9

102 9 6
                                    

Sebuah bayangan gelap seorang wanita muncul di pintu kamar Juli. Siluet wanita berdiri itu begitu dingin dan mengerikan. Dengan penampilan berantakan serta pandangannya yang tertuju kepada Juli langsung terasa menyesakkan. Juli terlengkup kedinginan di atas kasur dengan kengerian mendalam. Perempuan itu merasa tidak enak, hingga ia mulai merasakan matanya yang berat terbuka lebar. Juli kemudian menangis setelah melihat dengan jelas bahwa wanita berambut panjang berantakan itu benar-benar ada disana.

Tangannya.. memegang itu lagi. Memegang sebuah sabuk. Wanita itu sudah siap memukul Juli. Sambil menahan isakan, Juli bergerak perlahan-lahan untuk menghindar. Beberapa detik setelah berdiam saja, wanita itu berjalan cepat mendekat, disusul dengan teriakan membuat Juli ketakutan meminta ampun seraya menutup kepalanya dengan kedua tangan.

Sebelum Juli merasakan rasa sakit itu lagi, Juli tersentak dari mimpinya. Perempuan itu bangun, kedua mata sendunya memandang awan cerah dengan sedikit semburat oranye dari jendela. Tampaknya, hari sudah menuju sore. Namun, Juli masih di kelas.

Perempuan itu bermimpi buruk. Ia mengangkat kepala dan pusingnya terasa kembali. Ia memegang kepala, setelah itu melihat sekeliling. Ternyata, kelasnya sudah kosong. Jam pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Dan, tidak ada yang membangunkan Juli.

Di kelas, Juli tertinggal sendirian. Sepertinya itu karena kepalanya sudah terlalu pusing hingga ia tidak sadar ketiduran lagi. Ketika bel berbunyi, Juli belum bangun dan semua anak-anak kelas pun segera pulang, memilih sibuk dengan urusannya masing-masing. Juli termenung memikirkan itu, dan rasa sedihnya pun tidak bisa dibendung lagi. Meski begitu, Juli tidak ingin menangis. Ia perlu keluar dari ruangan, dan keluar dari sekolah. Tidak pulang, hanya keluar dulu saja.

Meskipun Juli merasa tubuhnya panas dan mengginggil, ia memilih melepas jaket kuningnya dan menyampirkannya di sebelah tangan. Itu karena ia tidak ingin jaketnya semakin basah karena keringatnya. Ia mulai kurang sehat semenjak kehujanan beberapa hari lalu. Dengan letih, Juli memasukkan barang-barangnya ke dalam tas ransel lalu melangkah menuju pintu. Juli membuka pintu dan suara derak pintu terdengar keras menggema. Ia berhenti sejenak. Suara itu terdengar dua kali lipat lebih keras. Pasti karena suasana ruangan sudah sangat sepi. Juli melangkah ke koridor. Sepanjang koridor pun sepi-tidak ada satu orang pun selain dirinya.

Juli berhenti, merasakan napasnya sesak. Melihat dan merasakan kekosongan koridor itu-kehampaan dalam perasaannya, membuat sesuatu mengabur penglihatannya. Ia hampir menitikkan air mata, tapi Juli langsung mengusapnya. Entah bagaimana, suasana sepi di koridor itu menjadi sulit untuk dihadapi. Juli merasa berat untuk melangkah, jadi ia hanya terdiam memandangi kedua sepatu lusuhnya.

Namun, bagaimana pun, sebelum Juli diusir dan gedung sekolah dikunci, Juli tetap harus melangkah keluar dari tempat itu. Dengan berat, Juli melanjutkan langkah, berjalan dikoridor menuju tangga ke lantai bawah. Disana, tidak ada suara apapun selain langkah kakinya.

Juli turun dan berjalan disisi lapangan. Langkah Juli sempat terhenti karena ragu setelah melihat lapangan sekolah sedang ramai oleh kegiatan klub futsal. Lapangan dipenuhi oleh anak laki-laki. Disana, terlalu banyak anak laki-laki, dan hanya ada segelintir anak perempuan yang sedang duduk-duduk di sisi lapangan. Juli akan panik bila memerhatikan siapa mereka satu per satu, sehingga ia memutuskan menunduk dan mempercepat langkah kakinya, keluar dari kawasan sekolah agar tidak ada yang sadar dengan kehadirannya.

Akan tetapi, kemunculan Juli pun langsung disadari oleh salah satu anak laki-laki-bukan dari anak futsal-melainkan dari gerombolan anak laki-laki yang sedang duduk di pelataran depan kelas lantai bawah. Mereka berukumpul tak jauh dari langkah Juli, bahkan tidak lama lagi, perempuan itu bisa semakin dekat jaraknya dan berlalu di hadapan mereka.

Mereka kumpulan anak laki-laki kelas XI dari berbagai kelas, termasuk dari kelas XI MIPA 4. Sebagian dari mereka duduk disana untuk berkumpul sekaligus menonton pertandingan futsal yang sebentar lagi akan dimulai. Meskipun bukan pertandingan serius, tapi pertandingan itu sangat menghibur untuk ditonton karena beberapa yang main berasal dari circle mereka. Tanpa Juli tahu, salah satu diantaranya, ada Romi.

On rainy days, be my epiphany || taennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang