Bab 26: Kebahagiaan yang Telah Diraih Kembali.

17 1 0
                                    

Malam yang sangat panjang dan melelahkan bagi diriku dan Akari itu pun berakhir. Lalu, Sang Fajar pun merekah, menyinari langit Kota Yume dengan cahaya keemasan hangat. Berkas-berkas cahaya itu menembus sela-sela papan kayu dinding gudang tak terpakai yang jadi saksi bisu atas kejadian semalam, dengan lembut membangunkan diriku yang tertidur karena kelelahan di sana.

Tidur di lantai berdebu membuat badanku terasa tidak enak dan memicu alergi debuku bangkit, jadi usai puas bersin, aku pun menepuk-nepuk sekujur tubuh demi mengusir debu, kemudian meregangkan serta memijit-mijit otot-otot tubuhku. Di saat bersamaan, pandanganku meneliti setiap sentimeter dari ruangan ini.

Hal pertama yang kutemui adalah Akari, sang gadis mentari yang tertidur lelap. Penampilannya jelas acak-acakan, dengan pakaian kusut berlapis debu dan rambut oranye menutupi sebagian wajahnya. Bisa dikatakan dia telah kembali ke setelan pabrik'. Namun, entah mengapa ia tetap terlihat anggun. Bahkan dengkurannya pun terdengar halus dan menenangkan. Barangkali aku akan menghabiskan pagi itu dengan memandanginya dalam-dalam, kalau saja otakku tidak menarikku pulang kepada kenyataan.

Didorong perasaan tidak enak yang disebabkan oleh udara hangat ini, aku meraih ponsel pintar di saku, yang anehnya masih utuh setelah peristiwa semalam, kemudian menyalakan layarnya. Tampilan layar kunci menunjukkan pukul 09:01. Matilah aku. Bel masuk sekolah pasti sudah berdering.

"Sialaannn!!! Jangan bilang ini akhir dari rekor masuk tepat waktuku!!" seruku sembari melesat menghampiri Akari, mengguncang-guncang raganya sekeras mungkin. "Hei, Akari!! Bangun!! Ini gawat!!"

Gadis itu sempat beberapa kali berusaha menulikan telinga serta melanjutkan bunga tidur, tapi guncanganku kian mengeras seiring waktu berlalu. Mau tidak mau dia pun membuka kelopak mata, kemudian bangkit ke posisi duduk dan menguap lebar.

"Ada apa, sih, Kuro-kun?" ucapnya sambil mengucek-ucek mata. "Masih pagi buta begini...."

"'Pagi buta' apanya?! Kamu lagi mengigau, ya?!" Aku menunjuk angka yang tertera di layar ponselku. "Lihat, sudah jam sembilan!! Kita telat!!"

Sejurus kemudian, Akari pun turut tersadar akan hal itu. Kedua mata biru langit miliknya membelalak seiring mulutnya ternganga.

"Aaaakkkhh!!!" Gadis berambut oranye itu buru-buru bangkit berdiri, kemudian melesat menuju pintu dan membukanya. Cahaya matahari yang telah intens pun menyambutnya, semakin menegaskan waktu.

"Gimana ini?! Seragam, tas, alat tulis, dan buku-buku kita masih ada di rumah!!" serunya panik.

"Ah, aku punya ide!!" Aku menjentikkan jari. "Gimana kalau kau membuat replikanya saja lalu memanipulasi ingatan orangtua kita dan semua orang di sekolah?"

"Tiga manipulasi sekaligus? Kamu gila, ya, Kuro-kun?" protesnya. "Tenagaku sudah terkuras karena semalam membangun ulang kota ini dan menghapus ingatan banyak orang sekaligus, tahu!!"

Aku memutar mata seraya memasang tatapan mengejek. "Padahal dibantu aku dan Veritas yang mengutusku juga."

"Tetap saja!!" Akari masih terus memprotes. "Kalau aku pingsan nanti, memangnya kamu mau menggotongku ke rumah sakit?"

"Ya sudah, ya sudah!!" Akhirnya akulah yang menyerah. Lagipula berdebat dalam kondisi seperti ini hanya akan menambah parah keterlambatan kami. "Kita ambil jalan tengah saja. Kamu cukup buat replikanya dan manipulasi ingatan orangtua kita supaya kejadian semalam nggak ketahuan."

Akari mengangguk setuju, kemudian mengarahkan kedua tangannya ke depan. Replika dari tas ransel, buku-buku, kotak pensil, beserta seragam sekolah kami pun perlahan menampakkan struktur mereka. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk benar-benar terwujud secara fisik. Cepat-cepat kami mengganti pakaian—sesudah menutup pintu kembali dan dengan menghadap sisi gudang yang berlawanan, tentunya—, kemudian memasukkan buku-buku dan kotak pensil ke dalam tas.

Hello Again, KuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang