Bab 15: Analisis dan Kenyataan Pahit

34 3 0
                                    

Aku berusaha melalui sisa hari itu dengan normal—belajar, piket, mengobrol, dan melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari—. Aku tak mau membingungkan orang lain dengan hal yang masih tersembunyi di balik tirai misteri. Meski demikian, rupanya hasrat akan kebenaran tak bisa kutahan dalam jangka waktu lama. Setelah pulang dari sekolah, mandi, berganti pakaian, dan menyantap makan malam, aku pun memasuki kamar tidurku dengan langkah tergesa-gesa, lalu melempar tubuhku pada alas kasur dan sandaran tembok. Kedua mata serta pikiranku terpaku pada keanehan yang telah menggunung. Di bawah semburat rembulan yang menimpa seisi kamar dan dengan kepala tercengkeram, aku berusaha mencari arti dari semua keanehan yang terjadi.

"Apa maksudnya ini? Kenapa sosok Akari di dalam foto bisa terlihat samar? Kameramen bilang kameranya baru saja diservis kemarin, 'kan? Kalaupun dia sengaja bohong untuk menghindari omelan dan itu memang kekeliruan kerja kamera, masa cuma Akari yang kena di semua gambar?" gumamku penuh tanda tanya.

"Kalau kuingat-ingat lagi, sapaan 'Hello Again' yang ditujukan Akari padaku waktu kami pertama kali bertemu juga terlalu bagus sebagai kecerobohan biasa. Masalahnya, sepengamatanku, di peristiwa-peristiwa seterusnya dia nggak pernah lupa hal-hal kecil atau salah bicara. Kejadian di mana hawa keberadaan Akari nggak bisa dirasakan juga terlalu aneh untuk dianggap perasaanku saja. Tapi..., apa mereka memang punya hubungan dengan keanehan-keanehan lain? Kalau iya, apa? Perasaan aneh itu bersikeras bilang firasatku benar, tapi perasaan mana bisa dijadikan bukti!!"

Kutarik napas panjang-panjang sebelum akhirnya membuangnya lagi. Napasku yang memburu ini perlu diatur terlebih dahulu. Aku harus sabar dan tenang. Jika tidak, kebenarannya takkan pernah terungkap bahkan sampai dunia ini berakhir sekalipun.

"Tenang, sabar. Petunjuk yang bisa jadi bahan analisis sudah terkumpul banyak. Coba tarik garis pelan-pelan. Sapaan 'Hello Again' yang dia katakan waktu pertemuan pertama sudah jelas berkaitan dengan cerita masa kecilnya. Teman yang melupakannya itu mungkin saja aku. Sekarang, yang jadi masalah adalah kaitannya dengan empat keanehan la-"

"Tunggu!!" Bagai bohlam lampu yang dialiri listrik, sepasang pupil mata kelabu milikku menyala, memancarkan cahaya pencerahan. "Apa iya sifat pelupaku separah itu? Kalau penyebabnya adalah lama nggak bertemu, paling akibatnya cuma lupa beberapa ciri, 'kan? Ciri khas orang yang bisa membekas di ingatan kita ada banyak, mulai dari wajah sampai cara bicara. Nggak mungkin aku lupa semua itu bahkan setelah bertemu lagi dengan orangnya, kecuali... itu ada kaitannya dengan misteri-misteri sisanya."

Kutepukkan kedua telapak tangan hingga berbunyi nyaring sembari bangkit berdiri dari kasur dan mengguratkan senyum lebar di wajah. "Itu dia!!! Ruang itu bisa kugunakan untuk mengaitkannya dengan kelompok mata rantai yang satu lagi!!"

"Sekarang, aku tinggal mencari penyebab berikutnya." Aku bergumam sekali lagi sembari meraba dagu menggunakan jari-jari tangan dan mengernyitkan dahi. "Kira-kira, apa yang bisa membuatku lupa segala hal tentang Akari?"

Untuk beberapa belas menit, suasana hanya diisi oleh suara-suara binatang malam, sebelum akhirnya aku menjentikkan jari sambil mengangkat kedua sudut bibir lagi sebagai pertanda tercapainya konklusi berikutnya.

Amnesia akibat trauma fisik atau penyebab bukan-psikologis lain yang membuatku lupa memori kelam serta dissociative amnesia-lah dua jawaban yang paling masuk akal, mengingat sikap orangtuaku yang pasif. Jika yang kulupakan adalah memori menyenangkan, pasti mereka akan mati-matian mendorongku untuk mendapatkan ingatan tersebut lagi. Ngomong-ngomong, dissociative amnesia itu sendiri adalah sebuah gangguan psikologis yang timbul akibat trauma mental dan berimbas pada tersembunyinya (bukan terhapusnya) ingatan tentang peristiwa traumatis di otak.

Kalian terkejut karena aku tahu soal begituan? Yah, biarpun otakku lamban dalam hal pelajaran, begini-gini aku tahu beberapa pengetahuan umum. Waktu SMP dulu, berawal dari menonton episode anime 'Monster' tentang Anna Liebert—saudari Johann Liebert—yang kehilangan ingatan hingga mengganti identitasnya jadi Nina Fortner akibat trauma yang timbul saat menyaksikan Johann membantai keluarga Liebert, aku melakukan riset kecil-kecilan tentang dissociative amnesia. Dari sanalah aku mengetahuinya.

Hello Again, KuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang