It's Just A Small Wound

671 66 4
                                    

Hiruk-pikuk suara saling beradu dalam dinginnya malam. Sekumpulan manusia yang tak takut akan bahaya malam berdiri berkerumun disetiap sisi jalan untuk melihat sesuatu. Disana Gardana dengan gagahnya duduk tepat di atas motor kesayangannya, bersiap untuk melajukan nya sekencang mungkin untuk mengalahkan musuh yang tepat ada di sampingnya. Kibaran bendera dari seorang perempuan menjadi awal dari permainan. Seruan motor mereka saling beradu tak ada yang ingin mengalah dan semakin mempercepat kecepatan motor yang di kendarai. Seperti yang kita tau, Gardana pasti memimpin jauh di depan meninggalkan musuhnya yang sudah bercampur dengan rasa emosi.

Semakin mempercepat laju motornya ketika garis finish sudah ada didepan mata. Gardana menang dengan jarak yang terlampau jauh membuat semua orang berseru akan kemenangannya. Fayesha tersenyum melihat itu, dia sudah menduga bahwa Gardana akan menang, dari pengalaman masa lalunya yang di kalahkan oleh laki-laki yang sudah menjadi suaminya saat ini.

Langkah kaki itu mendekat kearah teman-temannya yang sudah bersorak dengan gembira. Sedikit mengguncang tubuh Gardana untuk melampiaskan rasa senang. Gardana sedikit mundur untuk menghindar dari kegilaan teman-temannya itu. Memberikan sebuah sinyal agar mereka berhenti dan berjalan menjauh menuju seseorang yang sedari tadi hanya sendirian duduk pada kursi tanpa adanya seorang teman.

Kakinya berdiri tepat didepan seseorang yang dituju, menunduk untuk menatap dan tersenyum setelahnya. Fayesha yang ditatap sebegitu dalamnya hanya berdehem untuk menghilangkan rasa grogi. Semua teman-teman Gardana dibuat bingung kenapa sekarang Gardana bisa sedekat itu dengan Fayesha? Tak perduli dengan semua tatapan kearahnya dia genggam tangan kecil itu berjalan membelah orang-orang yang menghalanginya.

Kakinya dia langkahkan kearah dimana hadiah nya berada dan mengambil sebuah amplop dengan berisikan beberapa lembar uang. Menyodorkan amplop tadi kearah Fayesha dengan tatapan bingungnya.

"Gw kasih semua hadiah ini buat lu, ini salah satu bukti tanggung jawab gw, maaf kalau belum bisa semaksimal yang Ayah lu kasih, tapi setidaknya ini hasil usaha gw sendiri." Fayesha menatap amplop tadi dan Gardana secara bergantian, entah kenapa dalam hati dia merasa ada sesuatu yang mengetuknya. Dia merasa di penting kan, dia merasa di anggap, dan dia merasa di spesial kan, Gardana dengan segala usahanya benar-benar sesuatu untuk Fayesha.

Tangan kecil itu mengambil dengan hati-hati pada hal yang diberikan kepadanya, memberikan sebuah kalimat terimakasih untuk balasan yang telah dia dapatkan. Gardana tersenyum dan mengangguk beralih menatap teman-temannya yang sekarang sudah menatapnya seperti singa yang sedang kelaparan. Tatapan satu-satu dari mereka membuat Gardana merinding ingin rasanya dia berlari menjauh dari sana.

"Lu punya utang penjelasan sama kita Gar." Gardana hanya tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Besok aja ya! Gw mau pulang dulu kasian Fayesha nya udah kecape an." Fayesha hanya diam karna memang yang diucapkan Gardana itu benar. Lagian juga dia ingin cepat-cepat berlalu dari sana agar tidak semakin berlarut dalam situasi canggung ini. Gardana kembali menarik tangannya membawanya kearah motor Gardana untuk kembali pulang kerumah.

Namun ada satu hal yang membuat mereka mengurungkan niat awalnya. Sebuah pukulan tiba-tiba menerjang Gardana yang sedang berusaha memasangkan kaitan helm untuk Fayesha. Gardana sedikit terpental karna pukulan tadi, merasakan sakit pada perutnya yang terkena pukulan  yang diberikan oleh lawannya. Sepertinya dia tidak terima dengan kekalahan yang dia terima.

"Lu apa-apaan hah? Main pukul orang sembarangan aja, nggak terima lu sama kekalahan lu?" Orang tadi beralih menatap Fayesha yang berbicara dan sedikit mendorong tubuh kecil itu hingga terhuyung ke belakang, punggung Fayesha sedikit membentur motor Gardana yang ada di belakangnya. Pukulan hampir diterima Fayesha, namun ketika dia menutup matanya Fayesha tidak merasakan apapun yang terjadi pada tubuhnya.

 
Fayesha membuka matanya dia bisa melihat Gardana dengan orang tadi sedang asik beradu kekuatan. Semua orang kembali berkerumun berusaha untuk memisahkan dua manusia tadi yang seperti tidak ada yang ingin mengalah. Bahkan teman-teman Gardana tidak bisa membuat mereka berhenti dari pertikaian.

"Jangan pernah beraninya lu nyentuh sedikitpun badan Fayesha." Gardana sudah terpancing emosi, semakin brutal melayangkan pukulan untuk musuh yang berada tepat dibawahnya. Wajahnya sudah terdapat beberapa luka hasil perkelahian namun tetap terlihat tampan.

Fayesha berlari kearah Gardana untuk menenangkan, menarik tubuh besar itu untuk menjauh dari tubuh yang sudah tak berdaya berbaring di atas aspal.

"Udah itu anak bisa mati kalo lu terus-terusan pukulin." Nafas Gardana masih naik turun, berusaha untuk menetralkan emosinya dengan menarik nafas dalam.

"Dia dulu yang mulai duluan."Fayesha memutar matanya malas, tanpa diberitahu pun dia sudah tau kronologinya.

" Kaya bocah tau nggak, udah ayo pulang biarin itu anak diurus sama yang lain gw udah cape."

.
.
.
.
.
.
.
Sekarang seisi rumah ini bau dengan aroma obat-obatan, sebotol alkohol medis dan juga Betadine melengkapi aksi Fayesha dalam mengobati luka yang ada pada wajah Gardana.

Tanpa ekspresi dan suara, Gardana hanya diam memperhatikan bagaimana lihainya seorang Fayesha mengobati dirinya. Mata indah itu selalu membuatnya tenggelam dalam hitamnya manik yang menariknya semakin dalam pada ke terpesonaan. Wajah ini benar-benar membuat sesuatu hal bergerak dalam hatinya. Keindahan didepannya ini bisakah dia miliki untuk selamanya?

"Nggak perlu ngeliatin gw segitunya Gar." Gardana berdehem untuk menghilangkan rasa malunya karna telah tertangkap basah. Memiringkan wajahnya menjauh dari tangan Fayesha dan menyuruhnya untuk berhenti.

"Gw udah gpp, kalo misalkan lu cape bisa langsung tidur aja! Ini biar gw lanjutin sendiri." Fayesha mendengus kesal dengan apa yang Gardana lakukan. Menghentakkan kakinya dengan sengaja menuju kearah kamarnya. Padahal niat dia baik ingin membantu.

Gardana yang melihat itu hanya tersenyum gemas, dia menyuruh Fayesha untuk beristirahat bukan berarti dia tidak suka dengan perhatian yang Fayesha berikan, dia hanya tidak ingin Fayesha kelelahan apa lagi besok pagi anak itu harus mengikuti kelas di kampus. Namun sepertinya tubuhnya juga sudah terlalu malas untuk sekedar mengobati lukanya sendiri, jadi Gardana memutuskan untuk membereskan semua obat-obatan itu dan diletakan pada tempat asalnya. Melirik sebentar kearah kamar Fayesha dan berlalu masuk kedalam kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya karna lelah.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote dan coment ya teman❤️

24/7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang