"Kenapa kamu tadi nggak bujuk Dira buat terima uang aku? Kamu nggak suka aku kasih uang ke Dira? Atau Kamu anggap dia adik nggak sih?" Kesal Erlang mulai mencecar Bella.
"Kalau sampai uang jajannya kurang? Anak remaja seperti Dira pasti masih suka foya- foya. Aku nggak masalah kalau harus nanggung semua kebutuhannya"
"Harusnya tadi kamu kasih tau Dira kalau aku sama sekali nggak keberatan. Lihat kamu yang cuma diam, pasti Dira dan orang tuamu mikir yang nggak- nggak."
Ekspresi kesal tidak bisa pria itu sembunyikan. Yang semakin membuatnya kesal, Bella bahkan tidak berniat membantunya.
Sialan memang.
Sebagai seorang istri, harusnya dia mendukung hal baik yang ingin dia lakukan. Dan sebagai seorang Kakak, seharusnya dia senang melihat adiknya senang. Erlang faham pemikiran gadis remaja seperti Dira yang pasti sangat suka menghabiskan waktunya bersenang- senang.
Apa salahnya dia memfasilitasi gadis itu?
Erlang tidak akan pelit.
Bahkan jika boleh, dia ingin membelikan gadis itu mobil, atau apapun itu.
"Kenapa kamu malah nyalahin aku mas? Dira yang nggak mau, kenapa malah aku yang kamu marahin?"
Bella jelas tidak terima di salahkan. Dia tadi diam hanya terkejut dengan niat baik suaminya. Tapi kenapa Erlang tidak memberitahunya? Sebelum- sebelumnya dia tidak pernah menutupi hal sekecil apapun.
Erlang mendengus. "Kalau aja kamu tadi ikut bujuk Dira, pasti dia mau." Tekannya menatap tajam Bella.
Bella seketika menunduk mendapat tatapan tajam suaminya.
"Sebenarnya kamu ini kenapa mas?" Tanya Bella pelan.
Erlang geram. "Harusnya aku yang tanya. kamu kenapa? Kenapa kamu kayak nggak suka aku kasih perhatian ke Dira?"
"Kamu cemburu ke adik kamu sendiri?"
"Bukan gitu,"
"Terus?"
"Seenggaknya kamu ngomong dulu ke aku mas. Aku ini istri kamu"
"Oke, maaf. Tapi dengan aku kasih tau kamu, apa kamu bakal bantu aku bujuk Dira?" Tanyanya sinis kemudian terkekeh.
"Nggak kan? Jadi percuma aku kasih tau kamu." Lanjutnya dengan mengejek ketidak mampuan istrinya. Tidak tau kenapa, dia semakin kesal saat Bella hanya diam seperti tidak ada di pihaknya.
Harusnya dia melakukan apa yang dia lakukan. Bukan malah hanya diam seperti batu.
"Tapi seenggaknya aku bisa usaha." Balasnya.
"Usaha apa? Kamu emang nggak bisa di harapkan." Ujarnya menusuk. Yang jelas melukai hati Bella.
Tapi seakan tidak peduli, Erlang malah melenggang pergi dan membanting kasar pintu kamar. malas meladeni Istrinya.
****
Dira yang ada di kamarnya terkejut mendapat panggilan dari Kakak iparnya. Dengan ragu- ragu gadis itu menerimanya.
Ini, ada apa? Kenapa Erlang menelfon? Takut ada hal penting, Dira mengangkatnya.
"Kenapa Kak?" Tanyanya pelan,
"Kenapa belum tidur? Besok kita berangkat pagi- pagi loh,"
"Iya ini bentar lagi mau tidur kak"
"Kenapa kakak nelfon?" Tanya Dira lagi.
"Kakak cuma mau bilang, tidur."
"Iya kak, kakak dimana? Kok rame?" Penasaran Dira, apa Kakak iparnya keluar dengan Kakak?
"Diluar, kenapa? Kamu mau titip sesuatu?" Tanya Erlang lembut.
"Mau beli apa?"
"Eh nggak kak. Aku lagi nggak pengen beli apa- apa. Emang Kakak keluarnya sama Kak Bella?"
"Nggak Kakak sendiri"
"Ohw gitu," Dira mengerjap, dia bingung harus bicara apa lagi. Sedangkan di sebrang sana tidak ada keinginan untuk mematikan telfon.
"Kenapa tapi nggak mau terima uang saku dari Kakak?" Secara tiba-tiba Erlang bertanya.
Sesaat Dira terdiam.
"Dira?"
"Yaa?"
"Kakak tanya kenapa kamu nggak mau terima uang Dari Kakak. Kakak sedih loh kamu malah nolak gitu aja" di sebrang sana Erlang menghela nafas pelan, seakan kecewa dengan penolakan Dira.
Dira mengerjap, tidak tau harus menjawab apa. Dia takut perkataannya nanti malah menyinggung perasaan Erlang.
"Ayah sudah bilang kan kak, dia nggak mau ngerepotin Kakak. Selagi Ayah bisa, dia nggak akan izinin Kakak kasih uang ke Dira. Belum lagi Kak Tio juga kerja, Kakak tenang aja, aku nggak akan kekurangan uang kok" jelasnya sambil terkekeh pelan.
"Kalau Ayah nggak izinin, gimana kalau nanti Kakak kasih uang Dira diam- diam? Jangan kasih tau Kak Bella juga, " Tawarnya yang membuat Dira sedikit tergoda. Tapi cepat- cepat gadis itu berusaha menepis pemikirannya.
"Maaf kak, Dira juga nggak bisa terima uang Kakak. Mending uangnya Kakak kasih ke kak Bella dan Dira serius nggak mau" tolak Dira cepat. Takut - takut setan malah menghasut untuk menerimanya.
Erlang mendesah kecewa. "Padahal niat Kakak baik,"
Dira terdiam.
"Maaf..." Ujarnya dengan perasaan tidak enak.
"Oke, tapi kalau kamu butuh apa- apa jangan sungkan bilang ke Kakak" akhirnya Erlang menyerah membujuk Dira. Memang, Dira gadis yang keras kepala.
"Iya kak, sekali lagi terimakasih"
"Hmm.. kakak tutup dulu"
"Iya kak" setelah sambungan terputus, Dira menghela nafas pelan. Dia masih merasa aneh mendapat panggilan pertama kalinya dari Erlang.
Sejujurnya jika Erlang Kakak kandungnya, dia tidak akan menolak dan bahagia- bahagia saja mendapat tambahan uang saku. Tapi karena sungkan, dan larangan dari Ayah, Dira harus menolaknya.
Prinsip nya, tidak boleh merepotkan orang lain.
Dira mematikan ponselnya, beranjak dari tempat tidur, mematikan lampu kamar, kemudian mencoba tidur. Dia sudah tidak sabar menunggu sampai besok.
Tepat pukul 12 malam, Erlang pulang. Setelah pergi karena malas berdebat dengan Bella, dia kembali dengan pikiran yang lebih tenang.
Erlang menghela nafas pelan. beruntung Bella sudah terlelap, dan tidak lagi mengganggunya.
Erlang berdecak. Merebahkan tubuhnya di samping Bella, memejamkan mata, dan berusaha tidur. Dia juga tidak sabar menunggu esok hari.
****
Jangan lupa follow.
Baguskah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
Teen FictionApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...