"Apa nggak ada kamar yang lebih kecil dari pada ini kak?" Kesal Dira saat Erlang sudah pergi lebih dulu ke kamarnya, meninggalkan Bella dan Dira di kamar baru milik Dira.
Kamar yang luas, lengkap dengan ruang ganti, kamar mandi dalam, sofa di dalam serta Tv besar di dinding.
Dira benci tidur sendiri di tempat yang luas. " Dira nggak masalah kok kalau harus tidur di kamar pembantu" ujarnya memelas.
Bella menghela nafas pelan. "Nggak mungkin kamu tinggal di kamar pembantu Dira. Kakak Udah bilang ke kakak iparmu kalau kamar ini terlalu luas, tapi percuma, Dia tetap kekeh kasih kamar ini ke kamu"
"Tapi kak Dira takut"
"Kakak tau, tapi ini udah kemauan Kakak iparmu. Udah jangan banyak protes"
Dira mendengus. "Coba dulu Kakak bujuk Kak Erlang lagi, siapa tau suami Kakak berubah pikiran"
Bella menghela nafas pelan, kemudian menggeleng. "Yang ada nanti Kakak yang kenak marah lagi" ujarnya lesu.
"Udah kamu turuti aja kemauan suami Kakak. Maaf Kakak nggak bisa bantah apa yang suami Kakak mau. Mungkin kamu bisa bicara sendiri ke Kakak iparmu"
Keluarga nya semua tau, Dira tipe orang yang tidak bisa tidur sendiri di ruangan yang luas. Apa lagi saat lampu kamar di matikan, Dira merasa ada orang yang mengawasinya.
Dia takut, bahkan was- was. Sebenarnya tidak ada apa- apa, tapi pada dasarnya Dia saja yang penakut. Dira mulai cemas, bagaimana jika nanti malam dia tidak bisa tidur?
Dia juga sudah terbiasa tidur dengan lampu mati, tapi tidak mungkin Dira mematikan lampu di kamar barunya ini. Pasti saat malam hari, ini seram. Bahkan dia sudah berfikiran yang tidak- tidak.
Dira menghela nafas pasrah. "Apa kamar Kakak juga seluas ini?" Jika kamar tamu bisa seluas ini, sudah pasti kamar kakaknya jauh lebih luas.
Bella terdiam. Kemudian mulai menjelaskan.
"Diantara kamar yang ada dirumah. Kamar kamulah yang paling luas. beberapa bulan lalu Mas Erlang merenovasi dan menyatukan kamar tamu dan gudang. Awalnya Kakak Kira dia ingin menjadikan itu kamar utama, tapi---"
"Kalau gitu nanti aku yang bilang ke Ka Erlang kak. Biar Kakak sama Kak Erlang aja yang tinggal disini" potong Dira cepat. Mendengar penjelasan Kakaknya, dia semakin yakin untuk pindah dari kamar ini.
"Jangan Dira, bisa- bisa nanti Kakak lagi yang kenak marah. Kamu bisa minta kamar lain, tapi jangan pernah minta Kakak buat pindah ke kamar kamu"
Kening Dira mengerut. Kenapa?
"Udah sana istirahat, nanti malam kita makan malam bareng" dengan lembut Bella mengusap lengan adiknya, tersenyum tipis kemudian melangkah pergi.
Dira mengepalkan kedua tangannya. Bertekad untuk tetap bicara dengan Erlang, berharap suami Kakaknya itu mau memindahkan kamarnya. Sungguh, dia tidak masalah jika harus tidur di kamar pembantu.
"Nanti sebelum makan malam, Dira mau bicara sesuatu sama kakak"
Setelah mengirimkan Erlang pesan. Dira menyimpan ponselnya. Kamar ini memang pantas menjadi kamar utama, dan dihuni oleh dua orang. Jika hanya dia sendiri, ini terlalu luas.
****
Mungkin karena kelelahan, Erlang tidur sampai malam. Jika Bella tidak membangunkannya untuk makan malam, mungkin dia masih terlelap. Pria itu sama sekali tidak membaca pesan Dira, dan langsung ke kamar mandi.
Setelah selesai Erlang buru- buru turun tidak sabar untuk makan malam. Dapat dia lihat Dira dan istrinya sedang duduk sambil mengobrol.
Melihat suaminya yang datang, Bella langsung berdiri, berniat mengambilkan suaminya makan.
"Mas mau lauk apa?"
Erlang menatap makanan di depannya, kemudian ke arah adik istrinya yang mengisi piringnya dengan nasi dan kuah ayam saja.
Erlang bertanya- tanya, apa Dira tidak suka Ayam?
"Ayam kuah"
"Lagi?"
"Terserah" jawabnya masih mengamati apa lagi yang akan Dira ambil.
"Dira Kenapa kamu cuma makan kuah ikannya aja? Terus nasinya juga kenapa dikit banget?" Kali ini Bella angkat bicara, menegur perilaku aneh adiknya.
Dira hanya menatap Bella kemudian menggeleng pelan. "Kenapa? Kamu masih marah?" Bella menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan tingkah adiknya.
"Marah kenapa?" Erlang langsung angkat bicara, merasa terganggu.
Dira menggeleng. "Dira nggak marah. Cuma nggak mood makan aja" bantahnya.
"Kamu nggak suka masakan Kakakmu?" Erlang baru sadar jika sejak tadi ekspresi gadis itu tidak seperti biasanya.
Dira menggeleng. "Suka, Dira cuma lagi nggak mood." Setelah memasukkan tiga kali suapan kemulutnya, Dira meletakkan sendoknya. " Udah yah Kak, Dira mau ke kamar"
Bella memutar matanya malas.
"Makan Dira, kalau nggak mau Kakak aduin Ayah" tekan Bella mengancam.
Dira berdecit. Memilih kembali makan, meski tidak mood sama sekali. Dia jadi ingin makan mie,
Dira tersenyum miring.
Erlang mengepalkan kedua tangannya, ingin sekali menguapi Dira yang makan dengan ogah- ogahan.
"Dira, Tambah lauknya"
"Nggak kak"
"Bella, kasih lauk kepiring Dira" Bella mengangguk, mengambilkan lauk kemudian memasukkan ke piring Dira.
Dira menatap keduanya kesal. "Dira bilang nggak mau" Dengan cepat Dira mengambil lauk yang Bella taruh, kemudian mengembalikan nya.
"Dira, jangan mulai. Ayah sama ibu nggak pernah ngajarin bertingkah kurang ajar ke orang yang lebih tua." Nasehat Bella yang kembali memasukkan lauk ke piring adiknya.
"Makan yang banyak. Kakak nggak mau kamu jadi kurus tinggal disini" ujar Erlang.
"Dengerin tuh. Nanti Ayah ibu malah ngira kita nggak ngasih kamu makan" Bella membenarkan perkataan suaminya.
"Huhh, terserah deh" pasrahnya tidak ingin lagi berdebat dengan keduanya. Meja makan hening, sampai beberapa menit kemudian Dira selesai dan beranjak dari duduknya.
"Dira kekamar dulu"
"Tunggu"
"Kenapa?" Dira menatap Erlang yang menghentikannya.
"Tunggu kita selesai"
Sekali lagi, Dira berdecak. Entah kenapa Kakak iparnya ini terlihat sangat menyebalkan. Dira jadi kesal sendiri.
"Tapi Dira pengen ke kamar"
"Udah Dira, cuma sebentar" Ujar Bella.
Dira menatap Erlang. Menghela nafas pelan karena sejak tadi sore pesannya belum kunjung pria itu balas. Dia sudah tidak sabar membicarakan semuanya, tapi sepertinya tidak sekarang.
Belum lagi masih ada Bella. Dia tidak bebas mengatakan apa yang di inginkan.
*****
Kok nggak rame yah?😭🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Atau Jemu?
Teen FictionApa yang kamu lihat, rasakan, tidak lain hanya sebuah kata semu yang menjelma seolah² itu nyata. Tapi nyatanya, hanya rasa sakit, kecewa, patah hati yang pada akhirnya kamu rasakan. "Mau sampai Kapan Kakak bertindak seenaknya begini? Aku capek kal...