Misunderstood₊˚⊹♡

19 8 0
                                    

☆ ★ ✮ ★ ☆

Luna menatap cemas ke arah jam dinding di atas kamarnya, ia berjalan mondar-mandir berharap seseorang yang ia tunggu akan datang. Ini sudah hampir jam tujuh dan orang yang Luna tunggu masih belum saja kembali.

Luna memainkan kedua jarinya, tanda bahwa ia benar-benar cemas dan gugup. Bagaimana jika ada seseorang yang melihat mobil asing di depan rumahnya? dan bagaimana jika mereka tahu ada pria yang menginap di rumahnya?

"Eunghhh..." Suara pelan mengalihkan perhatian Luna. Laki-laki bernama Ario, yang tertidur di ranjangnya, membalikkan badan, masih dalam tidur lelap.

deg

Jantung Luna berdegup cepat ketika melihat wajah laki-laki yang sekarang terbaring menghadap ke arahnya. Luna takjub, bagaimana pria yang tidak dikenalnya ini bisa begitu tampan? Fitur wajahnya tampak sempurna di bawah cahaya lembut kamar, dengan rahang yang tegas dan helaian rambut hitamnya menutupi sebagian wajah.

Lama Luna menatap wajah Archio dari tempatnya berdiri, Luna melupakan kecemasannya dan hanya ada rasa tenang yang menghampiri.

Luna menatap wajah Archio dengan seksama, ia mengerutkan keningnya merasa aneh bahwa ia merasa damai melihat pria yang sama sekali tidak dia kenal ini tertidur di kasurnya.

"Ganteng banget," Lirih Luna, tanpa sadar mengucapkan kata itu. Laki-laki yang tidur di ranjangnya ini benar-benar memiliki pesona yang sulit diabaikan. Walaupun Luna banyak sekali betemu dengan pria tampan di desa ini, Namun laki-laki yang tertidur di kamarnya ini tampaknya bisa mengalahkan semua laki-laki tampan yang Luna kenal.

Rahangnya yang kuat, garis-garis wajah yang sempurna, dan rambut hitam yang berantakan memberi kesan yang memikat. Luna merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat melihat laki-laki ini. Dia tahu ini bukan saatnya untuk berpikir tentang hal-hal semacam ini, tetapi pesona pria itu tak bisa Luna tolak.

"LUN, LUNAAA!"

"LUN. BUKAK LAWANGE, NDUK."

Teriakkan dari arah luar rumahnya membuat Luna tersadar dari pikiran mengagumi pria tampan yang tertidur itu.

Teriakan dari arah luar rumahnya membuat Luna tersadar dari pikirannya, yang baru saja teralihkan oleh wajah tampan Archio. Luna menggigit jarinya, cemas kembali. Apakah membuka pintu ide yang baik? Atau lebih baik pura-pura tidak mendengar?

Ketakutan yang Luna rasakan akhirnya datang juga. Mengapa orang-orang datang pagi-pagi begini? Apakah warga desa melihat mobil asing di depan rumahnya? Bagaimana jika mereka tahu tentang laki-laki yang tertidur di kamarnya? Luna mulai berpikir keras, bagaimana ia menjelaskan semua ini tanpa menimbulkan salah paham.

Lama berdebat dengan pikirannya, Luna menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia menatap sebentar Archio yang tertidur pulas, lalu menyemangati dirinya untuk keluar dan menghadapi para warga.

Luna berjalan keluar dari kamar, lalu menuju pintu rumahnya. Dia mengintip sebentar dari jendela, dan ia membelakkan matanya terkejut. Kenapa begitu banyak orang di rumahnya? Luna bisa memperkirakan hampir semua warga desa datang mengunjungi rumahnya. Bahkan dia melihat Bu Ani dan suaminya di antara kerumunan.

Luna semakin terkejut ketika melihat Pamannya juga berada di sana. Jantungnya berdegup kencang saat dia memutuskan untuk membuka pintu rumahnya. Ketakutannya menjadi kenyataan, seluruh desa tampaknya ingin tahu apa yang terjadi.

"Nah, iki wonge," ujar salah satu warga dengan nada penasaran.

"Aku panggil-panggil kok ora metu," keluh yang lain.

LuminousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang