Iris amethyst itu menajam menatap sosok yang memperhatikannya dalam remang. Jemari kurus itu mencengkeram seprai putih itu dengan kuatnya. Giginya saling menekan, dengan deru napasnya yang kian memendek.
"Pergi!! Pergi!!" Sudah kesekian kali kata itu keluar dari bibir pucatnya, namun sepertinya wanita itu tidak akan berhenti.
"Pergi dari sini!!" Kembali raungan kemarahan beserta getaran rasa takut itu keluar, kali ini tangan kurusnya berpindah mencengkeram surai panjangnya.
"PERGI, SIALAN!!" Wanita bersurai indigo itu berteriak lebih kencang, kali ini bahkan dapat terdengar hingga keluar dari ruangan yang ia tempati.
Beberapa orang berhamburan masuk kedalam dengan wajah panik, melihat bagaimana keadaan sang Nona mudanya itu setelah mendengar teriakan tersebut.
"Hinata-sama, ada apa?" Pria bersurai coklat itu perlahan mendekati sang Nona yang telah ia asuh sedari kecil itu.
Hinata tidak menjawab pertanyaan dari Kou, ia justru terus berteriak kearah dimana seseorang terus mengawasinya tanpa henti dan itu membuatnya hampir gila.
"Hinata-sama, tolong tenang. Ada siapa disini? Siapa yang harus pergi?" Rentetan pertanyaan terlontar dari bibir Kou ketika mendapati sang Nona berteriak histeris menyuruh seseorang untuk pergi. Namun Kou tidak menemukan siapapun di tempat ini, tidak ada siapapun kecuali para Maid dan penjaga.
"Aku bilang pergi, Wanita sialan!!"
Hinata terus berteriak bahkan kali ini tangan kurus miliknya ia arahkan untuk menggapai apapun lalu ia lemparkan pada sosok tersebut.
"Tenang, Hinata-sama. Saya mohon anda tenang, tidak ada siapa-siapa disini." Ujar Kou berusaha menahan tubuh sang Nona yang semakin tidak terkendali.
Pria bersurai coklat itu menyuruh salah satu pengawal untuk membawa dokter ke kamar sang nona. Tidak berselang lama wanita bersurai hitam pendek itu masuk kedalam, lalu mencoba memberikan suntikan obat penenang untuk sang putri mahkota.
Perlahan tubuh kurus itu berhenti memberontak, iris seindah rembulan itu kian meredup kemudian tertutup oleh kelopak matanya.
..
Pria bersurai raven itu menatap bangunan itu untuk kesekian kalinya. Ia tidak akan pernah berhenti sebelum ia dapat melihat wanitanya.
Sudah berjalan satu bulan lamanya. Dan semua masih sama. Ia masih belum bisa bertemu dengannya, melihat apakah dia baik-baik saja, apakah dia bahagia atau bahkan dia masih ada? Sasuke rasanya hampir gila menahan perasaan rindu ini. Rasanya Sasuke hampir putus asa dengan gejolak yang terus menggerogoti hatinya.
Ia merindukannya.
Demi Tuhan, Sasuke sangat merindukannya. Bahkan hampir mati rasa.
"Hinata aku merindukanmu."
Pada siapa ia sampaikan rindu ini, pada siapa ia tuntaskan rindu ini?
Bukankah rindu seperti dendam? Harus dibalas dengan tuntas!
Sasuke kembali mencengkeram stir mobilnya erat, sudah berbagai cara ia lakukan untuk bertemu dengannya, namun tidak satupun yang berhasil. Lalu dengan apa lagi Sasuke lakukan untuk menuntaskan rasa rindu ini yang semakin hari semakin menyiksanya.
Ia sudah cukup kehilangan akal dengan menyadap area pos keamanan yang ada dikediaman mansion Hyuga. Ia tidak peduli langkahnya kali ini akan membawanya menjadi seorang penjahat. Ia tidak peduli jika caranya kali ini melawan hukum yang selama ini ia taati.
Sasuke menfokuskan pikirannya pada pembicaraan yang sedang terjadi antara para penjaga dipos depan. Salah satu suara ia mengenalnya dengan baik, pria yang selalu memberikan kabar kedatangannya kepada sang penerus tahta Kekaisaran, Neji Hyuga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho [[Slow Up]]
Fanfic- A Sasuhina Fanfiction Bagaimana jika seorang polisi mencintai buronannya sendiri? Ya, itu terjadi pada Sasuke Uchiha, sang ketua tim kepolisian satgas kriminalitas yang bertugas menuntas kejahatan yang sedang terjadi. Namun apa jadinya jika ia ju...