Bab 28: Hello Again, Kuro [END]

62 1 0
                                        

Semua bermula pada suatu tempat dan berakhir pada tempat yang sama atau serupa sebagai pertanda bahwa kisahnya telah berjalan satu lingkaran penuh. Aku sudah sering sekali melihat konsep tersebut di anime-anime yang kutonton, tapi sama sekali tak pernah terbersit di benakku kalau itu akan terjadi kepadaku di dunia nyata.

Sepuluh tahun silam, aku dan Akari pertama kali berjumpa di bawah sebuah pohon di halaman sekolah kami waktu SD dan siang ini kami akan segera berpisah fisik di bawah pohon sakura yang kini telah didominasi warna hijau di halaman SMA Haruki atas inisiatif Akari. Bahkan kami juga mengenakan seragam sekolah seperti ketika pertemuan pertama. Apa Sang Takdir ingin memberi kami cara indah untuk berpisah? Setelah semua penyiksaan yang dibebankannya di pundak kami berdua.... Ah, lupakan saja. Cara kerja dunia ini memang di luar logika.

"Waktunya hampir tiba, Kuro," ucap Akari sambil tersenyum. "Kali ini, jangan merindukanku, ya."

"Dasar.... Bisa-bisanya kamu masih ingat lelucon itu." Aku yang dulu barangkali akan langsung jatuh ke dalam depresi jika mendengar kata-kata yang membangkitkan kenangan buruk itu, tetapi kini aku justru terkekeh geli. Yah, itu juga bisa jadi bukti kalau delapan tahun lalu Sang Takdir memberi kesempatan pada Akari untuk mengucapkan selamat tinggal, walaupun tidak secara eksplisit. Badai tak selamanya hanya menyisakan luka dan kerusakan.

"Jangan menyusulku cepat-cepat, ya. Tindakanmu akan jadi percuma seandainya ternyata dunia setelah kematian kita berbeda. Jangan mati konyol." Akari turut melontarkan tawa kecil. Ucapannya terdengar seperti candaan, tapi air mata yang mulai mengaliri pipinya jelas membuktikan bahwa itu cuma upaya untuk menutupi kesedihan.

"Kamu masih sama saja, ya, Akari." Aku berinisiatif menggerakkan tangan demi menghapus air matanya. Walau sedang menangis, anehnya kecantikannya sama sekali tak pudar. "Nggak perlu malu untuk menunjukkan kesedihan. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu juga manusia biasa, 'kan? Sebagai manusia, berekspresi itu wajar."

"Kamu sendiri juga masih sama, 'kan? Detak jantungmu kedengaran sampai sini, tahu," balas Akari, membuat aku buru-buru meraba dada. Gadis itu benar. Sial, kenapa detak jantung dan gerakan tubuhku bisa saling bertentangan begini?

"Ha..., ha.... Kurasa sebesar apapun development yang kita dapatkan, ciri khas kita akan tetap ada, ya," ujarku seraya tertawa kecut dan menggaruk tengkuk, salah tingkah. "Kuharap sisi positif kita berdua juga akan terus bertahan."

Akari mengangguk setuju sembari menyeka air matanya lagi. "Ya, aku juga mengharapkan hal yang sama."

"Kuro-kun, mau melakukan salam penyemangat kita yang biasanya? Untuk terakhir kali."

Kini giliran aku yang mengangguk. Masih dengan senyum cerah di wajahnya yang mengalahkan bekas-bekas tangisan, gadis berambut oranye terang tersebut menyodorkan kepalan tangannya. Aku segera menyambutnya dengan kepalan tanganku, lalu mengangkat keduanya tinggi-tinggi ke udara.

"Ayo... berjuang!!!"

Kami pun tertawa keras-keras hingga jatuh terduduk di rerumputan, kemudian berbaring santai dengan lengan sebagai bantal, memandangi awan-awan yang melintas perlahan di langit biru di kejauhan. Risiko reaksi dari orang lain yang mungkin kebetulan lewat tak kami pedulikan sama sekali. Ini kesempatan terakhir kami bersama, masa bodoh dengan orang lain. Lagipula suasana sekolah relatif sepi selama libur musim panas dan kalaupun ada orang lain yang melihat, Akari masih bisa menghapus ingatan mereka.

Kurasa... ini juga saat yang tepat untuk mengucapkan itu untuk terakhir kali.

"Hei, Akari." Aku membuka pembicaraan, kali ini sambil menolehkan kepala padanya, tentu saja. Aku sudah tidak mau lagi melarikan diri di detik-detik terakhir.

"Kita tidak akan benar-benar berpisah, karena ini bukanlah 'The End' melainkan 'To be Continued', jadi aku nggak mau mengucapkan selamat tinggal. Aku hanya akan bilang... maaf untuk ketidakpekaan, kebodohan, dan kekeraskepalaanku dulu, dan terima kasih banyak sudah menunjukkan cahaya harapan kepadaku. Maaf dan terima kasih untuk segalanya."

Hello Again, KuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang