Iris hitam itu menatap lurus, tidak ada pancaran kehidupan didalamnya, tidak ada yang tersisa di hidupnya kecuali rasa sakit yang terus menerpa bagaikan hembusan angin. Ya, Kenapa Tuhan menciptakannya hanya untuk merasakan rasa sakit, kenapa Tuhan membiarkannya hidup jika pada akhirnya ia akan sendiri. Kenapa hidup begitu sulit hanya untuk bertahan, kenapa harus ada luka jika tidak dapat disembuhkan.
Pria bersurai hitam itu menghirup udarah dengan rakusnya, mencoba mengurangi rasa sesak yang menghimpit dadanya. Ia hidup tapi kenapa justru kematian yang ia inginkan.
Kenapa harus merasa jika yang ia cecap hanya rasa sakit, kenapa harus mencintai jika pada akhirnya ia yang terluka. Apa ia dilahirkan untuk lelucon? Apa ia dilahirkan hanya untuk mengecap rasa sakit, bertahan pada luka, dan berakhir pada kesendirian.
Lucu sekali dunia ini.
Kenapa hanya dia yang menderita?
Kenapa hanya dia yang dipecundangi dunia?
Dan, kenapa hanya dia yang terus dipermainkan takdir.
Sai mengusap air matanya kasar, rasanya tidak pantas orang sepertinya menangisi takdir. Jika hanya rasa sakit yang ia rasa, jika hanya luka yang ia dapat, maka ia tidak akan keberatan untuk membaginya. Ia tidak ingin jika hanya dirinya yang menderita, ia tidak ingin jika hanya dirinya yang mencecap rasa sakit kehilangan. Maka dari itu ia akan membaginya, membagi rasa sakit itu pada orang yang telah memberinya luka.
"Aku menyayangimu lebih dariapapun, aku menghormatimu lebih dari siapapun. Namun jika ini yang aku dapatkan maka akan aku kembalikan."
Karena setiap rasa sakit menimbulkan rasa benci, setiap luka membuka sebuah dendam. Ia terluka namun tidak ada yang mau mengobatinya, ia terpuruk namun tidak ada yang mau membantunya, ia sendiri namun tidak ada yang mau bersamanya. Karena dibalik tidak kepedulian akan menciptakan kejahatan.
"Maaf, Hinata. Aku sangat mencintainya dan kau merebutnya dari hidupku."
Tangan kekar itu terkepal, sorot mata yang semula kosong kini berganti menjadi lebih dingin dan tajam.
"Lalu, kau membuangku seperti sampah."
Karena terkadang orang jahat datang dari mereka yang tersakiti.
.
Pria bersurai raven itu menatap lubang pada kaca jendela di salah satu gedung A tepatnya gedung yang berada dekat pelabuhan tempat terjadinya penembakan DPO Ryoma. Dari yang terlihat, jelas itu adalah retakan atau lubang yang terjadi akibat peluru yang ditembakan dan mengenai kaca gedung. Jadi tembakan di lepaskan dari gedung di belakang gedung A, benar apa yang Sasuke tebak jika sang sniper melakukan tembakan pada jarak lebih dari lima ratus meter.
"Waktu itu saya sedang menonton dorama, lalu terdengar suara ledakan dari lantai atas." Jelas salah satu penghuni gedung.
Lantai atas tepatnya lantai delapan merupakan lantai kosong yang tidak digunakan. Gedung A sendiri memiliki sebelas lantai dan gedung B memiliki tujuh lantai. Jadi bisa disimpulkan jika sang sniper melepaskan tembakan dari atap gedung atau rooftop melintasi gedung A di lantai delapan dan lurus tepat mengenai sang korban.
Tidak diragukan lagi jika sang sniper merupakan penembak profesional. Dengan keahlian seperti itu hanya dimiliki segelintir orang, bahkan di dalam jajaran keamanan negara hanya memiliki sedikit sniper yang mempunyai keahlian seperti itu.
Sasuke merabah retakan itu melihat dimana kemungkinan sang sniper itu menembakan peluru. Jika ditarik arahnya mengarah tepat di mana Sasuke menebaknya, ya di atas gedung B arah barat daya.
Sasuke bergegas pergi dari gedung A ke gedung B, namun sebelum langkah kakinya keluar dari gedung A ia justru dikagetkan dengan keberadaan seseorang yang selalu mengisi otak dan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho [[Slow Up]]
Fanfiction- A Sasuhina Fanfiction Bagaimana jika seorang polisi mencintai buronannya sendiri? Ya, itu terjadi pada Sasuke Uchiha, sang ketua tim kepolisian satgas kriminalitas yang bertugas menuntas kejahatan yang sedang terjadi. Namun apa jadinya jika ia ju...