*****
"Dira mau kost Yah. Dira nggak mau ngerepotin Kakak terus."
"Orang Kakak kamu nggak ngerasa direpotin. Bilang aja kamu mau bebas dari pengawasan Ayah. Iya kan? Ayah tau, pokoknya Ayah mau kamu tinggal dirumah Kakakmu, atau nggak usah kuliah." Tegas Ayah tidak ingin di bantah.
"Kamu nggak tau gimana khawatir nya Ayah kalau kamu tinggal sendirian"
Ayah jelas khawatir. Kota jakarta, dengan tingkat kejahatan tinggi tentu tidak menjamin Dira aman. Ayah lebih tenang saat ada Bella yang akan mengawasi dan melaporkan apa yang anak nakal itu perbuat.
"Tapi nggak enak sama Kak Erlang Yah. Kakak juga kenapa sih minta aku tinggal disana. Aku kan malu"
"Di kampus juga ada asrama, kenapa aku nggak tinggal disana aja Yah?" Usul Dira masih tetap tidak ingin tinggal dengan Bella.
"Mahal. Kata kakakmu dari pada buang- buang uang bayar asrama, mending uangnya buat kamu jajan. Lagipula Kalau ada yang gratis, kenapa harus bayar" balas Ayah semakin membuat Dira kesal.
"Ayah! Dira maunya ngekost! Dira nggak suka tinggal bareng kak Bella. Yang ada nanti hidup Dira di atur- atur. Dira nggak mau! Cukup Ayah aja yang suka ngatur."
"Ya kan itu juga demi kebaikan kamu. Nanti kalau kamu macem- macem disana, Bella tinggal lapor Ayah"
"Huh, Kak Bella tukang ngadu. Sedangkan Ayah terlalu lebay"
Ayah terkekeh saat Dira mengejeknya lebay. "Orang sayang itu harus lebay. Kakak kamu ngelarang itu juga ada alasannya"
Dira mendengus. "Alasan apa. Orang Aku dilarang pacaran, giliran dia dulu nggak apa- apa pacaran sama Kak Erlang"
Ayah mengusap dadanya berusaha sabar. "Kakak kamu nggak mudah dibodoh bodohi. Nggak kayak kamu"
"Kata siapa. Orang sebelum nikah, Kakak juga sering galau gara- gara Kak Erlang. Itu namanya sudah pembodohan. Yah. Cuma gara- gara laki- laki udah galau sampai nangis- nangis" jawab Dira tidak mau kalah.
Yang mudah dibodoh- bodohi itu sebenarnya kakaknya. Bukan dia. Dia kan pintar. Mana Sudi dia menangisi laki- laki.
Sadarlah! Laki- laki itu banyak!
"Itu bukan bodoh Dira. Kakakmu sudah cinta. Nggak kayak kamu yang kalau ada cowok deketin mau- mau aja. Itu juga kenapa alasan Ayah nggak mau kamu ngekost" Ujar Ayah mulai greget.
"Yang mau siapa. Orang dia yang mau temenan sama Dira, yakali Dira tolak. Ayah sendiri yang bilang kalau nggak boleh pilih- pilih teman"
"Ya bukan gitu juga. Maksud Ayah nggak boleh pilih- pilih temen itu ke perempuan. Kalau temen laki- laki pilih baik- baik. Takutnya dia punya niat jelek ke kamu" nasehat Ayah.
Dira cemberut. "Nggak ada yang berani punya niat jelek ke Dira. Nanti Dira tendang. Mampus"
Dira tertawa. Diikuti Ayah yang lucu mendengarnya.
"Mentang- mentang jago bela diri. main sembarangan tendang"
Dira menghentikan tawanya. "Jadi boleh nggak Dira ngekost?"
"Nggak"
Dira mencebik. "Huh Ayah. Kata ibu Dira nggak boleh terus- terusan dimanja. Nanti suami Dira tersiksa dapat istri yang nggak bisa ngapa- ngapain. Emang Ayah mau anak Ayah di buang suaminya?"
"Emang Suami kamu berani buang kamu? Kalau emang nanti kamu dibuang, gampang. tinggal Ayah pungut aja."
"Ayah!! Dira serius!" Teriak Dira kesal dan mulai frustasi.
Ayah terkekeh. Sangat puas menggoda anaknya.
"Nggak Dira. Keputusan Ayah nggak akan berubah"
Dengan suram Dira membalas. "Kenapa sih. Ayah larang- larang Dira terus. Kak Bella sama Kak Tio nggak pernah Ayah larang. Beda sama aku yang cuma keluar sebentar udah dimarahin" gerutu Dira tidak terima dengan perlakukan Ayah.
Bella, Kakak pertamanya. Sedangkan Tio, Kakak keduanya. Mereka bebas- bebas saja. Meski Bella perempuan, Ayah izinkan dia kuliah jauh. Sedangkan Kakak keduanya setelah lulus sekolah, memilih membangun usaha dan juga jarang pulang.
Tidak ada tuh Ayah marah saat Tio tidak pulang. Dulu Dira juga ingat. Ketika libur semester Kakaknya pernah tidak pulang, dan Ayah santai- santai saja.
"Kamu anak kesayangan Ayah Dira. Udah ikutin aja apa kata Ayahmu. Mau kamu nggak dapat uang jajan?" Suara dari dalam membuat keduanya menoleh.
Wajah Dira semakin jelek. Jika sudah ibu ikut bicara. Pupus sudah keinginannya.
Kedua orang tuanya terlalu berlebihan.
"Ibu juga. Sama aja kayak Ayah."
"Kota besar itu rawan kejahatan, kakakmu yang udah tinggal lama disana juga bilang, kamu nggak aman kalau cuma tinggal sendiri." ibu duduk, ikut nimbrung menasehati anak perempuan nya yang keras kepala.
"Ibu kayak nggak tau kak Bella aja. Diakan orangnya emang suka nakut- nakutin. Dia dulu tinggal sendiri. Tapi nggak kenapa- Napa tuh. Buktinya sampai sekarang aman- aman aja"
"Itu dulu, beda sama sekarang yang udah makin bahaya" kata ibu berusaha sabar.
"Ish! Tau ah. Terserah kalian." Dira mengusap wajahnya frustasi. "Dira capek debat sama kalian. Nggak pernah menang." Katanya marah kemudian berjalan cepat ke kamarnya.
Sudah pasti. Ngambek.
Ayah hanya terkekeh dan geleng- geleng kepala menyaksikan tingkah Sang anak.
"Bella sama suaminya setuju Dira tinggal di sana. Tapi anaknya tetep kekeh mau ngekost" Ujar Ayah.
"Kemarin Bella telfon ibu lagi buat tanya gimana- gimananya. Ibu bilang aja kalau orangnya udah setuju" kata ibu.
Ayah mengangguk. Selagi ada Bella, dia tenang tinggal jauh dari sang anak. Dira itu, anak perempuan yang keras kepala, nggak peka dan mudah dibodoh- bodohi.
Ayah sudah melihat beberapa dari teman laki- lakinya menyukai Dira tapi karena sikapnya yang tidak peka, membuat semua yang menyukai seketika patah hati.
Ayah membiarkan. Dia juga tidak setuju Dira pacaran.
"Selagi ada Bella, ibu nggak khawatir."
"Ayah juga nggak akan setuju Dira tinggal di kost atau asrama. Itu nggak menjamin aman"
Ibu setuju dengan Ayah. Intinya yang paling aman itu menempatkan Dira di tempat sang Kakak. Itu sudah keputusan yang paling benar.
"Biar nanti Ibu coba lagi bujuk pelan-pelan"
"Hmm, coba aja. Tapi kalau anaknya tetep kekeh mau ngekost. Terpaksa nggak usah kuliah" putus final Ayah.
"Ayah nggak masalah Dira nganggur di rumah. Toh Ayah masih mampu kasih dia apa yang dia mau, atau kalau emang pengen kerja. Tinggal pergi ke Tio" lanjut Ayah.
Sedangkan Dira di kamar melempar bantalnya kesal sambil terus menggerutu. Dia marah pada kedua orang tuanya yang tidak adil.
Diantara mereka bertiga. Selalu dia yang keseringan di larang dan di atur.
"Dulu aja Kak Bella nggak Papa ngekost. Giliran aku! Mereka larang- larang! Emang anak kesayangan disini cuma kak Bella sama Kak Tio. Apa- apa diturutin. Kalau aku! Masih harus mohon- mohon." Gerutu Dira merasa sangat kecewa.
"Kak Bella pacaranpun nggak masalah. Coba aku, mungkin udah di usir dari rumah."
Dira iri dengan Bella yang sebelum nikah boleh- boleh saja pacaran. Sedangkan dia, jangan harap Ayahnya setuju. Itu mustahil.
"Berani kamu pacaran. Nggak usah sekolah" itu juga akibat kenapa Dira takut dekat dengan laki- laki dan hanya menganggap mereka temannya. Tidak ada perasaan apa- apa.
Meski dia keras kepala, tidak mudah diatur. Dia masih takut pada Ayah.
Ayah kalau marah itu menyeramkan.
****
Adakah yang sama seperti Dira?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
Teen FictionApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...