Rosa benar-benar seenaknya sendiri. Dia melakukan sesuatu tanpa memikirkan apakah aku keberatan atau tidak. Kuyakin, gadis itu akan mengulanginya lagi, seperti yang sudah-sudah.
“Gimana hasil diskusi kalian?” tanyaku pada Rosa yang baru masuk ke mobil.
“Melebihi ekspektasiku! Aku nggak nyangka, ternyata Papa punya alat pendeteksi kebohongan. Dengan alat itu, ngeyakinin orang-orang bakalan gampang dan namamu bisa dibersihin. Ini kabar baik buatmu, Nakula!”
Semangat sekali gadis ini.
“Tapi, kenapa kamu nolak pas Papa nawarin bantuan ini padamu?”
Ah, jadi Rosa sudah tahu tentang itu. Dan mungkin, gadis ini juga sudah mengetahui soal interogasi waktu itu. Namun, aku ragu dia mengetahui perbuatan ayahnya padaku.
“Kalo aja kamu nerima bantuan Papa, masalah ini nggak bakalan ada.”
“Biar gue tebak, Cantik berniat ngeyakinin ortu gue juga, kan?”
“Tepat. Dan kamu nggak boleh nolak.”
Kan, benar apa yang kubilang.
Huft
“Terserah Cantik aja deh.”
Aku hanya bisa pasrah. Akan tetapi, bagaimanapun hasilnya nanti, aku tetap harus berterima kasih pada mereka yang sudah mau membantu sampai sejauh ini. Khususnya Rosa. Aku benar-benar berhutang budi padanya.
🍎🍏🍎
Hari ini, rumahku sungguh ramai. Keluargaku—minus Sadewa yang asyik mendekam di kamarnya—keluarganya Rosa, serta keluarganya Aya berkumpul di ruang tamu. Karena sofa tidak mencukupi, aku, Rosa, dan Aya harus berdiri, sementara Om Bima dan Om Val duduk di pinggiran sofa karena istri mereka enggan berhimpit-himpitan.
“Jadi, bagaimana cara kalian untuk membuktikan bahwa Nakula tidak bersalah?” Papa mengawali pembicaraan kami.
Sebagai jawaban, Om Bima maju dan meletakkan sebuah benda—yang masih sangat kuingat apa fungsinya—di meja.
Penasaran, Mama bertanya, “Apa itu?”
“Alat pendeteksi kebohongan,” jawab Tante Kirana. “Dengan alat itu, kami sudah mengkonfirmasi rumor buruk Nakula. Hasilnya, rumor itu terbukti tidak benar. Dengan kata lain, Nakula dijebak oleh sahabatnya sendiri.”
Tante Luna menimpali, “Apa alat itu bisa dipercaya?”
“Jelas bisa.” Om Bima yang menjawab, “Karena kami sama seperti kamu dan suamimu, sama-sama orang tua yang tidak mau anaknya salah pergaulan. Jadi, kalau alat itu tidak bisa dipercaya, mustahil kami mengizinkan Rosa dekat dengan Nakula. Apalagi sampai mengizinkannya menjadi guru privatnya Rosa.”
“Sebagai tambahan, Nakula juga menjadi guru privatnya Dini. Kalau Nakula bukan anak baik-baik, aku tidak mungkin memintanya untuk mengajari putriku yang belum lama menjadi ABG,” sahut Bu Nur.
Seketika, pandangan Mama, Papa, dan keluarganya Aya tertuju padaku.
“Kak Nakula hebat. Masih sekolah, tapi udah jadi guru privat.” Aya berujar lirih, “Kenapa Kakak nggak bilang ke aku?”
Aku membalas, tak kalah lirih, “Karena lo nggak nanya.” Yah, sebenarnya aku hanya tidak ingin Bi Ayu sampai mengetahui masalah itu. Kalau sampai tahu, beliau bakal memberikan semua uang gajinya agar aku tidak perlu bekerja sebagai guru privat lagi.
Sesaat kemudian, obrolanku dengan Aya berakhir oleh pertanyaan Mama.
“Tapi, apa alasan Kejora menjebak Nakula? Seingatku, hubungan mereka baik-baik saja.”Aku juga ingin tahu jawabannya. Maksudku, selama ini aku baik pada anak itu, tetapi dia malah tega menjebakku. Memangnya, apa salahku?
“Soal itu, mungkin Sadewa tahu jawabannya.”
Serentak, semua pasang mata tertuju pada salah satu gadis yang berdiri bersamaku di belakang sofa ini. Diapit olehku, juga Aya.
“Apa maksud lo bawa-bawa nama gue?”
Kehadiran Sadewa menarik perhatian kami semua. Aku menduga, dia sudah menguping sejak tadi.
Rosa mengulas senyum manis—yang terkesan menyebalkan, andai aku berada di posisi Sadewa. Dia berujar santai, “Kan kamu orang pertama yang melihat kejadian itu—”
“Jadi gue sekongkol sama Kejora, gitu maksud lo?!” Sadewa meradang, tidak terima dituduh.
“Kalo kamu nggak salah, apa kamu berani diinterogasi pake alat pendeteksi kebohongan?”
“Jaga mulutmu!” Kini, Mama ikut meradang. Telunjuknya teracung pada Rosa. “Jangan sembarangan bicara! Sadewa nggak mungkin menjebak kakaknya sendiri!”
“Kita semua bakal tahu setelah Sadewa diinterogasi.”
Aku memandang Rosa heran. Nih cewek, kenapa ngotot banget pengen interogasi Sadewa?
“Mama, Papa, sama Tante Nur setuju sama usulku, kan?”
Yang ditanya cuma mengiyakan.
Rosa lalu beralih pada kedua orang tuanya Aya. “Kalo Tante Luna sama Om Val, gimana? Nggak ada salahnya buat interogasi Sadewa. Iya, kan?”
“Anak ini bener. Nggak ada salahnya kita menginterogasi Sadewa.” Om Val bersuara.
“Aku setuju sama suamiku. Sri, Sur, sebaiknya kita interogasi Sadewa agar masalah ini cepet beres.”
Sejenak, Mama sama Papa cuma terdiam.
Huft
“Oke. Aku setuju, tapi dengan satu syarat. Kalau Sadewa terbukti tidak bersalah, kamu beserta orang tua dan tantemu.” Papa mengacungkan telunjuknya pada seluruh anggota keluarganya Rosa. “Harus minta maaf pada Sadewa.”
“Terus, gimana kalo Sadewa emang bersalah?” Rosa masih saja bersikap santai. Entah apa yang membuatnya begitu yakin dengan dugaannya.
“Kami akan menghukumnya, seperti kami menghukum Nakula.”
Aku terkesiap mendengar perkataan Papa. Kalau Sadewa memang terbukti bersalah, dialah yang akan diusir setelah lulus SMA.
“Sepakat. Sekarang, kita bisa mulai interogasinya.”
“Gue nggak mau.”
Pandangan kami kembali tertuju ke Sadewa, yang sedari tadi berdiri mematung.
Kembaranku itu ingin bersuara lagi, tetapi mulutnya langsung terkunci begitu Papa memberinya tatapan tajam.
“A-a-aku nggak mau, Pa. A-a-aku kan … nggak salah.”
“Justru karena itu, kamu harus mau diinterogasi, Sayang. Buktiin ke semua orang yang ada di sini, bahwa kamu emang nggak salah.”
Mama benar. Jika memang tidak bersalah, Sadewa seharusnya dengan percaya diri menerima interogasi ini. Akan tetapi, dia terlihat gugup, bahkan terkesan takut. Kembaranku itu baru mau diinterogasi setelah Papa memaksanya—dan hasilnya, benar-benar tidak kuduga.
Dugaan Rosa tepat. Sadewa memang bersekongkol dengan Kejora.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Game: Demi Kebahagiaanmu
Teen FictionBlurb: Berkat kejadian di masa lalu, Nakula hidup dalam dunia yang kelabu. Cowok itu menjadi pribadi yang dingin dan skeptis pada orang lain. Rosa, si murid baru yang menjadi teman sebangkunya, pun tidak luput dari sikap buruk cowok itu. Namun, a...