08. Dua Bulan

386 31 0
                                    

Erlang tidak berniat mengizinkan Dira ikut hal- hal yang seperti itu. Dia ingin adik iparnya itu fokus kuliah, tanpa harus memikirkan hal lain. Dia juga akan mengusahakan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.

Erlang juga mengupayakan untuk mengantar jemput Dira, memastikan keselamatannya. Meski ada supir, Erlang masih ingin melakukan nya.

Sedangkan Dira percaya- caya saja. "Iya kak. Aku juga nggak ada rencana mau ikut kayak gituan"

Erlang tersenyum. "Bagus. Lebih baik kamu fokus kuliah. Kamu nggak keberatan kan kalau di antar jemput supir?"

"Kamu tenang aja, nanti kalau Kakak nggak sibuk Kakak sendiri yang akan menjemputmu. Ohw iya, nanti jangan lupa kirimkan jadwal kuliahmu ke Kakak" lanjut Erlang tanpa sadar mulai bicara lepas.

"Nggak apa- apa aku sama supir aja kak." Dira menatap Erlang tidak enak. "Aku nggak enak ngerepotin Kakak terus. Mending Kakak fokus kerja aja"

Erlang menggeleng. "Kakak nggak ngerasa direpotin. Yang ada Kakak malah seneng. Nanti kamu kalau butuh apa- apa, bilang aja ke Kakak"

Dira menatap wajah Erlang. Perkataan serta ekspresi nya sama sekali tidak ada unsur kebohongan. Pria ini terlihat tulus memberikannya bantuan.

"Iya kak, sekali lagi terimakasih" Kata Dira sambil tersenyum tulus. "pantes Kak Bella cinta mati ke Kakak, orang Kakak baik"

Seketika raut wajah dan tatapan Erlang berubah. "Kakak nggak sebaik itu Dira"

"Tapi tetep aja menurut aku Kakak baik" Balas Dira sambil tersenyum.

"Emang kalau Kakak baik, kamu bakal mau cari suami yang Kayak Kakak?"

Dira mengangguk. "Kalau ada aku mau kak." Kekehnya. "Tapi kayaknya sulit. Belum lagi ada Kak Tio sama Ayah yang selalu larang aku Deket sama laki- laki. Ngeselin banget"

"Kata siapa sulit. Nanti pasti ketemu kok"

"Bener?"

Erlang mengangguk.

"Kok Kakak bisa seyakin itu? Apa Kakak punya temen yang baiknya sama kayak Kakak?" Seketika Dira tidak bisa tidak bersemangat.

"Dia ganteng nggak kak? Terus kalau emang baik, boleh dong kenalin ke aku. Tapi nanti Jangan bilang- bilang Ke Kak Bella atau yang lainnya kak"

"Kalau mereka tau, nggak jadi deh aku cari jodohnya" katanya lesu.

Erlang menghela nafas pelan. Melihat sikap Dira yang begitu welcome ke orang lain, membuatnya harus ekstra menjaga.

"Nggak ada Dira, Temen Kakak nggak ada yang ganteng. Mereka udah tua- tua. Emang kamu mau Kakak kenalkan ke suami orang?" Perkataan Erlang membuat Dira bergidik.

"Ya nggak gitu juga kak. Ya siapa tau, namanya usaha" cemberut Dira kemudian mengalihkan tatapannya ke depan.

Beberapa menit kemudian akhirnya Bella datang Dengan dua piring di tangannya. Kening Dira mengerut.

"Kok cuma dua Kak? Terus Kenapa Kakak belinya lama banget! Aku udah lapar nungguinnya!" semprot Dira kesal.

Bella tersenyum. Menunjukkan gigi putihnya. "Maaf Dira. Tadi ngantri. Terus Kakak juga ketemu temen disana, jadi lupa waktu"

Dira merenggut. "Kebiasaan. Terus ini kenapa Kakak cuma bawa dua? Emang Kakak udah makan?"

"Belum, ini punya kamu. Terus Kita sepiring berdua aja" dengan malu- malu Bella menatap suaminya.

Dira memutar bola matanya jengah. "Kalau mau romantis- romantis bisa nggak jangan di depan aku? Huh, kan aku jadi pengen punya pacar"

Bella mendelik. "Nggak ada pacar- pacaran! Kamu Ayah larang pacaran sebelum lulus kuliah."

Dira menatap Kakaknya jengkel. Tidak ingin lagi berdebat dengan Bella, Dira memilih duduk lebih jauh dari mereka, memposisikan membelakangi keduanya. Dia tidak ingin menonton drama romantis keduanya secara langsung.

Punggung mungil gadis itu tampak sangat rapuh jika di lihat dari belakang. Hal itu membuat seseorang sangat ingin melindungi, memanjakan, serta mengurungnya.

"Mas, kenapa melamun?" Bella menyentuh tangan suaminya.

Erlang menggeleng. "Ada masalah di kantor yang mengharuskan kita balik lebih awal"

Raut wajah Bella berubah. "Apa asisten kamu nggak bisa menangani nya?"

Erlang menggeleng. "Lusa, kita sudah harus kembali ke jakarta"

"Tapi aku masih mau disini..." lirih Bella dengan wajah sedih. Dia berharap Erlang luluh. Entah kenapa Bella lebih suka disini, menghabiskan waktu bersama Erlang.

Jika mereka sudah kembali ke rumah. Pria itu akan sangat sibuk bekerja sampai lupa waktu. Awalnya Erlang masih bisa meluangkan waktu untuk pulang sebelum malam, tapi sekarang pria itu terlalu sering pulang larut malam.

Bella tidak bisa tidak overthinking memikirkan hal- hal buruk tentang suaminya. Sejak dua bulan lalu dapat dia rasakan sikap Erlang berubah.

Tidak semanis dan seperhatian seperti sebelum- sebelumnya. Dia merasakan kekosongan dan sakit dihatinya.

"Kamu bisa tetap disini Bella. Biar supir yang akan menjemputmu nanti, tapi Dira biar ikut aku ke Jakarta lusa"  putus Erlang tegas.

"Nggak! Kenapa kamu malah mau pergi tanpa aku Erlang." Nada Bella mulai meninggi. Membuat Dira yang sejak tadi makan menoleh.

Tatapan Dira dan Erlang bertemu.

Dira buru- buru mengalihkan tatapannya. Melihat wajah Kakak ipar  yang tampak menakutkan, Dira tidak berani menatapnya lagi. Apa lagi Bella juga sepertinya sedang marah.

Kenapa mereka malah bertengkar?

Bukan tadi suap- suapan?

****

Sampai malam haripun seperti nya mereka masih bertengkar. Buktinya di ruang tamu ini hanya Erlang sendiri bersama Ayah dan ibu.

"Kak Bella kemana kak?" Basa- basi Dira bertanya.

"Ada di kamar. Tadi dia bilang mau istirahat"

"Oh, kalau gitu Dira ke kamar dulu." Dira hendak membuka pintu kamarnya tapi suara ayah menghentikan nya.

"Dira sini. Ada yang mau Ayah katakan"

Dira menatap Ayahnya bertanya-tanya. Tapi memutuskan untuk duduk di samping Ayah.

"Kenapa Yah?" Dira juga menatap Ibu, berusaha meminta jawaban.

Ibu menggeleng. Dira menghela nafas pelan.

"Lusa kamu udah harus berangkat ke Jakarta"

"Hah? Bukan masih beberapa hari lagi? Kenapa cepet banget?"

Bukan hanya Dira saja yang terkejut. Kedua orang tua itupun sama-sama sama terkejut. Ini sangat mendadak menurutnya. Meski mereka sudah tau cepat atau lambat akan melepas putrinya, tetap saja mereka masih belum siap.

"Tadi Kakak iparmu baru mengatakan kalau perusahaan nya sedang bermasalah. Dia harus secepatnya kembali" penjelasan Dari Ayahnya membuat Dira terdiam sambil menatap Erlang.

"Kamu nggak apa- apa berangkat lebih awal?" Tanya Ayah.

Dira menggeleng pelan. "Pekerjaan Kakak jauh lebih penting. Aku nggak masalah kalau harus berangkat lusa"

Erlang tersenyum kecil. Ternyata gadis ini bisa juga bersikap lebih dewasa. Bahkan dia lebih memahaminya dari pada Bella.

****

Jangan lupa vote, komen dan Follow yah. Dan kalian kalau baca novel Ilusi yg versi Pdfnya. Bisa chat di nomer. 082333770245

Semu Atau Jemu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang