23. Rasa Bersalah

321 38 4
                                    


"Maksud Kakak, Kakak mau pisahkan aku dari kedua orang tuaku?"

Dengan cepat Erlang mengangguk. "Perempuan setelah menikah itu sudah menjadi milik suaminya, kamu nggak boleh durhaka sama suami" di akhir kalimatnya Erlang terkekeh.

Dira mendelik. "Karena perempuan setelah menikah milik suaminya, aku nggak mau nikah sama Kakak yang jelas- jelas orang yang Kak Bella cinta sampai bodoh." Sendirinya sinis.

"Tapi yang aku mau cuma kamu Dira, Kakak nggak peduli sama pendapat kamu atau bahkan orang lain" dengan masih tersenyum Erlang berkata.

Dira sungguh benci dengan Erlang. "Tapi kakak egois! Kakak bukan cuma nyakitin Kak Bella, tapi juga aku. Apa Kakak pikir aku bahagia bisa jadi milik Kakak? Kenapa Kakak nggak pernah peduli sama perasaan aku?"

"Sayang, bukan Kakak nggak peduli sama perasaan kamu. Semua yang Kakak lakukan sekarang itu juga karena Kakak peduli dengan kamu. Kakak merasa bersalah karena kebodohan Kakak, kamu malah nggak dapat apa yang seharusnya jadi milik kamu" jelasnya dengan lembut.

Erlang sungguh menyesal.

Hari- hari yang seharusnya Dira nikmati dengan penuh kebahagiaan, malah Bella yang menikmatinya. Erlang yang mengira orang yang menolongnya dulu Bella, sungguh mengusahakan apapun agar Bella bahagia.

Apapun yang perempuan itu mau, langsung Erlang kabulkan dengan mudah. Intinya, Erlang sangat memanjakan Bella.

Erlang termenung, kembali mengingat kenangan yang terjadi ketika umurnya masih 17 tahun.

Saat itu, ayahnya membawa dia kesalah satu pelatihan milik keluarga dan memaksa Erlang mengikutinya. Di umurnya yang masih remaja, Erlang mempu mengikuti pelatihan dengan baik.

Terlalu lama dipelatihan, pemuda itu jenuh dan memilih keluar dengan diam-diam.

Erlang hanya berniat menghilangkan kebosan dan kembali sebelum matahari terbenam.

Tapi siapa sangka, tanpa diduga musuh sang ayah datang dan menyerangnya. Dia yang keluar dengan tangan kosong tentu kalah dan memilih berlari dengan beberapa luka Tempak.

Saat kesadarannya hampir hilang, tampak gadis kecil berlari kearahnya dengan wajah panik. Mungkin gadis itu kasihan melihat tubuhnya yang penuh darah.

Samar- samar memang wajah gadis itu sekilas mirip Bella.  Dan dengan bodohnya, dia langsung menyimpulkan sendiri setelah orang suruhannya mengatakan jika rumah nenek Bella tidak jauh dari lokasi kejadian dia diserang sebelumnya.

Tentu Erlang bahagia. Dia tidak tau apa itu rasa cinta. Dia hanya merasa bahwa gadis yang menolongnya itu harus menjadi miliknya.

Papanya selalu mengajarkan apapun yang kamu mau, sebisa mungkin harus kamu dapatkan meski harus melakukan kekerasan. Siapa yang kuat, itulah yang hebat.

Dan setelah menikah dengan Bella, rasanya hidupnya sangat bahagia sampai pada suatu malam, Erlang dengan iseng menanyakan kejadian dia yang Bella selamatkan.

"Kamu ingat nggak dulu pernah selamatkan pemuda yang hampir sekarat?"

Dengan bingung Bella menjawab. "Kapan?"

Erlang tetap tenang dan melanjutkan. "Emm.. mungkin 8 tahun yang lalu. Pasti kamu lupa"

"Nggak, waktu itu umur aku udah 15 tahun mas. Nggak mungkin aku lupa" Bella mengerutkan kening dengan pikiran mencoba menerawang kejadian masa lalu.

"Aku nggak pernah selamatkan pemuda yang sekarat. Tapi adik aku pernah" mendengar itu raut wajah Erlang seketika berubah.

Bella tidak menyadari karena dia mulai terkekeh mengingat kehebohan adiknya. " aku ingat banget dia teriak- teriak heboh saat keluar hutan. Mungkin karena nggak kuat, pemuda yang sekarat itu Dira tinggal di pintu keluar hutan. Terus dia lari kerumah manggil ayah."

Semu Atau Jemu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang