Iris seindah rembulan itu bergulir, menatap satu persatu orang yang berada disekitarnya. Mereka semua tidak lebih dari sampah dan penjilat, semua orang memakai topengnya, berakting seolah mereka adalah aktor peraih Oskar. Hinata tersenyum tipis, ia sudah hapal dengan topeng yang mereka gunakan, baginya semua orang yang datang di jamuan makan malam ini, tidak lebih dari seekor anjing yang sedang menjilati tuannya.
Munafik namun menarik.
Dan Hinata suka saat mereka semua memujinya, menyanjung keluarganya. Baginya melihat seekor anjing yang berusaha agar di berikan makan adalah tontonan yang menarik.
Jemari lentik itu mengusap kimono yang ia kenakan, memperhatikan motif bunga lily yang tergambar disana. Menyenangkan rasanya berada di tengah-tengah orang bodoh yang saling berusaha menjilat untuk keuntungan pribadi.
"Hinata-san, sangat cantik bukan begitu, Anata?"
Hinata mengalihkan pandangannya ketika sepasang suami istri dari klan Aburame memujinya. Ia tau kedua orang tua, itu. Klan Aburame bergerak di bidang pertenakan, bisnis milik salah satu keluarga bangsawan itu memang sedang diatas awan. Dan ia sangat tau putra semata wayang dari mereka, Aburame Shino, sang kolektor hewan langkah yang tidak banyak orang tau. Dan Hinata berteman dengan pria itu hanya untuk mendapatkan beberapa koleksi seperti Singa, Harimau malaya dan Hyena.
"Ah, anda sangat berlebihan, bibi. Tapi, terima kasih atas pujiannya." Tak lupa Hinata memberikan senyum manisnya, senyum yang dapat membuat semua orang terkesima.
Wanita paruh baya itu membalas senyum Hinata dengan senyum lebarnya, ia sudah mengenal sang putri mahkota sejak lima tahun yang lalu tepatnya saat ulang tahun perusahaan milik suaminya. Dan ia berencana untuk mendekatkan sang putra semata wayangnya pada sang wanita cantik yang ada dihadapannya saat ini.
"Hinata-san, sudah lama loh, tidak main ke rumah. Shino-kun pasti senang kalau Hinata-san main kerumah lagi."
Hinata kembali melempar senyum manisnya, telunjuk lentiknya melingkari permukaan gelas yang terisi matcha hangat. Wanita tidak tau saja jika hubungan Hinata dengan putranya tidak lebih dari rekan kerja yang saling menguntungkan.
"Gomen-ne, nanti kalau ada waktu, Hinata pasti akan datang ke rumah." Jawab Hinata tak lupa senyum manisnya yang masih terpasang di wajah cantiknya.
"Anata, kau tau kan Hinata-san bukan wanita biasa, ia pasti sibuk. Bukan begitu, Hinata-san?"
Hinata mengerjapkan matanya, menekan giginya pelan. Entah kenapa perkataan dari ketua klan Aburame itu membuatnya merasa tidak nyaman.
Bukan wanita biasa.
Hinata cukup sensitif dengan kalimat tersebut, karena memang Hinata bukan wanita biasa, sama seperti yang selama ini Ayah dan Kakaknya katakan, jika dirinya istimewa berbeda dari orang lain dan ia tidak menyukai itu.
Ia tidak suka ketika para dokter sialan itu menyuntikkan sesuatu pada lengannya, ia tidak menyukai segala perkataan sialan yang selalu keluar dari bibir wanita yang mengaku sebagai dokter pribadinya, ia juga tidak menyukai suara dari lonceng besi yang membuatnya beku untuk beberapa saat.
Ia, benci berbeda.
Karena perbedaan itu ia menjadi seperti saat ini.
Menjadi monster.
Menjadi iblis menakutkan yang bersembunyi di tubuh malaikat.
Ia tidak suka tatapan orang lain saat melihat dirinya yang sesungguhnya, ia tidak suka ketika orang lain gemetar melihat ia menjadi dirinya sendiri. Hinata masih ingat bagaimana teman-temannya ketika sekolah dasar, lebih memilih menghindarinya daripada berteman dengannya. Ia tidak suka di abaikan, ia tidak suka dihindari, ia tidak suka ditatap penuh kebencian dan ketakutan. Namun apa yang ada di dalam jiwanya membuat ia mendapatkan semua perlakuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho [[Slow Up]]
Fanfic- A Sasuhina Fanfiction Bagaimana jika seorang polisi mencintai buronannya sendiri? Ya, itu terjadi pada Sasuke Uchiha, sang ketua tim kepolisian satgas kriminalitas yang bertugas menuntas kejahatan yang sedang terjadi. Namun apa jadinya jika ia ju...