14- Tawa

455 18 3
                                    

“Seingatku, kamu membenci keasingan, lantas mengapa kini kita begitu asing?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seingatku, kamu membenci keasingan, lantas mengapa kini kita begitu asing?

14- Tawa

“Jangan sampai lo nggak datang! Gue tunggu kedatangan kalian semua dirumah sakit. Kalau kalian nggak pada datang, pasti Viara sedih. Jadi datang, Okay?”

Dasha mengulas senyum tipis setelah mengatakan itu pada lawan bicaranya di telfon. Setelah itu tanpa hitungan detik ia mematikan telfonnya begitu saja tanpa tahu orang yang menjadi lawan bicaranya tengah mengeluarkan ribuan umpatan, disana.

Dasha berjalan, melangkah memasuki ruang inap Viara. Ditangannya tersedia beberapa makanan favorit Viara yang ia beli disekitar rumah sakit tadi. Lalu, Dasha meletakkan semuanya dimeja samping brankar. Di sofa sana, sudah ada Ayah dan Ibu Viara duduk tenang. Jangan lupakan tatapan sinis Tante Anna.

Tak menghiraukan, Dasha menoleh pada Ayah Viara sembari tersenyum lebar dengan menundukkan tubuhnya hormat, setelah itu ia pun duduk disamping brankar Viara.

“Kamu kapan datangnya, Nak?”

Sebelum Dasha keluar beli makanan, ia memang belum sempat bertemu Ayah Viara, panggil saja Georgino. Ia datang terlambat karena ada sedikit masalah dengan mobilnya dan harus di service dulu sebentar. Alhasil beliau terlambat datang kerumah sakit. Viara tebak, Georgino baru saja datang, melihat Jas nya masih melekat rapi ditubuhnya.

Berteman lama dengan Viara cukup membuat Dasha tahu sedikit demi sedikit tentang orangtua Viara dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Walau keduanya jarang pulang kerumah. Termasuk Georgino yang tiap pulang dari kantor selalu tak lupa membuka Jas nya. Tapi mungkin hari ini saking capeknya atau bagaimana, sampai Jas nya belum sampai dilepas.

“Dari tadi pagi, Om.” balas Dasha masih menampilkan senyumannya. “Om sendiri kapan datangnya?” Tidak papa, ini hanya basa-basi saja.

“Barusan ini.” Georgino beralih membuka Jas nya lalu menaruh dipinggir sofa.

“Caper banget sih.”

Sudah tak heran lagi, Anna memang selalu mencibir perilaku Dasha dengan terang-terangan, entah salah atau benar. Georgino terkekeh mendengar itu, ia sudah biasa menyaksikan istrinya yang secara jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Dasha. Ia juga agak heran, tanpa alasan istrinya tidak menyukai Dasha. Padahal, gadis didepannya ini kalau diliat-liat anaknya baik, makanya tanpa segan dia memberi amanah padanya.

Dasha sempat memutar mata malas, namun seperkian detik dia menormalkan ekspresinya. Jangan sampai repustasinya sebagai anak baik didepan Georgino hancur.

𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang