☆ ★ ✮ ★ ☆
"Setiap awal baru dalam cinta adalah lembaran putih yang penuh harapan dan ketakutan"
Setelah berpamitan dengan Paman Ari dan yang lainnya, Archio dan Luna duduk berdampingan di kursi belakang. Mobil bergerak perlahan-lahan di tengah jalanan yang ramai, diikuti oleh deretan mobil-mobil bodyguard Archio yang mengawal di belakang.
Luna merasa heran melihat jumlah mobil dan pengawal yang ikut dalam perjalanan mereka. Mungkinkah Archio adalah orang penting? atau Kian orang penting nya? Tetapi Luna tidak berani bertanya. Ia merasa bahwa pertanyaan itu tidak pantas, terutama karena mereka baru saja menikah.
Luna kembali menatap keluar jendela, mencoba mengusir kebingungannya dengan menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Hatinya masih dipenuhi dengan pertanyaan dan keraguan, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang dan berpikir positif. Siapa tahu, mungkin nanti Archio akan membuka diri padanya dan menjelaskan segalanya
Setelah beberapa saat, Luna merasa sedikit canggung dengan keheningan di dalam mobil. Ia menoleh ke arah Archio. Wajah pria itu terlihat datar, dengan alis sedikit berkerut dan bibir yang mengatup rapat. Luna terpesona untuk kesekian kalinya oleh raut wajah suaminya yang benar-benar tampan. Apakah boleh luna katakan bahwa pria tampan ini adalah suaminya?
Luna melirik ke arahnya beberapa kali, ingin berbicara tetapi tak berani mengganggu. Keheningan diantara mereka berdua terasa aneh, seperti duduk di sebelah orang asing. Walaupun itu memang benar bahwa mereka hanya orang asing, tapi bolehkan Luna berharap bahwa suaminya ini akan mengajak ngobrol dirinya?
Setiap kali Luna mencoba menoleh, Archio hanya menatap lurus ke depan atau melihat ke luar jendela. Tidak ada kata yang terucap dari mulutnya sejak mobil mulai bergerak, seolah-olah dunia di luar lebih menarik baginya. Luna kembali duduk tegak, merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka, meskipun duduk berdampingan.
Kian di depan juga tidak banyak bicara. Ia terus memeriksa ponselnya, mungkin memantau sesuatu.
Tiba-tiba, Archio memutar kepala sedikit, seolah-olah ia merasa bahwa Luna sedang memperhatikannya. Luna dengan cepat menundukkan pandangannya, merasa malu dan gugup. Apakah pria ini menyadari kegelisahannya?
Luna mencoba mengalihkan perhatian dengan melihat keluar jendela kembali. Rasanya perjalanan ini berlangsung sangat lambat, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatakan, terutama ketika Archio tampak tidak tertarik untuk berbicara. Luna mencoba untuk tetap tenang, berharap Archio akan mulai membuka pembicaraan atau setidaknya mengajaknya bicara.
Luna mulai berpikir, apa yang akan terjadi selanjutnya? Dan bagaimana dia bisa membangun komunikasi dengan suaminya yang nyaris tidak berbicara ini?
"Kian, lo ga lupa kalo gue minta buat ubah jadwal?" Archio tiba-tiba membuka suara, nada bicaranya datar tetapi terdengar kesal. Luna mengalihkan pandangannya, ia kemudian menatap Archio dengan bingung.
"Kita harus ngambil barang-barang lo dulu, Ar," jawab Kian tanpa menoleh, masih fokus pada ponselnya.
"Gue ga mau tau, Gue ga peduli soal barang-barang itu. Kalau lo gak mau anterin gue ke bandara sekarang juga. gue keluar dari mobil ini!" Archio berkilat marah. Ucapan Archio membuat Luna terkejut sekaligus bingung. Archio mau ke bandara? ke mana dia akan pergi? Pertanyaan ini terus berkecamuk di benaknya.
"Eumm... ka-kalo boleh tau, Mas Ar mau kemana?" Luna memberanikan diri untuk bertanya, suaranya lembut namun terdengar gemetar, ia sedikit khawatir tentang suami mendadaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luminous
Romance"Kita memiliki banyak perbedaan. Aku hanyalah butiran debu, sedangkan kamu adalah bintang yang bersinar di atas." -Luna. "Jangan berharap banyak dari gue. Gue di atas, lo di bawah," -Archio ─── ⋆⋅☆⋅⋆ ── Luna Adzkia, seorang gadis desa yang baru saja...