Pagi harinya Dira sudah duduk di ruang tamu, menunggu Bella bersiap. Ibu, Ayah, Tio dan Kakak iparnya sudah duduk diam di ruang tamu, hanya menunggu Bella saja.
"Erlang, Ayah titip adikmu. Kalau dia nakal, kamu bisa telfon Ayah" Kata Ayah yang mendapat tatapan tidak suka Dira.
"Kak Erlang bukan tukang ngadu Kayak Kak Bella, iya kan Kak?" Tanya Dira sambil tersenyum puas.
Erlang terkekeh. "Kakak nggak bisa janji. Ayah tenang saja, aku akan minta orang- orangku untuk menjaga Dira dari jauh"
"Kak!" Protes Dira langsung. "Kakak nggak boleh kayak Kak Bella yang suka ngadu, nggak baik" nasehatnya sok bijak.
Dengan Geli Erlang menjawab. "Kalau Kakak nggak kasih tau Ayah, kamu pasti malah keenakan"
"Nah, kalau perlu nanti telfon aku juga kak. Biar aku samperin kesana, dan bawa dia pulang" saut Tio ikut - ikutan. Kakaknya ini sangat tidak bisa diam sekali.
Dira berdecak. "Apaan sih Kak Tio ikut- ikut aja. Emang Kakak tau jalan rumah Kak Erlang?" Sindirnya.
"Kata siapa Kakak nggak tau? Asal kamu tau, selagi Kakak mau, bisa- bisa aja Kakak ke sana"
"Dih, bilang aja kakak nggak tau jalan"
"Orang ada maps, teknologi sekarang itu udah canggih. Emang kamu kira hidup di zaman purba?" Balas Tio tidak mau kalah. Begitu juga Dira yang tidak mau mengalah.
"Maps bisa aja salah. Udah Kakak disini aja, jaga ibu sama Ayah"
Tio memelototi adiknya. "Emang kenapa kalau Kakak kesana? Takut ya ulah nakal kamu nanti ketahuan? Yah, kita harus sering- sering telfon Dira biar disana dia nggak macem- macem" usul Tio yang di angguki Ayah.
Dira semakin kesal. "Terserah Kakak deh! Dira capek ngomong sama Kakak. Dulu ibu ngidam apa sih Sampek punya anak kayak Kak Tio"
"Heh!!"
"Tio..." ibu melerai. Kemudian menatap anak perempuan nya. "Udah di cek semua? nggak ada lagi kan barang yang ketinggalan?"
Tio menghela nafas pasrah.
"Kayaknya udah nggak deh." Dira mengambil tas kecil di depannya, mencari dompet, hp yang takut ketinggalan. "Aman semua"
Ibu mengangguk.
"Kakak masih lama Bu?"
"Mungkin bentar lagi."
Dira mengangguk. Beberapa menit menunggu, akhirnya Bella keluar dan mereka mulai bersiap pergi. Dira memeluk ibu, Ayah, dan Tio untuk berpamitan.
"Ingat pesan Kakak. Jangan aneh- aneh" peringatnya yang di balas anggukan malas Dira.
"Ck, iya, iya kak. Dira tau"
"Bu, Dira pamit."
"Bella sama mas Erlang juga pamit Bu, Nanti kalau udah sampai Bella telfon"
Ibu mengangguk. Tampak jelas ekspresi tidak rela ibu yang di tinggal kedua anak perempuan nya. Rumah pasti akan bertambah sepi. Si biang rusuh, anaknya yang paling sulung juga pergi.
Ibu menahan diri untuk tidak menangis di depan kedua anak perempuan nya.
"Ayah jangan sedih, kalau Ayah sedih Dira ikut sedih" mendengar perkataan lirih tiba- tiba dari Dira, membuat perhatian semuanya tertuju pada pasangan Ayah dan anak itu.
Ibu yang mati- Matian menahan diri untuk tidak menangis, sedangkan Ayah tidak bisa menyembunyikan ekspresi tidak relanya. Dia sungguh sedih di tinggal anak perempuan kesayangan nya.
Bella ada suaminya yang menjaga, sedangkan Dira? Ayah sebenarnya takut membiarkan Dira pergi jauh. Tapi Ayah sadar dia tidak boleh egois. Sebagai seorang Ayah dia juga harus mendukung apa yang diinginkan anaknya.
Ayah tersenyum teduh. "Ayah percaya Dira nggak akan khianati kepercayaan Ayah, ibu dan Kak Tio. Ingat pesan Ayah, belajar yang rajin"
Dira mengangguk. Memeluk tubuh Ayah sekali lagi, kemudian melangkah ke mobil di ikuti Bella.
Tio menatap kepergian kedua saudaranya dan bohong jika dia tidak sedih. Saat mobil mulai melaju, Dira melambaikan tangannya dengan senyum lebar.
"Ayah! Ibu! Kak Tio! Dira pamit! Jangan Rindu Dira yah!" Teriaknya sebelum mobil benar- benar menjauh.
Ini adalah awal dimana dia harus hidup lebih mandiri. Erlang yang sejak tadi memperhatikan tingkah menggemaskan Dira hanya tersenyum tipis.
****
"Kamu mau beli apa mas? Biar aku yang turun beli" kata Bella menoleh kearah suaminya. Bella berusaha melupakan kejadian semalam dan dia juga tidak ingin menunjukkan pertengkaran mereka di depan Dira.
Erlang melirik sekilas. "Terserah," balasnya kemudian menoleh kebelakang, kearah Dira. "Dira mau beli apa? Biar sekalian Kakak kamu belikan" kata Erlang lembut, berbeda jauh saat berbicara dengan Bella yang terkesan dingin.
"Nggak usah kak. Aku lagi nggak pengen nyemil" tolak Dira.
"Kakak mau keluar sendiri?"
Bella mengangguk. "Kenapa? Kamu mau ikut?"
Dira sebenernya malas, tapi tidak mau di tinggal berdua dengan Erlang, akhirnya Dira mengangguk. "yudah ayo" dengan cepat Dira keluar mobil lebih dulu, yang di susul Bella.
Erlang yang di dalam mobil berdecit pelan.
Dapat Erlang lihat keduanya mulai memasuki minimarket dan meninggalkan nya sendiri di mobil.
Sampai beberapa menit kemudian, Bella masuk lebih dulu, dan langsung duduk di sampingnya. Sedangkan Dira duduk di belakang dengan botol susu di tangannya.
"Aku belikan minuman kesukaan kamu mas" Erlang mengambil botol minuman yang Bella sodorkan dengan mata yang menatap ke arah kaca spion.
"Ini masih butuh berapa lama Kak? Jauh lagi kah?" Tanya Dira menatap Bella.
"Masih, udah kalau kamu mau tidur, tidur aja. Nanti kalau udah sampai Kakak bangunin"
Dira mengangguk. Karena Dira duduk sendiri, dia bisa merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata.
Dira memilih tidur, sedangkan Bella sejak tadi hanya diam, menatap lurus kedepan sesekali mencuri- curi pandang ke arah suaminya yang fokus menyetir. Mengingat pertengkarannya semalam, membuat Bella semakin tidak mood berbicara.
Biarlah. Bella ingin Erlang membujuknya, seperti dulu.
Perjalanan yang panjang dan memelankan ini membuat mood Bella semakin buruk. Belum lagi Erlang yang hanya diam, tidak berinisiatif mengajaknya mengobrol. Suasana hening seperti ini yang paling Bella benci.
Sedangkan Erlang sejak tadi malah curi- curi pandang ke arah kaca spion belakang, yang menampilkan Dira yang sedang terlelap. Wajahnya yang damai, sangat menyenangkan di pandang.
Erlang berusaha sebaik mungkin membawa mobil agar tidak mengganggu tidur Dira.
"Nanti jangan bangunkan Dira, biar aku yang membawanya masuk" ujarnya datar membuat Bella langsung menoleh.
"Maksud mas?"
"Aku yang gendong Dira ke kamar. Kasihan dia, pasti lelah" katanya sambil menatap dengan penuh perhatian.
Bella merasakan gelenyar aneh dihatinya. Apa dia, cemburu? Bella menggeleng pelan dan berusaha menepisnya. Dia percaya Erlang, dan sejak awalpun Erlang bilang ingin lebih dekat dengan Dira.
Bodoh Bella. Bagaimana kamu bisa berfikir seperti itu. Aku terlalu kekanak- kanakan untuk cemburu ke adikku sendiri. Sejak awal pacaran sampai sekarang, Erlang tidak pernah bermain wanita. Bahkan pacar pertamanya pun itu dia,
"Jangan cemburu, aku hanya menganggap Dira adikku sendiri"
Bella terdiam. Senyum kecil seketika terbit saat suaminya masih memperdulikan perasaanya. Pria itu menjelaskan agar dia tidak berburuk sangka atau berfikir hal buruk.
*****
Kata Erlang, jangan cemburu:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
Fiksi RemajaApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...