Dira sungguh merasa frustasi dengan semua ini. Bahkan dia tidak bisa menemukan jalan keluarnya. Menolak Erlang sama saja menghancurkan Bella dan membuat ayah dan ibunya kecewa.
Tapi dengan dia patuh pada permintaan Erlang. Dia akan terjerumus semakin dalam.
Arghhhh....
Dira mengacak rambutnya frustasi.
Bagaimana ini?
Dira menyesal. Harusnya dari awal dia tidak takut dengan ancaman Erlang dan mengadukan semua itu pada kedua orang tuanya. Dia tinggal menjelaskan dan dia tidak akan terjerumus semakin dalam.
Dira hanya perlu mengadu pada Ayah dan ibu dan tidak membiarkan Bella tau.
Bukan itu ide yang bagus?!
Arghhhhhh...
Tapi itu sudah percuma!
Semakin lama dia menjalin hubungan dengan Erlang. Pasti pria itu punya banyak hal yang dijadikan ancaman.
Belum lagi malam ini, dia di paksa untuk tidur sekamar dengan Erlang dan meski dia menangis pun Erlang tidak peduli.
"Sayang mandi dulu. Aku udah siapkan air hangatnya" lihat, pria itu dengan santai keluar dari kamar mandi dan tampak acuh melihat Dira yang menatapnya dengan kedua mata membengkak.
Dimata Erlang itu sangat lucu. Bayi kecilnya saat menangis sungguh menggemaskan.
"Mau pulang.." pintanya dengan suara serak dan sedikit memohon.
Erlang tersenyum. "Iyah besok kita pulang. Sekarang mandi dulu sana, nanti mau makan apa? Nggak pengen seblak? Udah lama kan nggak makan seblak?"
Dira tetap menggeleng. "mau pulang"
Erlang tetap berusaha sabar. "Iyah sayang besok pulang. Nanti aku pesankan seblak yang level 1 aja yah"
"Mau es juga? Atau mau coklat hangat?"
Melihat Erlang yang tidak menghiraukan permintaan nya. Dira memalingkan wajah kemudian mengangguk pelan.
Erlang tersenyum. "Sebentar yah aku pesankan dulu"
Dira hanya menatap kepergian Erlang dengan tangan terkepal. Berusaha mengatur nafas, lalu melangkah ke kamar mandi.
Sedangkan Erlang berjalan keluar dengan senyum yang semakin cerah. Malam ini, dia akan kembali menghabiskan malamnya dengan orang yang dia cinta. Tidak sia- sia menggunakan cara mengancam yang ternyata lebih ampuh dari pada bersikap lembut dan membujuk dengan penuh hati.
Jika dia tau cara seperti ini lebih cepat. Pasti sudah sejak awal Erlang melakukannya.
"Sayang!! Belum selesai?"
"Dira?"
Tidak ada tanggapan. Gadis itu masih tetap berada di kamar.
Erlang berdecak. "Kamu ngapain lama- lama dikamar mandi?" Tidak sabar menunggu gadis itu keluar kamar mandi, Erlang dengan tidak sabar masuk ke kamarnya, mengetuk dengan tidak sabar pintu kamar mandi, membuat Dira yang berada di dalam tersentak kaget.
"Kakak nggak lihat aku lagi mandi?"
"Iya kenapa lama banget? Kamu sengaja buat Kakak nunggu kan?"
Dira merotasi matanya. "Terserah Kakak aja. Aku capek" setelahnya gadis itu berjalan melewati Erlang yang masih menekuk wajahnya kesal.
Sesampainya dimeja makan. Dira langsung duduk dan mengambil posisi untuk segera memakan makanannya tanpa menunggu Erlang.
Erlang tidak lagi menegur dan hanya menggelengkan kepalanya. Dia harus lebih maklum menghadapi bocilnya yang nakal.
"Gimana? Enak?"
"Hmm"
Erlang tersenyum.
"Mau nggak kalau mulai sekarang Dira tinggal disini?" Pertanyaan Tiba-tiba Erlang seketika membuat gadis itu langsung mendongak dan langsung menatap Erlang.
"Maksud Kakak? Apa Kakak masih belum puas kurung aku Dirumah?" Ucap Dira sinis.
"Kakak cuma nggak mau kamu sampai kenapa- Napa. Apa salah Kakak jaga orang yang Kakak sayang?"
"Salah. Harusnya orang yang Kakak sayang itu Kakak aku. Bukan malah aku!" Sentak Dira sambil menghunus tatapan tajamnya.
"Kenapa Kakak harus sayang sama orang yang salah? Bukan dia yang Kakak mau. Tapi kamu. Kalau seandainya aku nggak salah orang dan lebih teliti, Pasti orang yang aku nikahi itu kamu, bukan malah Kakakmu" ucapnya dengan kepala sedikit tertunduk. Merasa menyesal dan bodoh.
"Udah cukup membahas yang sama berkali- kali. Kalau kamu emang nggak mau tinggal disini, ya nggak apa- apa. Selagi kamu berada di sampingku, berada dimanapun nggak ada masalah."
Tidak ingin memperkeruh suasana, Erlang memilih menyerah. "Udah makan seblak kesukaan kamu" lanjutnya juga membuka makanan yang juga di pesan.
Dira hanya mendengus. Setelah Makan malam ini selesai. Dira tidak punya kuasa membantah Erlang dan membiarkan tubuhnya terus- terusan di peluk oleh pria yang menyandang status sebagai suami Kakaknya.
Kenapa rasanya dia jijik yah dengan tubuhnya sendiri?
Kenapa sangat mudah di peluk sembarang laki- laki?
Dan lebih gilanya, laki- laki itu adalah Kakak iparmu sendiri.
"Udah mau tidur? Nggak mau nonton atau nggak ada yang Dira ceritain soal kuliah tadi? Lagian nggak baik tidur sore- sore"
Mengusap lembut rambut sang gadis, Erlang sesekali mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang. Pria itu bahkan menatap gadis di dalam pelukannya begitu lembut dan memuja.
"Nggak ada, bukan Kakak udah tau keseharianku?" Dengan nada ketus seperti biasa, Dira membalas.
Benar-benar menjengkelkan.
Erlang terkekeh. "Tapi denger cerita dari mulut kamu jauh lebih seru. Ayo coba cerita gimana Gadis kecil Kakak tadi dikampus"
Dira memejamkan mata, mengambil nafas pelan dan berkata. "tadi aku lihat monyet yang lagi makan" Dira dengan asal menjawab membuat Erlang terkekeh.
"Sayang serius. Kakak bisa loh jadi temen gibah kamu juga"
"Nggak usah. Makasih"
"Kenapa? Bukan cewek suka gibah?"
Dira menggeleng. "Aku nggak akan pernah mau gibah sama suami kakak aku sendiri. Kalau Kakak mau denger cewek gibah. Mending pulang, temenin Kak Bella tidur" ucapnya menyindir.
Erlang terkekeh. Mengacak rambutnya gemas dan mengecup Pipi Dira membuat tubuh gadis itu membeku. "Kalau Kakak temenin Bella tidur. Bayi Kakak satu ini siapa yang mau temenin?" Godanya.
Erlang semakin mengeratkan pelukannya. "Kalau bisa Kakak pengen tiap malam tidur sama kamu. Nanti setelah Kakak cerai dengan Kakakmu, kita nikah yah sayang. Kakak janji akan selalu buat kamu bahagia"
"Tapi Kakak nggak janji bisa buat kamu ketemu sama orang tua kamu karena Kakak nggak suka pengganggu. Pasti mereka nggak suka hubungan kita dan lebih baik Kakak bawa kamu pergi"
*****
Lanjut?
Jangan lupa vote sama follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
TeenfikceApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...