PT2.MOEC

170 123 31
                                    


"Aku benar tidak begitu kuat menghadapi semuanya, jiwaku sudah Lelah. Tapi aku haru terus bertahan, bukan karna kehidupanku yang pasang surut, tapi karna sebuah mimpi yang harus kulanjutkan."

- Arin

Hari ini toko Arin tampak rame, banyak pengunjung yang berdatangan dan begitupun sebaliknya, ada yang keluar membawa lukisan yang telah di belinya.

Arin terlihat sedang melukis lautan dengan ombak yang mendominasi, tak lupa dengan alunan serta suara kicauan burung diatas desiran ombak lautan yang di putarnya di sebuah speaker.

"Kayanya gue harus nyelesaiin lukisan ini deh, soalnya kalo enggak nanti selesainya lama." Gumamnya sembari melanjutkan lukisan itu dengan tangannya yang terlihat lihai seperti seorang profesional.

Melihat Arin sedang fokus di ruangan pribadinya Ricko mencoba untuk membawakan bosnya itu secangkir kopi agar dia tidak terlalu boring.

Ricko sendiri merupakan seorang karyawan yang telah lama bekerja bersama Arin, bahkan sejak toko ini pertama di bangun, saat itu Ricko sangat membutuhkan pekerjaan.

"Arin, nih gue bawain kopi buat nemenin lo biar ga boring." Dia meletakkan kopi itu di atas meja kecil tepat di samping speaker kecil Arin.

"Thank you Rik, tau aja lo kalo gue lagi butuh ini sekarang."

Setelah menghantarkan kopi, Ricko tidak langsung keluar. Namun, dia ingin memberitahukan sesuatu yang penting kepada Arin mengenai insight penjualan lukisan bulan ini.

Saat ingin melanjutkan pembicaraan tiba-tiba ada seorang laki-laki yang membuat mereka berdua melihat objek yang aneh di balik sebuah kaca dinding itu, terlihat asing tapi rasanya Arin pernah melihatnya. Dia terlihat seperti mencari sesuatu di dalam toko Arin.

"Permisi, saya ingin bertemu dengan pemilik toko ini." Ucapnya singkat disertai tatapan datar yang di tampilkan wajahnya.

"Maaf sebelumnya, tapi bos saya sedang tidak bisa di ganggu untuk sekarang." Jawab salah satu karyawan yang ada di toko itu.

"Tolong panggilkan sebentar saja, ada yang ingin saya bicarakan" lanjut laki-laki itu dengan nada suara yang sedikit di tinggikan.

Melihat itu Karina tidak diam saja, dia memutuskan untuk keluar menemui laki-laki misterius yang baru saja datang dan mengusiknya yang saat ini sedang bertekad menyelesaikan lukisannya yang hampir selesai.

"Ada apa mencari saya?" tanya karina dengan alis yang sedikit di kerutkan.

"Apakah anda pemilik toko ini dan sekaligus pelukis terkenal yang lukisannya ada di mana-mana?"

"Ya." jawab Karina singkat, laki-laki itu terlihat bertele-tele sedangkan Karina adalah orang yang tudep.

"Bisa kita duduk disana?" ucap laki-laki yang bernama Leonardo Ethan, panggil saja Ethan. Ethan menujuk sofa di sebelah kanan tepat di samping ruangan pribadi Karina.

"Jadi begini, saya Leonardo Ethan, musisi sekaligus penulis buku ingin menawarkan Kerjasama kepada anda nona Karina."

"Saya tertarik dengan lukisan kamu dan berencana ingin memberi sampul buku terbaru saya dengan lukisan kamu, jika kamu bersedia." lanjutnya dengan nada bicara yang sopan dan tentu senyum yang sedikit di angkat.

Siapa yang tidak meleleh jika di senyumi oleh seorang Leonardo Ethan, Arin tampak terpukau namun perasaan itu langsung di tepisnya.

"Maaf, tapi saya tidak bisa." Jawab Arin singkat.

Ethan yang mendengar penolakan dari Arin tidak terima dengan jawaban yang di lontarkan perempuan itu kepadanya.

"Why? Beritahu alasanmu." Suara itu Kembali terdengar datar, Ethan seperti punya dua kepribadian, kadang ceria dan kadang flat seperti hidupmu.

"Sebelumnya tidak usah terlalu formal, lebih baik menggunakan bahasa gaul saja." Tentu saja Ethan menyetujui hal tersebut, dengan waktu yang cukup singkat mereka langsung mengubah bahasa mereka.

"Alasan gue nolak lo itu karna ... lo pikir baik-baik deh, kalo gue terima tawaran lo otomatis gue akan menerima konsekuensi yang besar bahkan diluar jangkauan gue."

"Gue juga ga bisa ngasih tau lo about, what is my problem!" Kekeuh arin, dia takut jika saja dia menyetujui kerja sama dari perusahaan Ethan, dia harus siap untuk masuk di dunia entertainment. Arin memang pelukis terkenal, tapi dia sengaja menyembunyikan identitas aslinya agar keluarganya tidak menemukan keberadaannya yang sekarang sedang di Indonesia.

"Apapun alasan dan permasalahan lo yang gue aja ga tau itu apa, yang pastinya gue akan terus bujuk lo sampai lo mau accept(terima) permintaan kerja sama gue." Ethan menjawab dengan sedikit penekanan di setiap katanya.

Arin dibuat heran, ternyata Ethan tipikal orang yang pemaksa, apapun yang dia inginkan harus dia dapatkan.

"Kalo gue ga mau gimana? Kok lo maksa sih!" Raut wajah Arin kini berubah menjadi garang, dia tidak suka di paksa apalagi dengan Ethan yang baru saja dia kenal.

Ethan merasakan hal yang aneh di dalam hatinya, melihat Arin marah seperti itu membuatnya gemas dan memunculkan sedikit rasa ingin memiliki Arin.

"I will tell the public who you really are, dear!" Bisiknya dengan wajah yang sedikit di majukan dengan wajah Arin.

Ethan berbicara seolah mengetahui semua tentang Arin, dia membuat perempuan itu sontak kaget tapi tidak memperlihatkan pada raut wajahnya sehingga membuatnya tetap santai, meskipun didalam jantungnya sudah seperti lompat-lompat naik ke lehernya.

Janlup di vote manteman, share jugaa yaa ntar dapet pahala karna membantu manusia berdosa ini.

Moonlit EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang