Bab 5

17 5 21
                                    

"Dev, kamu jadi ikut ekskul apa?" tanya Yuna. Aku terdiam sejenak karena dari semalam, aku merasa bimbang.

"Aku mau ambil ekskul teater deh Yun. Aku tertarik sama drama gitu," tuturku.

Yuna melirikku sekilas kemudian melanjutkan kegiatannya mencatat.

"Serius? Yakin mau ambil teater?" tanya Yuna lagi.

"Yakin Yun."

"Oke, bagus deh yang penting yakin dan happy aja," tutur Yuna.

Aku mengangguk sebagai respon. Netraku menelusuri setiap sudut kelas mencari keberadaan Devian. Laki-laki itu kemana?

"Ciee nyariin doi ya?" goda Yuna. Aku mendesis pelan.

"Ish, sok tau kamu Yun," ucapku.

Yuna tersenyum simpul. Ia gemar sekali mengodaku.

"Haii, cewek!" Pekikan menjengkelkan muncul dari seorang laki-laki yang tak aku inginkan. Siapa lagi kalau bukan Refan.

"Ah, dia lagi," pikirku. Bagaimana tidak aku sedang mencari Devian tapi Refan yang muncul.

"Yuk ke kantin!" ajak Yuna kemudian berdiri dari bangkunya hendak melangkah.

"Eh, ikut dong Yun. Aku juga mau ke kantin nih," celetuk Refan menghentikan langkahnya.

"Yaudah sih, terserah aja," sahut Yuna cuek.

Laki-laki itu kemudian mengikuti langkahku dan Yuna. Aku sebenarnya tak mengerti dengan Refan. Mengapa akhir-akhir ini, laki-laki itu sering muncul mendekatiku.

Saat sampai di kantin, aku melihat Devian sedang bersama dengan seseorang yang tak asing bagiku. Gadis yang berada disekitar Devian. Siapa lagi kalau bukan Nesya.

Aku menatap mereka sendu. Mereka tertawa bahagia bersama dan tertawa lepas. Aku sangat ingin berada diposisi Nesya. Saat itu, pikiranku kacau. Kenapa dia mudah sekali memikat hati seorang Devian?

Aku terus berjalan tak menghiraukan mereka. Meskipun hati sudah tak karuan tapi, aku harus tetap terlihat biasa saja dihadapan mereka.

"Kamu gak papa kan Dev?" pertanyaan itu terlontar dari Yuna. Ia adalah satu-satunya sahabatku yang setia dengan keluh kesahku. Aku sangat bersyukur bertemu dengan Yuna.

"Ga papa Yun."

***

Aku sibuk meneliti langkah menyulam. Aku masih belum paham caranya menyulam. Ya, hari ini ada pelajaran keterampilan dan fokusnya membuat karya menyulam.

Minggu depan, waktunya untuk persiapan bahan yang dibutuhkan. Waktu itu, aku suka dengan pelajaran keterampilan karena merasa pelajaran itu membutuhkan daya kreasi yang tak terbatas. Aku jadi tau caranya menyulam.

"Yun, beli bahan sulam dimana ya?" tanyaku pada Yuna yang masih fokus memperhatikan langkah menyulam dari Bu Ratih.

"Kayaknya daerah jalan Dhoho ada Dev," tutur Yuna berpikir sejenak.

"Oke Yun, makasih infonya ya," ucapku.

Aku segera mencatat apa saja bahan yang disiapkan.

Aku melihat Devian yang sibuk mencatat. Aku rindu bercakap dengannya. Aku rindu memulai percakapan dengannya.

Pada sebuah kata rindu

Rinduku pada masa itu
Rindu bersama berbincang
Memulai topik obrolan ringan
Asaku ingin kembali pada memori usang itu
Kembali pada lelaki pemilik memori

Andai kau tau, namamu selalu bersemayam dalam kalbu
Mengurai segala kenangan kita
Jika kini terasa asing
Kata-kata indah itu tercipta untuk mengingatkanmu
Tentang seorang gadis puitis yang mengenang kisah itu

Andai kau tau, rasa rindu itu merasuk bersama bayanganmu
Rasa yang tak tersampaikan
Sampai pada ujung penantian



Selamat pagi readers 🤗. Jumpa lagi dengan Devian dan Devika. Maafin author yang sibuk ini wkwk. Baru update lagi tentang mereka.

Author juga kangen kalau diposisi Devika 😭

Jangan lupa vote dan komennya ya 💙💙

See you next part.

Kisah untuk Devian ( Tamat & Sudah Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang