Dira memberanikan diri menatap langsung Erlang. "Kakak nggak perlu kasih tau aku hal yang sama dua kali. Aku tau mana yang baik dan nggak buat diri aku sendiri."
"Aku tau aku salah. Tapi Kakak juga salah karena udah pukul temen aku! Kakak datang- datang pukul dia, tanpa tanya dulu apa yang sebenarnya terjadi"
Erlang terdiam.
Begitu juga Bella.
Erlang memejamkan mata, menarik nafas panjang, berusaha untuk tetap tenang.
"Iya Dira, Kakak salah. Maafin Kakak karena nggak bisa nahan emosi. Kakak cuma nggak mau kamu di sentuh laki- laki sembarangan, apa lagi cuma gara- gara kumpul sama mereka, kamu udah berani bohong."
"Aku nggak ada niatan buat kumpul bareng mereka kak. Dia temennya temen aku," balas Dira.
"Iyah kenapa kamu harus bohong? Untung pekerjaan Kakak selesai lebih cepat dan bisa jemput kamu, kalau seandainya nggak, apa kamu bakal ngumpul bareng mereka sampai malam?" Dengan dingin Erlang membalas.
Melihat keadaan yang sudah tidak begitu memanas, Bella ikut angkat suara.
"Kekhawatiran Kakak iparmu itu pertanda perduli Dir. Dia udah anggap dan jaga kamu sebagaimana dia menjaga adiknya sendiri"
"Iyah tapi nggak gini juga kak" Dira langsung menyambar dan menatap Bella yang sejak tadi selalu membela suaminya.
"Menurut aku Kak Erlang udah berlebihan. Khawatir boleh, tapi apa harus mukul orang juga?"
"Iyah Kakak tau suami Kakak salah, tapi----"
"Terus, terus aja Kakak bela suami Kakak" Dira langsung memotongnya dan menatap Kakaknya marah. "Dari pada debat sama kalian, mending aku ke kamar"
"Dira, tetap duduk" sebelum kakinya melangkah, Erlang sudah memberi peringatan. "Selesaikan masalah ini, atau kamu mau anak buah Kakak mengawasi kamu selama 24 jam?" Ancaman Erlang yang membuat Dira langsung menatap Erlang tajam.
"Nggak ada yang perlu diselesaikan. Kakak selalu benar, dan disini pasti aku yang salah. Andai aku bisa ngekost, aku nggak mau tinggal bareng kalian" tanpa peduli dengan ancaman Erlang, Dira langsung berlari ke arah kamarnya.
Yang pasti, gadis itu akan menangis menyalurkan rasa kesal, marah dan kecewanya pada Bella.
Sedangkan di meja makan, Bella terpaku di tempat, dan begitu juga Erlang yang masih berusaha mengatur deru nafasnya.
"Mas..."
"Aku pergi"
Tidak ingin melampiaskan kemarahannya pada Bella yang berakhir semakin di benci Dira, Erlang memilih keluar rumah dan melampiaskan kemarahannya pada hal lain.
Melihat ekspresi mengerikan suaminya, Bella tentu takut. Dia tau betapa kejamnya Erlang saat marah.
Bella ingat, dulu dia pernah sekali membuat pria itu marah besar karena cemburu. Tidak tanggung- tanggung, pria itu mematahkan kedua kakinya, sampai detik itu juga, Bella tidak lagi berani bertingkah macam- macam atau hanya sekedar berbicara dengan lawan jenis.
Nyalinya ciut.
Dia terlalu pengecut di hadapan suaminya.
*****
Pagi harinya, Dira masih marah. Dia tidak akan pernah berbicara pada Bella maupun Erlang. Sesampainya dimeja makan, tanpa menunggu Erlang atau Bella. Dira sudah lebih dulu makan dan akan keluar jalan- jalan bersama supir.
Hari Sabtu ini, Dira akan pergunakan untuk jalan- jalan, menghilangkan kejengkelan pada pasangan suami istri itu.
Tidak istri, tidak suami, sama saja.
Benar-benar menjengkelkan.
Tapi yang semakin membuat Dira jengkel dan marah, yaitu larangan konyol Erlang yang malah melarangnya keluar, kecuali kuliah. Dengan ekspresi marah, Dira melangkah kembali ke dalam rumah, berniat mengetuk kamar Erlang dengan kasar.
Bodoamat dengan tatak Rama.
Dira tidak peduli.
Tapi sebelum kakinya menaiki tangga ke lantai dua, dari arah berlawanan Erlang dan Bella sudah turun. Tidak ingin buang- buang waktu, Dira langsung mengutarakan protes.
"Maksud Kakak apa larang aku keluar rumah? Setelah kemarin Kakak dengan seenaknya mukul orang, sekarang Kakak juga mau seenaknya atur hidup aku?"
"Dira! Jaga bicara kamu" Bella tentu terkejut melihat adiknya dengan berani meninggikan suara pada suaminya.
Menurut Bella ini sudah sangat tidak sopan.
Kemarin suaminya sudah minta maaf,
Dira menatap Kakaknya sinis. "Kenapa aku harus jaga bicara aku kak? Tanya ke suami Kakak, apa yang udah dia lakukan."
"Emang apa yang udah suami Kakak lakukan? Masih soal yang kemarin? Bukan suami Kakak udah minta maaf? Lagi pula dia lakuin ini juga demi kamu Dir. Dia nggak mau kamu sampai kenapa- Napa" kata Bella masih tetap kekeh membela suaminya.
Dira menatap Kakaknya seakan melihat orang bodoh.
"Apa dengan larang aku keluar rumah, itu juga demi kebaikan aku? Apa suami Kakak niat buat kurung aku dirumah?"
Tentu Dira marah. Jika itu orang tuanya yang melarangnya keluar, Dira masih terima ya karena, mereka orang tuanya.
Sedangkan Erlang?
Hak apa yang dia punya sampai melakukannya?
Hanya Kakak ipar bukan?
Bella terdiam. Berusaha mencerna apa yang Dira katakan, kemudian menatap suaminya yang kini tetap tenang, dengan wajahnya yang datar.
Apa maksud Dira?
"Mas? Apa bener kamu larang dia keluar rumah?"
"Hmm, mulai sekarang Dira akan selalu berada di bawah pengawasan anak buahku" katanya santai yang semakin membuat Dira yang mendengar nya semakin marah.
"Takut kejadian kemarin terulang, aku putuskan melarangnya keluar rumah selain kuliah" katanya dingin.
Bella terdiam.
"Dengar kan kak! Suami Kakak udah keterlaluan!"
"Dira! Jangan bentak suami Kakak!"
Lihat, tetap saja dibela.Dira menggeram marah. "Aku cuma keluar jalan- jalan kak, nggak ngapa- ngapain juga"
"Kakak tau kamu nggak ngapa- ngapain, tapi Kakak tetap khawatir Dira. Kalau sampai kamu kenapa- Napa gimana?" Erlang mulai melembutkan nada bicara, serta raut wajahnya.
"Aku bisa jaga diri! Kenapa sih orang- orang nggak percaya kalau aku itu udah bisa jaga diri! Kalau dari awal aku ngekost, nggak mungkin jadi seribet ini." Bentaknya.
Dengan marah Dira pergi melewati kedua nya dan langsung membanting pintu kamarnya dengan keras.
Rasa kesal, kecewa, semakin membuatnya ingin menangis.
Dia kesal dengan Erlang yang seenaknya melarang dia keluar rumah. Dan juga, dia kecewa pada Bella yang terus menerus membela suaminya.
******
Saran?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
Teen FictionApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...