atas nakas. Berdiri di ujung tangga, samar-samar dia mendengar suara orang tengah mengobrol.
Ada keraguan untuk turun, tapi tidak mungkin dia terus-terusan di kamar sementara suara mertuanya terdengar jelas. Memangnya dia mau memakai alasan apa jika tak kunjung ke bawah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung dan Bungsu
General FictionKetika Sekar si anak sulung dengan berbagai beban yang harus ditanggung menikah dengan anak bungsu yang selama hidup dipenuhi kasih sayang.