Bab 18

259 69 20
                                    

Maaf banget, ya update-nya molor.

Cuaca yang kurang bersahabat, membuat kondisi tubuh pun tak bersahabat. Huhuhu

Sehat-sehat semuanya.

Selamat membaca.








"Kamu ngga mau nanya apa-apa?"

Sekar mengeringkan tangannya setelah membasuh piring yang baru saja mereka gunakan. Makan malam yang sangat terlambat karena sejak tadi mereka sibuk mengantar kue. Lalu tetangganya jadi berbondong-bondong ke rumah sambil membawa aneka bahan pokok. Sebagai perkenalan dan ucapan terima kasih.

Dia tak menyangka mendapat tanggapan sebaik ini. Padahal kemarin-kemarin saat bertemu mereka hanya saling sapa ala kadarnya. Namun, tadi banyak orang yang berkumpul di rumah. Membagi segala cerita sampai pukul sembilan malam.

"Memangnya aku harus tanya apa?" tanya Sekar yang mulai lelah menghadapi suaminya. Entah kenapa setelah rumah mereka sepi, Gani terus mengekorinya.

Padahal dia lelah, ingin segera istirahat mengingat besok harus bekerja. Sayangnya, Gani masih betah menguji kesabarannya.

"Ya soal perempuan tadi? Kamu ngga cemburu?" tanya Gani gemas. Respon santai Sekar bukannya membuat dia senang, malah kebakaran jenggot.

"Oh, siapa dia?" Sekar menatap suaminya. Meringis melihat bibir merah Gani mencebik. Benarkah dia menikah dengan laki-laki berumur tiga puluh tahun lebih?

Toh, terlepas dari ekspresi aneh suaminya tadi, interaksi di antara keduanya cukup normal. Saling bersalaman dan menanyakan kabar. Tidak ada yang berlebihan, jadi untuk apa dia cemburu?

"Sudah lah lupakan!"

Mengela napas panjang, Sekar merasa tengah menghadapi anak kecil. Adiknya bahkan tak separah suaminya yang sedikit-sedikit memanggil namanya.

"Sekar!"

Nah, kan! Baru saja dipikirkan suaminya telah kembali berulah. Entah apa yang sekarang dicari Gani di kamar yang hari ini untuk pertama kali mereka tinggali. Hal yang tak terencana karena mau kembali ke kosan sudah terlalu larut. Ditambah badan juga ingin segera beristirahat.

Melangkah menuju kamar utama, dia menggeleng pelan begitu menemukan suaminya mondar-mandir mencari sesuatu. Masalahnya yang membuat dia gemas adalah, Gani hanya sekedar melongok. Tak mencoba mengacak-acak laci, atau menyingkirkan benda di atas nakas. Kalau begitu bagaimana bisa ketemu?

"Mas cari apa?"

"Dompet."

Sekar mengembuskan napas pajang, dia menghampiri sang suami yang berdiri di depan meja rias. Benda yang sebenarnya enggan dia beli karena merasa tak membutuhkannya. Produk perawatan wajahnya tak terlalu banyak, ditaruh dalam satu wadah kotak kecil juga cukup.

"Lain kali kalau cari dibuka lacinya, terus barang-barang yang ada paling atas diangkat. Dan ... ketemu." Sekar menarik tangan suaminya dan meletakkan dompet warna hitam di atas telapak tangan itu.

"Tadi sudah aku lakukan," balas Gani tak terima.

"Terus kenapa bisa ngga ketemu?" tanya Sekar gemas. Sejak menikah dengan Gani kemampuan bicaranya meningkat pesat. Dia merasa semakin cerewet.

"Mana aku tau, mungkin dompetnya sembunyi."

"Oh, dompetnya bisa jalan?"

Alih-alih kesal karena disindir, Gani justru tertawa. "Mungkin, nanti coba aku cek. Siapa tau dia menyembunyikan kakinya." Gani mencubit pipi istrinya.

Sulung dan BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang