Semakin hari, aku disibukkan dengan belajar untuk persiapan ujian nasional. Aku harus fokus belajar untuk bisa masuk ke SMA negeri tujuanku saat itu. Sementara hubunganku dengan Devian merenggang. Seperti biasa, aku hanya bisa melihat dirinya dari kejauhan dengan perasaan yang berkecamuk.
"Dev, kamu mau daftar bimbel gak ?" tanya Yuna membuyarkan lamunanku.
"Hah?" tanyaku kurang fokus.
"Kamu mau ikut bimbel gak?"
"Oh itu, enggak kayaknya Yun. Mahal bimbel disana. Orang tuaku gak ada uang," jawabku.
"Oalah. Gak cari bimbel yang murah gitu?" tanya Yuna lagi.
"Enggak tau hehe. Belum kepikiran aku," sahutku.
"Duh, aku pusing nih mau masuk SMA mana," celetuk Yuna.
"Lho, emang, kamu pengen SMA mana?"
"Pengen pokoknya SMA negeri gitu. Kalau kamu Dev?" tanya Yuna.
"Aku sih pengen ke SMA 7 atau gak 8 sih," jawabku.
"Oalah disana," sahut Yuna sambil manggut-manggut.
Aku mengeluarkan buku paket berisi soal-soal try out. Aku mulai fokus pada deretan rumus yang tertera.
Aku melirik ke arah Devian yang masih fokus mengerjakan sesuatu disana. Entah apa yang sedang dikerjakannya.
Saat tengah asik melirik Devian, seperti biasa kehadiran Nesya mengganggu pandanganku. Sepertinya, kesempatan untuk bersama Devian kian menipis. Waktu terus berlalu dan sebentar lagi, akan aku akan lulus dan itu artinya kesempatan bertemu Devian juga kecil.
***
"Dev, kamu gak ada niatan buat jujur ke Devian soal perasaan kamu?" Celetuk Yuna tiba-tiba saat di kantin.
"Enggak Yun, aku gak berani," jawabku.
"Coba kamu pikirin lagi deh. Kita ini bentar lagi mau lulus, kamu juga gak tau kan akan ketemu lagi enggak sama Devian. Kalian juga nantinya akan ketemu orang baru nantinya dan kesempatan untuk bicara sama dia semakin tipis Dev. Kamu gak takut nyesel suatu saat?" Aku hanya diam sambil mencerna ucapan Yuna. Ada benarnya juga namun, keberanian untuk bicara empat mata dengan Devian itu bukan perkara yang mudah apalagi mengungkapkan perasaan.
"Aku pikirin lagi deh Yun nanti," sahutku kemudian.
Aku mengedarkan pandangan ke penjuru kantin. Aku melihat Devian sedang bersama dengan Nesya. Mereka terlihat sangat asik dan bercanda tawa bersama. Sepertinya aku sudah kalah jauh dengan Nesya. Aku hanya berani dari jauh sama memperhatikan Devian sedangkan Nesya dengan mudah membuat Devian nyaman dengan canda tawanya.
Apakah ini jawaban atas perasaanku? Tapi, selagi Devian belum punya pasangan, tak ada salahnya aku masih menyimpan perasaanku padanya.
***
Hujan deras membasahi kota sejak tadi sore. Gemericik hujan masih terdengar di luar rumah. Hawa dingin menyusup. Aku menulis lagi tentang kegundahan hatiku. Seperti biasanya, aku menuangkan kata-kata.
Hujan telah datang
Bila hujan telah datang, aku merasa dingin
Derasnya air hujan membasahi raga ini
Sepi tanpa canda tawa
Seperti hatiku padamu
Kau seperti hujan yang datangHujan yang menyapa setiap malam
Membawa sebongkah rindu yang menyeruak
Seperti dingin yang menusuk kulit
Sadarkah aku jika aku terlalu jauh
Terhanyut dengan perasaan cinta untukmu
Yang tak tentu arahnya
Seperti dauh yang hanyut terbawa air hujanHalo para readers. Selamat pagi, maaf author baru update wkwk. Semoga hari ini menyenangkan ya. Semangat semuanya 🙌
Jangan lupa vote dan komennya ya
See you next part 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah untuk Devian ( Tamat & Sudah Cetak)
Novela JuvenilSeorang gadis penyuka puisi yang selalu menuliskan puisi tentang semua yang dia rasakan, terutama tentang seorang yang pernah singgah dihatinya. Devian Alvares laki-laki penyuka musik dan seni lukis. Sosok yang bersemayam dalam balutan diksi karya s...