Ada yang nunggu? Hehe
Selamat membaca.
"Jadi? Dia mantan Mas Gani?"
"Bukan!" sanggah Gani cepat. Menggaruk kepalanya, dia terlihat tak yakin dengan jawabannya. "Gimana, ya. Aku juga bingung sama hubungan kami."
Melihat istrinya diam saja, seakan menunggu kelanjutan ceritanya membuat dia jadi bingung sendiri. "Ehm, jadi dulu pas masih berlayar mama mau jodohin aku sama anak temannya."
"Mbak Putri itu?" sela Sekar yang lama-lama tak sabar. Lama sekali suaminya memilih kata untuk dikeluarkan.
"Iya. Nah, kami cuma komunikasi lewat pesan saja. Tapi ngga sering, lah. Karena mas merasa cocok jadinya bilang ke mama." Gani memainkan jari istrinya. Tak sekasar dulu, ternyata body lotion yang direkomendasikan kakaknya bekerja efektif.
Ya, karena Sekar sulit sekali disuruh belanja produk kecantikan dia berinisiatif minta tolong kakaknya. Untung saja Sekar tak tersinggung saat dia memberikan body lotion yang berfungsi menghaluskan kulit. Dia memilih itu karena menurutnya sesuai dengan kebutuhan sang istri.
Dia menyukai warna kulit Sekar, jadi ketika meminta saran kakaknya dia berkata untuk kulit sehat bukan yang memutihkan. Lagipula dengan warna sawo matangnya, sang istri tampak mempesona di matanya. Ya namanya juga orang jatuh cinta segala sesuatu yang dalam diri Sekar terlihat menarik di matanya.
"Sebagai orang tua yang mau anaknya segera menikah tentu mama senang banget. Jadinya pas aku pulang mama minta aku tunangan dulu."
"Kenapa sih mama mau Mas Gani segera nikah?"
"Simple, sih. Mama ngga mau aku berlayar lagi. Berpikirnya kalau aku punya istri maka aku akan berhenti kerja."
Sekar mengangguk. "Lalu?"
"Sabar, kamu tanya terus jadinya kepotong ceritanya." Gani mencubit gemas pipi istrinya saat raut wajah itu berubah menjadi bersalah. "Jangan suka nunjukkin kayak gini lah, aku ngga suka. Kesannya kamu takut banget sama aku."
"Iya, maaf. Udah lanjutkan lagi."
Gani menyeringai. Menarik tubuh Sekar, dia membuat tubuh yang mulai berisi itu pindah ke pangkuannya.
"Mas, lepas!" Sekar memukul dada suaminya. Sampai sekarang dia belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Rasanya aneh dan mendebarkan. "Aku mau turun, mas."
"Jangan banyak gerak. Katanya mau mendengar ceritaku," desis Gani galak. Bukannya apa, jika Sekar tak bisa diam yang ada mereka akan berakhir di kamar.
"Oke, cepat cerita!" Sekar mulai memahami raut suaminya dan dia tak mau mencari gara-gara.
"Lalu akhirnya sampai hari H." Gani tak mungkin lupa hari itu. Saat di mana dia merasa sangat permalukan.
"Kamu deg-degan?"
Gani menoleh pada kakaknya yang tampak menawan dengan balutan kebaya biru muda. Ibu hamil yang duduk di depan itu menatap penasaran lewat kaca kecil yang berada di mobil.
"Entahlah."
"Pasti engga. Kamu kelihatan santai banget soalnya."
Memilih menatap jalan melalui kaca jendela samping, Gani tak menanggapi lebih lanjut ucapan kakaknya. Meski sebenarnya hal itu adalah kebenaran. Dia sama sekali tak merasakan deg-degan, tegang atau semacamnya.
Rasanya dia menjalani hari seperti biasa. Tak ada bedanya sekarang dan kemarin-kemarin, walau ada acara besar saat ini yaitu pesta pertunangannya.
Tiba di restoran yang dipilih ibunya, dia keluar lebih dulu disusul pasangan yang tadi menemaninya dalam mobil. Sementara orang tuanya tampak mengatur sanak keluarganya yang bertugas membawa seserahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung dan Bungsu
General FictionKetika Sekar si anak sulung dengan berbagai beban yang harus ditanggung menikah dengan anak bungsu yang selama hidup dipenuhi kasih sayang.