Bab 13: Intermezzo - Bukan Hanya Aku yang Mengalami Development

24 4 0
                                    

Bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring, menandakan selesainya 'pertempuran' untuk hari ini. Sesuai instruksi guru pengawas, seluruh murid peserta ujian mengumpulkan lembar soal serta lembar jawaban mereka, kemudian bersiap-siap pulang ke rumah. Raut wajah mereka beragam. Ada yang santai, ada yang masa bodoh, dan ada juga yang pundung. Aku masuk ke dalam kategori mereka yang pundung. Tidak, bukan cuma pundung tapi pundung garis keras. Sampai ketika guru pengawas sudah pergi dan murid-murid lain mulai membubarkan diri pun aku masih mematung. Menenggelamkan wajah ke meja, tak bersuara, tak bergerak sedikitpun.

Ya, bagaimana mungkin aku nggak sepundung itu?! Di kedua ujian hari ini..., cuma soal-soal di halaman pertama dan terakhir yang aku yakin jawabannya benar. Sisanya kujawab sejauh yang kuingat saja. Aku nggak yakin cara menghitungnya benar atau salah. Bahkan ada juga sejumlah nomor yang kujawab dengan cara asal silang. Gimana bisa aku yakin akan dapat nilai bagus?

"Ah, berakhir sudah." Sambil mengangkat kepala dengan muka pucat dan mata sayu, aku bergumam pelan. "Sia-sia semua perjuangan tadi malam. Sudah susah payah, tapi malah lupa cara. Pasti ujung-ujungnya jeblok lagi, nih."

"Hasilnya belum keluar, kok." Akari yang entah sejak kapan sudah ada di sampingku merespons. "Kemungkinannya terlalu kecil bukan berarti nggak ada kemungkinan, 'kan?"

"Ada benarnya, sih," ujarku sembari menolehkan kepala. "Tapi..., sangat susah berpegang pada kemungkinan yang kecil itu."

Akari tersenyum mendengarnya, kemudian mendekatkan diri dan meraba bahuku. "Dia kecil, rapuh, dan sangat susah menggantungkan diri padanya, tapi mempunyai potensi besar yang tersembunyi. Bukannya itu semua memang sifat dari harapan?"

"Jadi..., percayalah pada potensi yang sulit dipercaya itu, setidaknya sampai hasil akhirnya keluar." Gadis itu menepuk punggungku, berusaha memberi semangat. "Masih belum waktunya untuk berhenti, Kuro-kun."

"Baiklah...," sahutku, masih dengan suara pelan. "Aku akan berusaha untuk optimis, setidaknya sampai hasil akhirnya keluar."

"Terima kasih sudah berusaha menyemangatiku, Akari."

-------

Satu minggu telah berlalu sejak hari itu. Ujian Tengah Semester sudah berakhir dan penilaian juga sudah selesai. Bersamaan dengan tibanya awal dari minggu yang baru, waktu pembagian nilai ujian pun tiba. Berita buruknya, ini diawali dengan pembagian nilai ujian di salah satu mata pelajaran yang paling kukhawatirkan, yaitu fisika. Meskipun Akari sudah menyemangatiku, aku masih tak yakin akan mendapat nilai bagus.

Satu-persatu, sang guru memanggil murid-murid untuk maju ke depan dan menerima kertas ujian. Reaksi mereka beragam. Ada yang puas, terkejut, pasrah, dan masa bodoh. Melihat reaksi beberapa murid yang tadinya santai mendadak jadi shock, jantungku semakin berdegup kencang. Kalau pada kasus mereka yang sudah yakin saja hasilnya bisa berbeda, apalagi pada kasusku.

Tak lama kemudian, namaku-Kuromaru Akeron-pun dipanggil. Wajar saja, karena nomor absenku terletak di angka belasan.

"Sudah giliranku, ya."

Sembari menenggak ludah, aku berusaha menenangkan detak jantung, tapi gagal. Akhirnya terpaksa aku maju ke depan dalam kondisi panik dan tidak percaya diri. Namun, justru hasil yang kuterima malah berbanding terbalik dengan dugaanku.

"Apa?!"

Aku terperanjat hingga mundur beberapa langkah dan hampir tersandung meja. Di sudut lembar jawabanku, tertulis besar-besar angka 83. Spontan aku mengucek-ucek kedua mata, memastikan apakah yang kulihat tadi sekedar ilusi atau memang kenyataan, tapi berapa kalipun dilihat hasilnya tetap sama. Hei, ini serius?! Aku betulan dapat nilai bagus?

Hello Again, KuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang